• Login
  • Register
Senin, 19 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Menjadi Ibu Rumah Tangga dan Ibu Bekerja sama-sama Beratnya

Sudah saatnya khalayak menerima kehidupan perempuan yang lebih bermartabat dengan peran yang ia pilih secara sadar

Rifa Zuhro Rifa Zuhro
07/03/2024
in Personal
0
Menjadi Ibu Rumah Tangga

Menjadi Ibu Rumah Tangga

821
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Menjadi perempuan tidak akan ada habisnya untuk tidak kita intimidasi kehidupannya. Mulai dari kecil hingga tumbuh dewasa perempuan selalu menjadi objek menarik untuk kita legitimasi menjadi makhluk yang baik ataupun buruk dengan standar yang dibuat oleh tatanan masyarakat tertentu.

Tentu tidak semuanya sama, namun terdapat benang merah sama yang perempuan alami, antar satu dengan perempuan yang lainnya itu tidak berbeda. Hal-hal yang intimidatif, dituntut sempurna, menjadi salihah, dan menjadi makhluk sempurna sesuai dengan standar sosial.

Setelah melalui proses yang panjang dalam kehidupan perempuan, ia pun masih harus mengalami hal serupa setelah berumah tangga atau berstatus menjadi istri dan ibu. Yakni kontruksi sosial yang mengharuskan perempuan menjadi istri yang salihah dan ibu yang baik untuk anak-anaknya.

Perempuan selalu dituntut untuk menjadi apa yang norma inginkan. Namun perempuan jarang sekali untuk kita persilahkan mengambil jalan hidup yang ia pilih secara sadar dan adil yang mengutamakan kebahagiaan dan kebaikan untuk diri diasendiri. Sehingga bisa kita lihat saat ini, banyak perempuan yang berstatus istri ataupun menjadi ibu rumah tangga merasa kehilangan jati diri. Karena dia hidup tidak lagi memprioritaskan kehidupannya sendiri.

Baik kita akui maupun tidak, ditampakkan maupun tidak, hal tersebut seperti gunung es di lautan dalam. Tidak banyak muncul di permukaan, tetapi benar adanya.

Baca Juga:

Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial

Ketika Sejarah Membuktikan Kepemimpinan Perempuan

Qiyas Sering Dijadikan Dasar Pelarangan Perempuan Menjadi Pemimpin

Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

Stigma terhadap Perempuan

Tuntutan terhadap perempuan mulai ketika seorang perempuan dewasa belum menikah, pasti akan kita pertanyakan, kenapa belum menikah? Berbeda dengan laki-laki dewasa yang belum menikah, masyarakat akan lebih memakluminya untuk mengejar karir terlebih dahulu atau alasan yang lainnya.

Setelah menikah, perempuan masih akan jadi objek penilaian. Lambat laun akan muncul pertanyaan tentang kapan rencana memiliki anak ataupun tidak. Seolah-olah perempuan wajib memberikan anak kepada realitas tanpa tahu kondisinya.

Tidak berhenti di situ, pengaturan terhadap perempuan juga masih terus berlanjut. Saat hamil, melahirkan, bahkan cara pengasuhan juga masih sering kita banding-bandingkan dengan standar kepantasan sosial. Padahal perempuan di sini adalah makhluk yang mempunyai batas kesanggupan, bukan mesin robot ataupun malaikat yang bebas cela.

Sering juga kita melihat kasus, ibu yang mengalami depresi atau baby blues setelah melahirkan. Alih-alih mendapatkan bantuan, justru ibu kita menilainya sebagai orang yang lemah dan tidak bertanggung jawab. Padahal perawatan anak dari lahir sampai dewasa kelak adalah tanggung jawab dua belah pihak antara ibu dan ayah.

Baby Blues

Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) mengungkapkan sebanyak 57 % ibu di Indonesia mengalami baby blues. Hal itu menjadikan Indonesia menjadi peringkat tertinggi di Asia untuk ibu yang mengalami baby blues.

Terbaru ini kita melihat pemberitaan seorang ibu di Sumbawa, Kamis (1/2/2024) yang melakukan kekerasan kepada anaknya hingga meninggal dunia. Hal tersebut dugaannya terpicu oleh cibiran tetangga yang menilai buruk tentang tumbuh kembang anaknya yang bayi berusia 10 bulan yang belum merangkak. Dan masih banyak kasus-kasus yang serupa di setiap tahunnya.

Tentunya kita semua tidak ingin hal itu terjadi, apalagi berulang tanpa ada tindakan pencegahan dari berbagai pihak. Sebab, menjadi seorang ibu tidaklah mudah, dari proses mengandung dan melahirkan pasti terdapat perubahan fisik dan psikis yang sang ibu alami. Hal ini akan jauh dari ekspektasi seorang ibu yang tergambarkan dalam iklan bahwa seorang perempuan yang melahirkan akan tiba-tiba menjadi ibu yang penyayang dan ramah.

Padahal sangat manusiawi apabila ibu juga merasakan lelah, sedih, dan tidak sempurna. Dan di sinilah peran keluarga sekitar untuk membantu peran ibu saat hamil, dan pasca melahirkan. Sebab ketika ibu bahagia, juga akan membuat anak menjadi tumbuh bahagia.

Ibu Bekerja

Pelabelan negatif pasti juga ibu bekerja alami. Dinilai tidak tahu prioritas, tega meninggalkan anak-anaknya di rumah, tidak pandai mengurus rumah, suami dan lain-lain. Hal ini tentu tidak benar, karena kondisi setiap keluarga berbeda adanya.

Atau tidak semua orang beruntung pada garis nyaman dan bahagia seperti kisah romansa. Padahal tidak jarang, perempuan meninggalkan karir (peran publik) yang ia bangun demi mengurus keluarganya. Tentu, hal-hal semacam ini bukan sebuah proses yang mudah. Harus ada kesadaran penuh dalam setiap mengambil keputusan yang melibatkan kedua belah pihak.

Perempuan yang memilih menjadi ibu rumah tangga maupun ibu bekerja sama-sama mempunyai peran yang berat setiap harinya. Kita tidak tahu sejauh mana mereka sedang berjuang untuk diri dia sendiri. Tugas kita saat ini adalah mendukung dan mensupport apapun keputusan perempuan untuk terus hidup dan bertumbuh dengan baik. Baik dengan proses yang cepat maupun lambat. Semua punya caranya masing-masing, dan kita tidak berhak untuk saling menghakimi.

Sudah saatnya khalayak menerima kehidupan perempuan yang lebih bermartabat dengan peran yang ia pilih secara sadar. Dengan tidak menjudge pilihan perempuan, kita telah mendukung kehidupan berharga mereka. Bukankah ini adalah ajaran agama untuk saling memanusiakan manusia tanpa membeda-bedakan karena ia laki-laki atau perempuan? []

Tags: Baby Bluesbeban gandaIbu Bekerjaibu rumah tanggaperempuanstigma
Rifa Zuhro

Rifa Zuhro

Perempuan yang tertarik dengan isu-isu sesama perempuan & penulis Buku Pendidikan Islam Nusantara, tinggal di Jombang Jawa Timur. IG: ririf.asa

Terkait Posts

Kehamilan Tak Diinginkan

Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial

18 Mei 2025
Noble Silence

Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence pada Ayat-Ayat Shirah Nabawiyah (Part 1)

17 Mei 2025
Suami Pengangguran

Suami Pengangguran, Istri dan 11 Anak Jadi Korban

16 Mei 2025
Keadilan Semu

Membuka Tabir Keadilan Semu: Seruan Islam untuk Menegakkan Keadilan

15 Mei 2025
Memahami Disabilitas

Memahami Disabilitas: Lebih Dari Sekadar Tubuh

14 Mei 2025
Laki-laki tidak bercerita

Muhammad Bercerita: Meninjau Ungkapan Laki-laki Tidak Bercerita dan Mitos Superioritas

13 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kehamilan Tak Diinginkan

    Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menghindari Pemukulan saat Nusyuz

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Ratu Junti, Sufi Perempuan dari Indramayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memperhatikan Gizi Ibu Hamil

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menghindari Pemukulan saat Nusyuz
  • Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami
  • Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial
  • Memperhatikan Gizi Ibu Hamil
  • Keberhasilan Anak Bukan Ajang Untuk Merendahkan Orang Tua

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version