Mubadalah.id – Setiap tahun, Hari Hewan Sedunia menjadi momentum untuk mengingat kembali hubungan manusia dengan alam. Manusia tidak bisa hidup tanpa alam, begitu pula sebaliknya, alam membutuhkan manusia yang mampu menjaga keseimbangannya.
Di dalam ekosistem itu, hewan berperan penting sebagai penjaga lingkungan. Namun sayangnya, keserakahan dan ketidakpedulian manusia telah mengganggu keseimbangan tersebut.
Dalam beberapa tahun terakhir, perubahan itu tampak nyata di kampung halamanku. Dulu, sungai dan sawah menjadi rumah bagi berbagai jenis ikan endemik seperti Tumbras, Beunteur, dan Bogo.
Kini, ikan-ikan itu semakin sulit dijumpai. Kerusakan ekosistem, limbah pertanian, dan perilaku manusia yang menangkap ikan tanpa memperhatikan keberlanjutannya menjadi penyebab utama hilangnya mereka dari perairan.
Penangkapan Massal dan Hilangnya Hewan Endemik
Sejak 2019, tren ikan hias jenis Channa limbata atau yang dikenal sebagai Bogo semakin populer. Ikan yang dulunya dianggap tidak berharga, kini bernilai ekonomi tinggi bahkan bisa dijual hingga jutaan rupiah. Fenomena ini memicu penangkapan besar-besaran di berbagai sungai dan sawah.
Masyarakat berlomba-lomba menangkap Bogo tanpa memperhatikan ukuran atau masa berkembang biaknya. Beragam cara mereka gunakan, mulai dari pancing, jaring, hingga bubu perangkap. Tujuannya semata untuk ia jual.
Akibatnya, populasi ikan tersebut menurun drastis dan kini semakin langka. Sikap serakah seperti ini menunjukkan betapa mudah manusia mengabaikan prinsip kesalingan dengan alam ketika dihadapkan pada nilai ekonomi.
Padahal, penangkapan yang tidak terkendali bukan hanya merugikan satu spesies. Ia bisa mengganggu rantai makanan, mempercepat kerusakan ekosistem, dan memutus keseimbangan yang dibangun alam selama ratusan tahun.
Namun sayangnya, masih sedikit yang peduli atau berupaya mengembalikan keseimbangan ini.
Oleh karena itu, kalau kita mau berpikir alam sesungguhnya telah menyediakan segala kebutuhan manusia yaitu air, makanan, udara, hingga bahan bangunan. Namun, ketersediaan sangat terbatas. Karena itu, kita perlu bersikap bijak dalam memanfaatkannya.
Dalam konteks ikan Limbata, misalnya, masyarakat dapat mulai menerapkan praktik tangkap selektif: hanya mengambil ikan berukuran dewasa. Sementara yang kecil kita lepaskan kembali ke alam. Cara ini dapat menjaga ikan tersebut tidak hilang.
Islam dan Amanah Menjaga Alam
Dalam pandangan Islam, manusia telah Tuhan beri amanah sebagai khalifah di muka bumi. Artinya, manusia memiliki tanggung jawab untuk menjaga dan merawat alam, bukan mengeksploitasinya.
Prinsip ini, saya kira sejalan dengan nilai tawazun (keseimbangan) dan larangan israf (berlebihan) yang tertulis di dalam al-Qur’an surat al-A’raf ayat 31.
Sikap serakah dan berlebihan dalam mengambil sumber daya alam adalah bentuk pelanggaran terhadap keseimbangan tersebut.
Oleh sebab itu, jika manusia hanya memikirkan keuntungan tanpa mempertimbangkan keberlanjutan makhluk hidup, maka kerusakan akan menjadi sebuah keniscayaan. Padahal, menjaga kelestarian alam juga berarti menjaga keberlangsungan hidup manusia sendiri. []