Mubadalah.id – Keluarga adalah unit terkecil dalam sebuah masyarakat. Meski begitu, kualitas keluarga turut menentukan kemajuan peradaban bangsa dan negara secara keseluruhan. Di dalam tradisi Islam, indikator baik tidaknya kualitas keluarga kita tunjukkan dengan keberlangsungan rumah tangga yang sakinah, mawadah, dan rahmah. Dalam artian, kualitas individu anggota keluarga menjadi kunci kebahagiaan dan keberkahan perjalanan hidup sebuah rumah tangga.
Rasulullah Muhammad Saw bersabda;
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأََهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأََهْلِي
“Sebaik-baik di antara kamu adalah yang paling baik kepada keluarganya. Dan aku (Muhammad) ialah sebaik-baik di antara kamu terhadap keluargaku.” (H.R. Tirmidzi).
Apabila semua syarat-prasyarat itu terpenuhi, maka kualitas rumah tangga yang baik tersebut akan mengantarkan keluarga kepada semangat baiti jannati (rumahku surgaku). Langkah ini sebagai sumbangsih kecil tetapi bernilai sangat luhur dalam rangka ambil bagian dalam memperkokoh peradaban manusia.
Menularkan Kebaikan
Sebuah pencapaian baiti jannati yang baik bisa kita tempuh melalui dua hal. Yakni ikhtiar dan doa. Termasuk dalam cita-cita kualitas keluarga atau perjalanan berumah tangga berkualitas.
Salah satu redaksi doa yang masyhur untuk kebaikan rumah tangga adalah melalui redaksi berikut;
اَللّٰهُمَّ بَارِكْ لِيْ فِيْ أَهْلِيْ وَبَارِكْ لَهُمْ فِيَّ وَارْزُقْنِيْ مِنْهُمْ وَارْزُقْهُمْ مِنِّي. اَللّٰهُمَّ اجْمَعْ بَيْنَنَا مَا جَمَعْتَ إِلَى خَيْرٍ وَفَرِّقْ بَيْنَنَا إِذَا فَرَّقْتَ إِلَى خَيْرٍ
“Ya Allah, berkahilah aku di dalam keluargaku dan berkahilah mereka di dalam diriku. Berilah aku rezeki dari mereka dan berilah mereka rezeki dariku. Ya Allah, kumpulkan kami menuju kebaikan dan pisahkan kami bila Engkau pisahkan menuju kebaikan.”
Selain berisi permohonan untuk mendapatkan keberkahan dan kecukupan rezeki sebagai bekal dalam mengarungi biduk rumah tangga. Doa sahabat Rasulullah, Abdullah bin Mas’ud itu juga mengandung harapan bahwa keluarga yang akan terbangun mampu membawa seseorang menuju kebaikan.
Tidak hanya kebaikan di dalam internal keluarga. Definisi kebaikan justru akan lebih banyak bersinggungan dengan orang lain atau lingkup masyarakat yang lebih luas.
Dari sinilah kian kuat tentang bagaimana kebaikan sebuah keluarga akan menentukan kualitas masyarakat secara lebih luas. Amplifikasi atau perluasan manfaat pencapaian baiti jannati penting untuk kita tularkan menjadi semangat gerakan sosial di masyarakat.
Mulai dari Persoalan Sampah
Amplifikasi kemaslahatan yang berhasil diraih dalam lingkup keluarga bisa kita mulai dari perkara-perkara sederhana. Misalnya, terkait problematika dan perlunya tata kelola sampah rumah tangga. Persoalan tata kelola sampah penting untuk kita jadikan bahan amplifikasi ini karena secara praktiknya cukup sederhana. Tetapi dampak dan manfaatnya luar biasa karena bagian dari problem ekologi yang sangat mengancam kelestarian alam dan lingkungan.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebut bahwa rumah tangga telah menyumbang sebesar 42,23% terhadap total sampah nasional yang mencapai 21,88 juta ton pada 2021.
Di sisi lain, konsep pencapaian baiti jannati tidak hanya mencakup pada hal-hal yang berkaitan dengan sikap dan kesalingan untuk pengertian antar anggota keluarga. Akan tetapi juga menyasar pada bentuk-bentuk fisik, termasuk kenyamanan bangunan dan kondisi rumah yang bersih dan sehat.
Tata kelola sampah rumah tangga perlu kita awali dengan peningkatan edukasi sekaligus pemupukan rasa peduli dan tanggung jawab yang tinggi dari setiap anggota keluarga.
Edukasi itu kita mulai dari pengetahuan mengenai tata cara mengelola sampah melalui reduce (mengurangi), reuse (menggunakan kembali), recycle (daur ulang) dan replace (mengganti) atau kita kenal dengan istilah 4R.
Setiap anggota keluarga juga perlu mulai memperhatikan dengan jeli atas perbedaan jenis sampah sebagai modal tata kelola melalui teknik pemisahan.
Memahami Tata Kelola Sampah
Tiap-tiap dari ayah, ibu, dan anak dalam satu keluarga perlu memahami bahwa sampah terdiri dari tiga golongan berbeda. Yakni, sampah organik seperti sisa makanan (sayur), ranting pohon, dedaunan, kulit buah, dan sejenisnya. Kemudian anorganik semisal sampah logam dan plastik. Dan sampah residu, seperti styrofoam, kain bekas, dan sesamanya. Setelahnya, melalui metode 4R tadi, sampah-sampah itu bisa dikelola menjadi pupuk kompos, barang daur ulang, atau melanjutkan kemanfaatan dengan memperbaiki atau menambah kebaruan fungsi.
Hanya saja, yang menjadi modal dalam kerja-kerja kompak demi kemaslahatan ini adalah sebuah kesadaran dari seluruh anggota keluarga. Menjelaskan bahwa tanggung jawab kebersihan lingkungan rumah tangga bukanlah menjadi tanggung jawab ibu atau anak perempuan semata. Semua anggota keluarga diposisikan setara dengan mendapatkan tugas dan tanggung jawab yang sama.
Pemberlakuan penyetaraan tanggung jawab ini pun selaras dengan ajaran Islam. Di mana Islam menyatakan bahwa pekerjaan domestik rumah tangga bukanlah hanya menjadi tanggungan anggota keluarga perempuan. Hal ini dijelaskan dalam kitab ensiklopedi fiqih Kuwait, Al-Mausu’ah al-Fiqhiyah;
ذهب الجمهور (الشافعية والحنابلة وبعض المالكية) الى أن خدمة الزوج لاتجب عليها لكن الأولى لها فعل ما جارت العاجة به
“Jumhur Ulama (Syafiiyyah, Hanabilah dan sebagian Malikiyah) berpendapat bahwa tidak wajib bagi istri membantu suamianya. Tetapi lebih baik jika melakukan seperti apa yang berlaku (membantu).”
Jika prinsip-prinsip tersebut sudah berlaku baik di internal keluarga, maka kerja-kerja itu perlu kita perluas ke lingkungan masyarakat. Atau, jika masing-masing keluarga sudah memiliki kesadaran yang serupa. Maka secara otomatis kualitas masyarakat dalam menyikapi problematika lingkungan pun menjadi lebih baik. Minimal, tercipta kualitas lingkungan masyarakat yang bersih, sehat, dan bebas banjir. (Bebarengan)