Jumat, 24 Oktober 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Resolusi Jihad

    Resolusi Jihad Santri: Dari Angkat Senjata hingga Media Sosial

    Nyai Badriyah

    Nyai Badriyah Fayumi: KUPI Tegaskan Semua Manusia Adalah Subjek Kehidupan, Termasuk Disabilitas

    Ulama Perempuan Disabilitas

    Nyai Hj. Badriyah Fayumi: Ulama Perempuan Harus Menjadi Pelopor Keulamaan Inklusif dan Ramah Disabilitas

    Hak-hak Disabilitas

    UIN SSC Gelar Konferensi Nasional KUPI untuk Memperkuat Peran Keulamaan bagi Hak-hak Disabilitas

    Disabilitas

    PSGAD UIN SSC Dorong Kolaborasi Akademisi, Komunitas, dan Pesantren untuk Advokasi Disabilitas melalui Tulisan

    Isu Disabilitas

    Zahra Amin: Mari Menulis dan Membumikan Isu Disabilitas

    Keadilan Gender

    SIKON CILEM UIN SSC Cirebon Angkat KUPI sebagai Gerakan Global Keadilan Gender Islam

    Metodologi KUPI

    Menelusuri Metodologi KUPI: Dari Nalar Teks hingga Gerakan Sosial Perempuan

    Trans7

    Pesantren di Persimpangan Media: Kritik atas Representasi dan Kekeliruan Narasi Trans7

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Praktik P2GP

    Refleksi Kegiatan Monev Alimat dalam Membumikan Fatwa KUPI tentang Penghapusan Praktik P2GP

    Hari Santri Nasional

    Refleksi Hari Santri Nasional: Kemerdekaan Santri Belum Utuh Sepenuhnya

    Perundungan

    Kita, Perempuan, Membentengi Generasi dari Perundungan

    Konferensi Nasional KUPI 2025

    Disabilitas di Konferensi Nasional KUPI 2025: Sebuah Refleksi

    Perempuan Disabilitas

    Refleksi Perempuan Disabilitas di Hari Santri Nasional

    Fiqh al-Murūnah

    KUPI Mengenalkan Fiqh al-Murūnah bagi Pemenuhan Hak-hak Disabilitas

    Hak Politik Penyandang Disabilitas

    Hak Politik Penyandang Disabilitas: Antara Jaminan Konstitusi dan Prinsip Keadilan Islam

    Moral Solidarity

    Makna Relasi Afektif di Pesantren: Collective Pride dan Moral Solidarity Santri

    Periwayatan Hadis

    Difabel dalam Periwayatan Hadis : Melihat Islam Inklusif di Zaman Nabi

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

    Rumah Tangga dalam

    Mencegah Konflik Kecil Rumah Tangga dengan Sikap Saling Terbuka dan Komunikasi

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Resolusi Jihad

    Resolusi Jihad Santri: Dari Angkat Senjata hingga Media Sosial

    Nyai Badriyah

    Nyai Badriyah Fayumi: KUPI Tegaskan Semua Manusia Adalah Subjek Kehidupan, Termasuk Disabilitas

    Ulama Perempuan Disabilitas

    Nyai Hj. Badriyah Fayumi: Ulama Perempuan Harus Menjadi Pelopor Keulamaan Inklusif dan Ramah Disabilitas

    Hak-hak Disabilitas

    UIN SSC Gelar Konferensi Nasional KUPI untuk Memperkuat Peran Keulamaan bagi Hak-hak Disabilitas

    Disabilitas

    PSGAD UIN SSC Dorong Kolaborasi Akademisi, Komunitas, dan Pesantren untuk Advokasi Disabilitas melalui Tulisan

    Isu Disabilitas

    Zahra Amin: Mari Menulis dan Membumikan Isu Disabilitas

    Keadilan Gender

    SIKON CILEM UIN SSC Cirebon Angkat KUPI sebagai Gerakan Global Keadilan Gender Islam

    Metodologi KUPI

    Menelusuri Metodologi KUPI: Dari Nalar Teks hingga Gerakan Sosial Perempuan

    Trans7

    Pesantren di Persimpangan Media: Kritik atas Representasi dan Kekeliruan Narasi Trans7

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Praktik P2GP

    Refleksi Kegiatan Monev Alimat dalam Membumikan Fatwa KUPI tentang Penghapusan Praktik P2GP

    Hari Santri Nasional

    Refleksi Hari Santri Nasional: Kemerdekaan Santri Belum Utuh Sepenuhnya

    Perundungan

    Kita, Perempuan, Membentengi Generasi dari Perundungan

    Konferensi Nasional KUPI 2025

    Disabilitas di Konferensi Nasional KUPI 2025: Sebuah Refleksi

    Perempuan Disabilitas

    Refleksi Perempuan Disabilitas di Hari Santri Nasional

    Fiqh al-Murūnah

    KUPI Mengenalkan Fiqh al-Murūnah bagi Pemenuhan Hak-hak Disabilitas

    Hak Politik Penyandang Disabilitas

    Hak Politik Penyandang Disabilitas: Antara Jaminan Konstitusi dan Prinsip Keadilan Islam

    Moral Solidarity

    Makna Relasi Afektif di Pesantren: Collective Pride dan Moral Solidarity Santri

    Periwayatan Hadis

    Difabel dalam Periwayatan Hadis : Melihat Islam Inklusif di Zaman Nabi

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

    Rumah Tangga dalam

    Mencegah Konflik Kecil Rumah Tangga dengan Sikap Saling Terbuka dan Komunikasi

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Mensyaratkan Pisuke sebelum Akad Nikah Bisa Hilangkan Hak Perwalian

Kasus yang kita hadapi saat ini adalah pisuke yang menjadi syarat keberlangsungan akad nikah. Padahal, budaya ini tidak memiliki nasab apapun dengan syariat nikah

Ahmad Dirgahayu Hidayat Ahmad Dirgahayu Hidayat
10 Agustus 2022
in Keluarga, Rekomendasi
0
Akad Nikah

Akad Nikah

420
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Pisuke, sebagaimana yang telah saya uraikan dalam tulisan yang lalu dengan judul “Keharusan Memberi ‘Pisuke’ kepada Keluarga Istri”, adalah istilah untuk sejumlah uang atau harta benda lainnya yang diberikan kepada keluarga mempelai wanita/istri oleh pihak mempelai pria/suami sebelum akad nikah.

Terkadang, pihak keluarga mempelai wanita meminta pisuke tersebut setelah acara akad nikah selesai. Tetapi kadang juga dijadikan sebagai syarat mendapatkan izin wali untuk dinikahkan, dengan kata lain tidak ada akad nikah tanpa pisuke terlebih dahulu.

Persoalan lebih besar, saat pisuke ini tidak ramah kantong. Naik tanpa batas maksimal dan seolah tanpa kasih sayang. Butuh waktu dua sampai tiga minggu, bahkan sampai berbulan-bulan untuk menemukan kata sepakat antara keluarga mempelai pria dan Wanita.

Bagaimana tidak, pihak laki-laki hanya mengantongi 10 juta yang akan ia serahkan sebagai pisuke, sedang pihak wali mempelai wanita meminta 50 bahkan sampai 100 juta. Tak jarang juga yang meminta pisuke dalam bentuk benda seperti beberapa are tanah, misalnya.

Pandangan Hukum terkait Pisuke

Lalu, bagaimanakah pandangan hukum ihwal pisuke yang berposisi sebagai syarat keberlangsungan akad nikah? Sejauh membaca fikih nikah, tidak pernah menemukan pisuke atau yang semacamnya menjadi salah satu syarat yang harus kita penuhi sebelum nikah berlangsung.

Maka tak ragu lagi bahwa pisuke merupakan kreasi budaya murni. Karenanya, penting kita pahami lebih dalam apakah kehadiran pisuke ini bertentangan dengan syariat atau tidak. Mengingat penilaian kacamata hukum terhadap adat dan budaya suatu masyarakat, harus melalui pintu kategorisasi ini; apakah muafiq(un) li as-syari’ah atau justru mukhalif(un) laha.

Kasus yang kita hadapi saat ini adalah pisuke yang menjadi syarat keberlangsungan akad nikah. Padahal, budaya ini tidak memiliki nasab apapun dengan syariat nikah. Dalam hal ini, budaya dinilai sebagai penghalang syariat. Saat Allah memberi kemudahan kepada sekalian hambanya dalam menjalankan syariat-Nya, sunah baginda Nabi Muhammad, budaya malah hadir untuk mempersulit.

Bayangkan, pernikahan bisa tertunda selama berminggu-minggu, tak sedikit yang sampai berbulan-bulan. Parahnya lagi, banyak yang sampai hamil di luar nikah gara-gara urusan pisuke yang tidak kunjung usai ini.

Status Wali Nikah dan Budaya Pisuke

Pertanyaan selanjutnya, bagaimanakah status wali nikah yang enggan menikahkan anaknya karena budaya pisuke yang ribet dan memberatkan ini? Selama ini, saya mencoba menelusuri pelbagai konsekuensi hukum terbaik, konsekuensi hukum yang tidak membuat masyarakat Sasak jantungan mendengarnya.

Sayang, penelusuran itu sia-sia. Sepertinya Islam tidak sudi memberi hukum yang ringan untuk budaya yang kejam. Setiap kali penelusuran, selalu arahnya pada kajian wali ‘adhal. Wali yang enggan menikahkan putrinya. Pasalnya, akad nikad nikah tersebut tergantung pada sesuatu yang tak terkait apapun dengan akad, bahkan untuk kemaslahatannya. Yang ada, justru dapat merusak misi syariat.

Dalam al-Fiqh al-Manhaji ‘ala Madzhabil Imam as-Syafi’i (juz 4, hal. 68)-buah karya tiga ulama besar kontemporer Mazhab Syafi’i; Musthofa al-Khin, Ali as-Syarbaji dan Mushthofa al-Bugha-dikatakan;

العضل: منع المرأة من الزواج. فإذا طلبت امرأة بالغة عاقلة الزواج من كفء، وجب علي وليِّها أن يزوجها، فإذا امتنع الولي- ولو أباـ من تزويجها، زوّجها السلطان، لأن تزويجها حق على أوليائها إذا طلبها الكفؤ، فإذا امتنعوا من وفائه لها، وفّاه الحاكم

“’Adhal adalah sikap enggan menikahkan perempuan. Jadi, jika seorang perempuan balig lagi berakal sehat meminta agar dinikahkan dengan seorang yang sekufu, walinya wajib menikahkan perempuan tersebut. Jika enggan, kendati ia adalah ayah kandungnya sendiri, maka hakim lah yang turun tangan menikahkannya. Karena menikahkan mauliyah (perempuan yang menjadi tanggung jawabnya) dengan laki-laki sekufu yang ia cintai, adalah hak para wali. Tetapi jika mereka enggan, maka hak tersebut berpindah kepada hakim.”

Statement Syekh Zakaria al Anshari

Referensi di atas mungkin tampak kurang mengenai sasaran kasus yang kita hadapi. Jangan khawatir, itu hanya konsep umum wali ‘adhal. Bagaimana dengan statemant Syekh Zakaria al-Anshari dalam Asnal Mathalib fi Syarhi Raudh at-Thalib (juz 3, hal. 129) berikut ini;

(وَلَهُ الِامْتِنَاعُ) مِنْ التَّزْوِيجِ (لِعَدَمِ الْكَفَاءَةِ) فَلَا يَكُونُ امْتِنَاعُهُ مِنْهُ عَضْلًا؛ لِأَنَّ لَهُ حَقًّا فِي الْكَفَاءَةِ وَيُؤْخَذُ مِنْ التَّعْلِيلِ أَنَّهَا لَوْ دَعَتْهُ إلَى عِنِّينٍ أَوْ مَجْبُوبٍ بِالْبَاءِ فَامْتَنَعَ كَانَ عَاضِلًا، وَهُوَ كَذَلِكَ إذْ لَا حَقَّ لَهُ فِي التَّمَتُّعِ وَاعْتَبَرَ الْقَفَّالُ مَعَ الْكَفَاءَةِ أَنْ يَتَبَيَّنَ مَوْضِعَ الصَّلَاحِ لِلْمَرْأَةِ فِي مُنَاكَحَتِهِ وَاسْتَحْسَنَهُ الزَّرْكَشِيُّ، وَلَوْ دَعَتْ إلَى رَجُلٍ وَادَّعَتْ كَفَاءَتَهُ وَقَالَ الْوَلِيُّ لَيْسَ بِكُفْءٍ رُفِعَ إلَى الْقَاضِي فَإِنْ ثَبَتَتْ كَفَاءَتُهُ لَزِمَهُ تَزْوِيجُهَا مِنْهُ فَإِنْ امْتَنَعَ زَوَّجَهَا الْقَاضِي مِنْهُ (لَا لِنُقْصَانِ الْمَهْرِ) أَوْ لِكَوْنِهِ مِنْ غَيْرِ نَقْدِ الْبَلَدِ فَلَيْسَ لَهُ الِامْتِنَاعُ مِنْ تَزْوِيجِهَا لِأَجْلِهِ؛ لِأَنَّ الْمَهْرَ مَحْضُ حَقِّهَا

“Seorang wali nikah berhak menolak menikahkan putrinya karena pasangan yang tidak sekufu, dan penolakan itu tidak tergolong ‘adhal. Karena sejatinya, ia memiliki hak dalam urusan kafaah. Berbeda lagi jika mempelai perempuannya memang mencari laki-laki impoten atau yang terpotong kemaluannya. Maka penolakan sang wali dianggap ‘adhal. Sebab prihal seksual itu bukan urusan wali. Lalu, bagaimana jika mempelai perempuan mengklaim sekufu, sedang si wali mengklaim sebaliknya. Maka penyelesaian masalahnya harus di hadapan hakim. Jika diputuskan sekufu, harus dinikahkan, jika tidak maka boleh si wali boleh menolak. (Penting dicatat, dan inilah inti pembahasan kita) bahwa maskawin yang kurang dari ketentuan atau dari mata uang negara asing,  bukan alasan yang pantas untuk menolak menikahkan mempelai perempuan. Karena maskawin adalah hak murni anak perempuan tersebut.”

Kita fokus pada paragraf terakhir, bahwa maskawin yang kurang dari ketentuan atau menggunakan mata uang negara asing, bukan alasan yang dapat kita perhitungkan (al-mu’tabar) sehingga seorang wali boleh menolak menikahkan putrinya. Dari sini saja, kita langsung paham-menggunakan pendekatan analogi hukum (al-ilhaq)-bahwa wali yang enggan menikahkan mauliyah-nya gara-gara pisuke, termasuk wali ‘adhal. Sehingga hak kewaliannya secara otomatis berpindah kepada hakim.

Jangankan karena pisuke, enggan menikahkan karena mahar yang kurang saja termasuk wali ‘adhal. Padahal mahar termasuk bagian dalam akad nikah. Apalagi karena budaya pisuke yang tidak memiliki pertalian apapun dengan akad nikah. Lebih-lebih ketika kehadiran pisuke mengacaukan syariat pernikahan. Semoga bermanfaat, wallau a’lam bisshawab. []

Tags: Fikih PerkawinanHak Perwalianhukum keluarga IslamkeluargaperkawinanPisukeWali Nikah
Ahmad Dirgahayu Hidayat

Ahmad Dirgahayu Hidayat

Ahmad Dirgahayu Hidayat, alumnus Ma’had Aly Situbondo, dan pendiri Komunitas Lingkar Ngaji Lesehan (Letih-Semangat Demi Hak Perempuan) di Lombok, NTB.

Terkait Posts

Hak Milik dalam Relasi Marital
Keluarga

Hak Milik dalam Relasi Marital, Bagaimana?

15 Oktober 2025
Keluarga sebagai Pertama dan Utama
Hikmah

Menjadikan Keluarga sebagai Sekolah Pertama dan Utama

14 Oktober 2025
Keadilan sebagai
Hikmah

Keluarga sebagai Ruang Pendidikan Keadilan dan Kasih Sayang

11 Oktober 2025
Keluarga sebagai
Hikmah

Keluarga sebagai Sekolah Pertama Menanamkan Nilai-nilai Kemanusiaan

11 Oktober 2025
Yosef dan Maria
Keluarga

Yosef dan Maria: Belajar dari Dua Tokoh yang Saling Menguatkan dalam Hidup Berkeluarga

9 Oktober 2025
Perempuan Baik untuk Lelaki yang Baik
Hikmah

Perempuan Baik untuk Lelaki yang Baik dalam Perspektif Al-Qur’an

7 Oktober 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Perundungan

    Kita, Perempuan, Membentengi Generasi dari Perundungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memaknai Kebahagiaan Lewat Filosofi Mulur Mungkret Ki Ageng Suryomentaram

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Disabilitas di Konferensi Nasional KUPI 2025: Sebuah Refleksi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kiprah Hijroatul Maghfiroh Abdullah dalam Gerakan Lingkungan di Indonesia dan Dunia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Laki-laki Kepala Rumah Tangga Bukan Pokok Syari’ah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Refleksi Kegiatan Monev Alimat dalam Membumikan Fatwa KUPI tentang Penghapusan Praktik P2GP
  • Aplikasi Metode Mubadalah dalam Memaknai Hadits Bukhari tentang Memerdekakan Perempuan Budak
  • Refleksi Hari Santri Nasional: Kemerdekaan Santri Belum Utuh Sepenuhnya
  • Memaknai Kebahagiaan Lewat Filosofi Mulur Mungkret Ki Ageng Suryomentaram
  • Kita, Perempuan, Membentengi Generasi dari Perundungan

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID