Judul Buku : Nalar Kritis Muslimah
Penulis : Dr. Nur Rofiah, Bil. Uzm.
Penerbit : Afkaruna.id
Tahun : 2020
Tebal : 225 Halaman
Mubadalah.id – Dr. Nur Rofiah, Bil. Uzm., penulis buku Nalr Kritis Muslimah ini, merupakan dosen mata kuliah tafsir di Perguruan Tinggi Ilmu Qur’an (PTIQ) Jakarta yang aktif berkegiatan di berbagai organisasi seperti Fatayat, Alimat, Rahima dan berbagai organisasi keagamaan lainnya. Selain itu, beliau juga aktif memberikan materi terkait gender dan Islam di berbagai forum, baik tingkat nasional maupun internasional.
Di sela-sela kegiatannya, beliau selalu menghibahkan energi dan ilmunya untuk “gelar tikar” Ngaji Keadilan Gender Islam (KGI), kelas berbiaya nol rupiah yang bisa kita akses dan diikuti siapa saja tanpa dipungut biaya. Selain gelar tikar di berbagai kota yang disinggahinya, Ngaji KGI juga ia selenggarakan secara rutin satu minggu sekali melalui zoom meeting.
Langkah Bu Nur dalam mendakwahkan Gender dan Islam tidak berhenti sampai sana. Beliau juga aktif menulis di berbagai media. Sehingga, dari kumpulan tulisannya tersebut terhimpun dalam satu buku yang berjudul Nalar Kritis Muslimah.
Pemanusiaan Utuh Perempuan
Mengambil sub judul “Refleksi atas Keperempuanan, Kemanusiaan dan Keislaman”, Bu Nur ingin mengangkat isu mengenai segala permasalahan yang perempuan alami. Di mana selama ini dianggap menjadi gender kelas 2 karena budaya patriarki yang mengakar di seluruh penjuru dunia. Kemudian ia hubungkan dengan hal-hal esensial mengenai kemanusiaan, dengan menegaskan bahwa perempuan merupakan manusia seutuhnya dan terjawab dengan narasi-narasi keislaman dari teks-teks agama yang ditafsirkan dengan berkeadilan mengingat kapasitasnya juga sebagai dosen tafsir.
Buku nalar kritis muslimah ini terbagi menjadi empat bagian. Yang pertama, Agama untuk Perempuan. Di dalamnya memaparkan hal-ihwal mengenai pengalaman dan berbagai pandangan mengenai perempuan yang dijawab oleh agama. Setelah membaca bagian ini, sangat terang bahwa Islam hadir untuk perempuan. Pandangan mengenai Islam adalah agama yang patriarkis terpatahkan oleh Bu Nur. Dengan menegaskan bahwa konsep keadilan gender itu justru hadir tepat setelah Islam hadir, bukan hanya semata-mata gerakan dari Barat.
Pada abad ketujuh masehi, Islam menegaskan bahwa: Pertama, perempuan adalah manusia. Kedua, setiap manusia hanyalah hamba Allah swt. Ketiga, setiap manusia adalah khalifah fil ardh yang punya mandat mewujudkan keselamatan di muka bumi. Sementara, sampai 1805, Inggris masih mempunyai aturan perundangan yang membolehkan suami menjual istrinya. Sampai sini terang terjawab, konsep keadilan gender itu lahir dari mana.
Konsep Dasar Gender
Selain itu, pada bagian pertama ini Bu Nur juga menyampaikan mengenai konsep dasar Gender. Mulai dari penjelasan bagaimana perbedaan gender dan seks, hingga penjabaran mengenai pengalaman-pengalaman sosial dan biologis perempuan.
Penjelasan mengenai konsep dasar gender di atas menjadi pengantar untuk konsep keadilan hakiki bagi perempuan. Di mana ini menjadi teori temuan Bu Nur dalam keadilan gender. Adapun konsep keadilan hakiki bagi perempuan tersebut adalah tidak menyebabkan pengalaman biologis perempuan (menstruasi, hamil, melahirkan, nifas, dan menyusui) -yang terkandung banyak kesakitan di dalamnya- menjadi semakin sulit perempuan jalani. Selain itu, tidak menyebabkan perempuan mengalami lagi 5 pengalaman sosialnya (Marginalisasi, subordinasi, stigmatisasi, beban ganda dan kekerasan).
Konsep keadilan hakiki ini dapat kita gunakan sebagai dasar bagi pemangku kebijakan untuk memenuhi kebutuhan, dan melindungi hak-hak perempuan. Terkhusus 5 pengalaman sosial perempuan menjadi catatan buruk dan akar permasalahan dari adanya ketimpangan gender sampai saat ini. Selebihnya, bagian pertama ini menjawab hal-ihwal permasalahan dasar dari ketidakadilan gender yang perempuan alami. Yakni, dengan narasi-narasi agama yang menyejukkan.
Setelah membahas permasalahan esensial, kita diajak berangkat menuju bagian kedua yang berjudul “Memahami yang Transenden”. Bagian ini berisi tulisan-tulisan dari Bu Nur yang merespon isu-isu sosial mengenai kesalahpahaman pandangan dan framing media pada perempuan, khususnya menjawab narasi-narasi konservatisme.
Islam yang Ramah Perempuan
Kemudian, Bagian ketiga dengan judul “Kemanusiaan sebelum Keberagamaan” menyajikan tulisan-tulisan singkat dengan narasi memuliakan perempuan sebagai bentuk gerakan menghargai kemanusiaan yang lebih penting dari keberagamaan. Dalam bagian ini, Bu Nur mencantumkan beberapa pemikiran Gus Dur sebagai Father of Humanity.
Buku ini ia tutup dengan bagian keempat dengan judul “Memahami Renungan”. Bagian terakhir ini berisi kumpulan status-status dari Bu Nur di media sosialnya yang merupakan refleksi dari apa yang ia alami pada hari-hari yang telah terlewati sebagai pejuang keadilan gender.
Semangat Bu Nur dalam mendakwahkan Islam yang adil gender tersampaikan kepada kita yang membacanya.
Melihat judul buku yang ciamik dan menarik perhatian, Nalar Kritis Muslimah, membuat saya berekspektasi bahwa buku ini menyajikan isu-isu berat karena kita tertuntut untuk “kritis”.
Ternyata, buku ini sangat ringan namun komprehensif dalam merespon segala isu mengenai gender Islam. Sehingga bisa terbaca oleh berbagai kalangan, dan sangat saya rekomendasikan untuk siapapun untuk membacanya. Tujuannya agar nilai-nilai Islam yang ramah perempuan tersampaikan ke berbagai kalangan. Selain itu, mematahkan narasi-narasi patriarkis yang digelorakan oleh kelompok konservatif. Di mana hal itu tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam. []