Mubadalah.id – Sama seperti para perempuan aktivis lainnya, Nazhirah Zainuddin bekerja dan berjuang membela kaumnya yang tertindas.
Ia menggugat otoritas laki-laki dalam banyak hal, termasuk otoritas pengetahuan keagamaan.
Baginya, perempuan mempunyai hak untuk menjadi penafsir teks-teks suci, baik al-Qur’an maupun hadits Nabi Saw.
Ia menulis dua buku untuk membicarakan persoalan ini: As-Sufur wa al-Hijab dan Al-Fatat wa asy-Syuyukh. Secara literal, as-sufur berarti tanpa kerudung, terbuka.
Sementara, al-hijab berarti pembatas atau tirai, meski kemudian berkembang menjadi bermakna jilbab atau cadar. Sedangkan al-fatat wa asy-Syuyukh berarti perempuan muda dan orang tua.
Dalam buku Al-Fatat wa asy-Syuyukh, Nazhirah Zainuddin menyatakan bahwa perempuan mempunyai hak dalam menafsirkan al-Qur’an dan menulis fiqh.
Ia berkata: “Tentu, jika perempuan mempunyai hak untuk terlibat dalam hukum-hukum agama. Ia juga berhak dalam berijtihad, baik melalui cara tafsir (pemahaman eksoterik) maupun takwil (pemahaman esoterik). Bahkan, perempuan lebih patut dan relevan untuk menafsirkan ayat-ayat terkait dengan hak dan kewajibannya, karena ia lebih mengerti tentang persoalan dirinya daripada orang lain.” (hlm. 179).
Nazhirah Zainuddin menulis buku yang menimbulkan kontroversi hebat: As-Sufur wa al-Hijab.
Para intelektual muslim di banyak negara mengecam keras buku ini dan menuduhnya sebagai pikiran asing dari Islam.
Meskipun telah menjadi klasik, buku ini tentu tetap saja relevan dengan situasi terkini kita. Buku ini bahkan dapat menjadi bekal pengetahuan para aktivis perempuan, terutama yang beragama Islam.
Buku As-Sufur wal al-Hijab mengupas secara panjang lebar hal-hal yang berkaitan dengan perempuan, terutama tentang jilbab dalam perspektif dan semangat pembelaan terhadap perempuan.
Nazhirah Zainuddin tampaknya sangat menyadari, bahkan mengalami betapa pandangan keagamaan belum memihak kepada keadilan bagi perempuan.
Melalui buku ini, ia bekerja secara intelektual melakukan analisis kritis terhadap pandangan-pandangan konvensional tersebut.
Pada zamannya, ia boleh jadi merupakan satu-satunya perempuan, bukan hanya di dunia Arab, melainkan juga di dunia Islam, yang melakukan kajian tafsir feminis secara ilmiah dan dengan perspektif serta ruh perempuan muslimah. []