Mubadalah.id – Anggota Majlis Musyawarah Kongres Ulama Perempuan Indonesia (MM KUPI) Nur Rofiah menegaskan dalam menyusun fatwa KUPI, sepenuhnya harus melibatkan pengalaman dan pengetahuan perempuan.
Hal tersebut, lanjut kata Nur Rofiah, harus menjadi dasar, pasalnya pengalaman dan pengetahuan perempuan sangat berbeda dengan laki-laki.
“Penyusunan fatwa seharusnya melibatkan perempuan, termasuk perspektifnya. Sebab, perempuan memiliki pengetahuan dan pengalaman yang tidak dialami laki-laki,” kata Nur Rofiah, saat ngaji metodologi fatwa KUPI, pada Minggu, 3 April 2022.
Nur Rofiah mencontohkan bahwa pengalaman perempuan yang tidak dialami oleh laki-laki, di antaranya perempuan akan mengalami sakitnya menstruasi, hamil, lalu melahirkan, kemudian nifas.
Terlebih perempuan juga, kata dia, kerap menjadi korban dari ketidakadilan gender, mengalami kekerasan, bahkan penindasan.
Padahal, hal itu, lanjutnya, sangat bertentangan dengan ajaran agama Islam. Karena di dalam Islam, perempuan merupakan subyek penuh.
Perempuan, menurut dia, di hadapan Allah SWT adalah makhluk yang sama dengan laki-laki. Keduanya harus sama-sama dihormati, dan dimuliakan.
“Islam mendorong perempuan sebagai subyek penuh,” jelasnya.
Oleh sebab itu, founder Ngaji Keadilan Gender Islam itu menekankan dalam menyusun fatwa KUPI harus melibatkan pengalaman dan pengetahuan perempuan.
Karena, kalau ini menjadi dasar, apapun tindakan yang menyebabkan mafsadah dan mudarat bagi laki-laki dan perempuan, maka hukumnya haram.
Begitupun, jika tindakan yang menghadirkan kemaslahatan, kebaikan untuk keduanya, laki-laki dan perempuan, maka hukumnya wajib.
Sekilas Tentang KUPI
KUPI 2017 adalah kongres pertama yang dihadiri lebih dari 500 orang yang tidak hanya dari Indonesia saja, tetapi juga 15 negara lainnya dari seluruh benua. Selain ulama perempuan dalam negeri, hadir pula ulama perempuan dunia, di antaranya Mossarat Qadeem (Pakistan), Zainah Anwar (Malaysia), Hatoon Al-Fasi (Arab Saudi), Sureya Roble-Hersi (Kenya), Fatima Akilu (Nigeria), dan Roya Rahmani (the Ambassador of Afghanistan in Indonesia). Kongres ini digelar selama tiga hari pada 25 hingga 27 April 2017.
Kongres ini memiliki empat tujuan utama, yaitu:
- Mengakui dan mengukuhkan keberadaan dan peran ulama perempuan dalam kesejarahan Islam dan bangsa Indonesia;
- Membuka ruang pejumpaan para ulama perempuan tanah air dan dunia untuk berbagi pengalaman tentang kerja-kerja pemberdayaan perempuan dan keadilan sosial dalam rangka membumikan nilai-nilai keislaman, kebangsaan dan kemanusiaan;
- Membangun pengetahuan bersama tentang keulamaan perempuan dan kontribusinya bagi kemajuan perempuan dan peradaban umat manusia;
- Merumuskan fatwa dan pandangan keagamaan ulama perempuan Indonesia tentang isu-isu kontemporer dalam perspektif Islam rahmatan lil alamin.
[]