Mubadalah.id – Puan Menulis bersama 24 komunitas dan lembaga menggelar Open Mic 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP), pada Sabtu, 12 Desember 2022, malam.
24 komunitas dan Lembaga yang tergabung dalam kegiatan ini di antaranya: Puan Menulis, Srikandi Lintas Iman (Srili), Kalyanamitra, Lembaga Kajian Islam dan Transformasi Sosial, dan Mubadalah.id.
Kemudian, Pesantren Perempuan, Women Empowerment Indonesia (WEI), She Build Peace, WGWC, Lingkar Studi Feminis, dan Girls Ambassador for Peace (GA4P).
Serta, Peace Leader (PL), Feministic, Sekolah Perempuan, SukaSukaPuan, SPKinasih, Forum Jogja Damai. Gender Talks, Rifka Annisa, dan Dema IAIN Ponorogo.
Direktur AMAN Indonesia Dwi Rubiyanti Kholifah mengatakan bahwa Open Mic merupakan sebuah tanda suara perempuan harus dikuatkan, karena dengannya lah suara-suara yang redup bisa digaungkan.
“Suara perempuan khususnya para korban yang mengalami kekerasan seksual, sangat penting untuk diangkat sebagai bentuk perlawanan kepada publik dan ketidakadilan sosial,” kata Ruby, saat membuka acara Open Mic, yang digelar secara daring melalui platform Zoom Meeting.
Koordinator Puan Menulis, Muallifah mengajak para perempuan untuk terus mengisi ruang digital dengan mengkampanyekan narasi-narasi keadilan gender dan menolak segala kekerasan berbasis online.
Sementara itu, perwakilan Komunitas Candu Buku, Lukiana meminta agar para perempuan untuk terus meningkatkan pengetahuan dengan membaca.
Karena dengan membaca, dapat menumbuhkan kecerdasaan kepada para perempuan, sehingga mereka bisa melindungi tubuhnya sendiri dari berbagai kekerasan seksual.
Masalah UU KUHP
Selain itu, perwakilan Lingkar Studi Feminis Mereta menyebutkan, permasalahan yang tengah perempuan hadapi adalah dengan pengesahan undang-undang KUHP.
Permasalahan ini, kata Mereta, menyangkut pada kekerasan seksual yang harusnya masih dalam kejahatan tubuh. Namun pada pasal di KUHP masuk dalam kejahatan kesusilaan, yang masuk dalam norma.
Padahal norma di Indonesia sendiri masih banyak mendiskriminasikan tubuh perempuan.
“Sehingga yang katanya UU KUHP sejalan dengan TPKS masih perlu kita pertanyakan lagi. Apakah dengan sahnya UU KUHP, UU TPKS apakah bisa kita implementasikan dengan baik kedepannya, atau malah sebaliknya,” tukasnya.
Untuk kita ketahui, puluhan komunitas dan lembaga itu menyuarakan 16 HAKTP melalui berbagai kegiatan.
Seperti case study yang berkaitan dengan permasalan gender oleh Women Empowerment Indonesia.
Lalu, kesiapan dalam merangkul, membersamai, dan mengadvokasi korban kekerasan oleh Srikandi Lintas Iman.
Serta berbagai kegiatan prefentif edukatif untuk mempromosikan bagaimana perempuan muda bisa menggunakan ruang aman sebagai tempat pembentukan karakter oleh Girl Ambassador for Peace.