Mubadalah.id – Dalam beberapa catatan hadis, Nabi Muhammad Saw membolehkan para perempuan yang ikut perang. Kebolehan para perempuan ikut perang itu merujuk pada salah satu hadis dari Shahih Bukhari. Isi hadis tersebut sebagai berikut:
Rubayyi’ binti Mu’awwidz Ra. berkata, “Sungguh kami, para perempuan, ikut berperang bersama Nabi Muhammad Saw, memberi minum dan melayani kebutuhan pasukan. Kami juga membawa pulang mereka yang terluka dan yang terbunuh ke Madinah. (Shahih al-Bukhari).
Teks hadits sahabat perempuan Rubayyi’ binti Mua’wwidz Ra ini, menurut Faqihuddin Abdul Kodir, menjadi salah satu bukti historis keterlibatan perempuan dalam bela negara di awal Islam. Jika diartikan lebih luas, ini juga bisa dianggap sebagai aktivitas politik. Jadi, ada teladan perempuan yang aktif di arena politik di masa awal Islam.
Selain itu, sebenarnya, jika kita meyakini perempuan sebagai manusia utuh, pertanyaan preseden dan teladan tidaklah perlu. Tetapi, kesangsian terhadap kemanusiaan mereka seringkali eksesif.
Ketika sudah ada preseden pun, peran mereka disempitkan hanya untuk urusan akomodasi dan medis. Peran ini pun direndahkan dan tidak diapresiasi secara memadai, yang berbeda halnya dari peran-peran yang diambil laki-laki.
Mari Beri Apresiasi Perempuan
Teks ini bukan soal stereotip peran akomodasi dan medis bagi perempuan. Tetapi, ia tentang teladan partisipasi mereka yang diapresiasi sama seperti apresiasi kita terhadap peran politik dalam bentuk-bentuk lain oleh laki-laki.
Dengan perspektif ini, mestinya, kepahlawanan juga kita sematkan pada perempuan yang berkorban untuk umat dan negara. Termasuk dalam bidang akomodasi, medis, dan pendidikan. Juga bidang-bidang yang lain.
Kepahlawanan mestinya tidak hanya dapat kita ukur dari pengorbanan fisik yang bersifat militeristik, tetapi semua jenis pengorbaran untuk eksistensi keagamaan, kemanusiaan, dan peradaban. Ini karena para sahabat nabi perempuan yang ikut perang tidak semuanya mengangkat senjata. Akan tetapi para sahabat nabi perempuan yang ikut perang ini ada yang menjadi perawat.
Jika tolak ukurnya demikian, maka akan banyak perempuan yang berhak atas apresiasi dan dukungan-dukungan moril dan materiil karena kiprah pengorbanan mereka yang riil di lapangan, termasuk kepada para sahabat nabi perempuan yang ikut perang.
Sahabat Perempuan yang Ikut Perang
Pertama, ada kisah Aisyah binti Abu Bakar Ra dan Ummu Sulaim Ra (Shahih Bukhari, no. 2918, 3858, 4113: dan Shahih Muslim, no. 4786),
Kedua, Ummu Salit Ra (Shahih Bukhari, no. 2919 dan 4120) di Perang Uhud.
Ketiga, kisah Ar-Rabi’ binti al-Mu’awwidz Ra tentang para perempuan yang ikut terlibat dalam berbagai peperangan (Shahih Bukhari, no. 2920 dan 2921).
Keempat, secara khusus kisah Ummu ‘Athiyyah al-Anshariyah Ra tentang hidupnya yang ikut Nabi Muhammad Saw dalam 7 peperangan (Shahih Muslim, no. 4793). Dalam sumber-sumber sejarah, kesaksian para perempuan ini lebih banyak lagi. []