Mubadalah.id – Dalam beberapa kisah perjalanan Nabi Muhammad Saw, banyak catatan yang menyebutkan bahwa para perempuan yang ikut melakukan hijrah dan jihad. Hijrah dan jihad perempuan, menurut Nabi Muhammad, dicatat sebagai pahala. Nah berikut pahala jihad perempuan dalam Islam. (Baca: Mengurus dan Melayani Ibu dapat Pahala seperti Orang Berjihad)
Menurut Faqihuddin Abdul Kodir di dalam buku Perempuan Bukan Sumber Fitnah, di dalam al-Qur’an ada ayat eksplisit yang menyebutkan hijrah dan jihad perempuan dan laki-laki. (Baca: Perempuan Anshar dalam Barisan Hijrah, Meneladani Spirit Nusaibah)
فَاسْتَجَابَ لَهُمْ رَبُّهُمْ اَنِّيْ لَآ اُضِيْعُ عَمَلَ عَامِلٍ مِّنْكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ اَوْ اُنْثٰىۚ بَعْضُكُمْ مِّنْۢ بَعْضٍۚ فَالَّذِيْنَ هَاجَرُوْا وَاُخْرِجُوْا مِنْ دِيَارِهِمْ وَاُوْذُوْا فِيْ سَبِيْلِيْ وَقٰتَلُوْا وَقُتِلُوْا لَاُكَفِّرَنَّ عَنْهُمْ سَيِّاٰتِهِمْ وَلَاُدْخِلَنَّهُمْ جَنّٰتٍ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْاَنْهٰرُۚ ثَوَابًا مِّنْ عِنْدِ اللّٰهِۗ وَاللّٰهُ عِنْدَهٗ حُسْنُ الثَّوَابِ
Fastajâba lahum rabbuhum annî lâ udlî‘u ‘amala ‘âmilim mingkum min dzakarin au untsâ, ba‘dlukum mim ba‘dl, falladzîna hâjarû wa ukhrijû min diyârihim wa ûdzû fî sabîlî wa qâtalû wa qutilû la’ukaffiranna ‘an-hum sayyi’âtihim wa la’udkhilannahum jannâtin tajrî min taḫtihal-an-hâr, tsawâbam min ‘indillâh, wallâhu ‘indahû ḫusnuts-tsawâb (Baca: Hukum Menikahi Perempuan Hamil Karena Zina)
Artinya : Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman), “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki maupun perempuan, (karena) sebagian kamu adalah (keturunan) dari sebagian yang lain.
Maka orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang terbunuh, pasti akan Aku hapus kesalahan mereka dan pasti Aku masukkan mereka ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, sebagai pahala dari Allah. Dan di sisi Allah ada pahala yang baik.” (QS. Ali ‘Imran: Ayat 195) (Baca: Apakah Nafkah Keluarga itu Kewajiban Suami?)
Ayat ini, kata Kang Faqih, diawali dengan pernyataan bahwa Allah Swt mendengar dan menjawab keluhan mereka, yang bisa jadi merujuk kepada para perempuan yang datang kepada Rasulullah Saw tersebut. (Baca: Mengapa RUU PKS Penting untuk Melindungi Perempuan?)
“Kisah permintaan para perempuan ini, dalam kitab-kitab tafsir, juga menjadi sebab dari turunnya ayat-ayat lain yang eksplisit gender, seperti QS. al-Ahzab (33): 35 tentang pokok-pokok keimanan dan keislaman,” tulisnya. (Baca: Nabi Menghancurkan Berhala di Kakbah: Intoleransikah?)
Selain itu, di dalam beberapa catatan Hadis dan tafsir, Kang Faqih menyampaikan, yang datang meminta kepada Rasulullah Saw adalah sahabat perempuan, yang terlibat aktif dalam kerja-kerja hijrah dan jihad perempuan, seperti Umm Salamah r.a, Asma’ bint Umais r.a, Nusaibah bint Ka’ab atau Umm Ammarah al-Ansariyah ra. (Baca: Kisah Para Sahabat Perempuan Nabi Saw yang Korbankan Harta dan Nyawanya Demi Islam)
Hadis Hijrah dan Pahala Jihad Perempuan
Salah satu hadis tentang hijrah dan jihad perempuan adalah seperti yang dicatat oleh Imam Tirmidzi dalam Sunan-nya.
Dari Umm Ammarah al-Anshariyah r.a, berkata: bahwa dirinya mendatangi Rasulullah Saw dan berkata: “Aku tidak melihat segala sesuatu kecuali hanya untuk para laki-laki saja. Aku juga tidak melihat para perempuan disebut kiprah mereka (oleh al-Qur’an secara jelas dan tegas). (Baca: Kiprah Para Perempuan Masa Nabi Saw Dalam Memberikan Partisipasi Politik)
Lalu turunlah ayat ini “Sesungguhnya laki-laki yang Muslim dan perempuan yang Muslim, laki-laki yang beriman dan perempuan yang beriman, dan seterusnya. (QS. al-Ahzab (33): 35)” (Sunan al-Tirmidzi, Kitab Tafsir al-Qur’an, no. 2517). (Baca: Layanan Hotline Pengaduan; Jihad Perempuan Melawan Kekerasan)
“Semangat para sahabat perempuan ini yang menginspirasi bagaimana metode mubadalah bisa menemukan makna dari teks-teks yang sering kali spesifik untuk laki-laki, padahal maknanya bersifat universal bisa mencakup perempuan,” jelasnya. (Baca: Membaca Pengalaman Ibu Ha Young Eun NWABU dengan Perspektif Mubadalah)
“Tujuanya agar makna-makna yang integral dengan visi rahmat lil ‘alamin dan misi akhlak karimah Islam bisa muncul, hadir, dan menyapa laki-laki dan perempuan. Kebaikan yang disarankan makna tersebut menjadi tanggung jawab bersama dan diperoleh bersama, begitu pun keburukannya, harus terjauhkan dari keduanya sebagai tanggung jawab bersama, termasuk masalah hijrah dan jihad” tukas Kang Faqih. (Rul)