Mubadalah.id – Di awal Ramadan tahun 2021, saya menemukan banyak sekali forum-forum pengajian online yang diisi sepenuhnya oleh laki-laki. Setelah itu, kemudian muncul poster-poster pengajian yang diisi oleh perempuan sebagai anti-tesa bahwa perempuan tidak memiliki kapabilitas untuk memberikan ilmu agama.
Mubadalah.Id bersama Rahima, Fahmina dan We Lead mengadakan pengajian Kelas Intensif Ramadan yang diisi sepenuhya oleh Ulama Perempuan. PSIPP ITB Ahmad Dahlan menghadirkan acara Ramadhan inklusif bersama pejuang hak asasi manusia, perempuan dan disabilitas. Muslimah Reformis Foundation menghadirkan Salam Ramadan Muslimah Reformis dimana pematerinya sebagai besar adalah perempuan.
Ternyata perempuan dan kelompok rentan itu bukan tidak bisa duduk di depan dan memberikan materi. Mereka hanya tidak pernah diberi kesempatan. Akses bicara mereka terbatas atau bahkan dibatasi. Padahal mereka memiliki kapabilitas yang sama bahkan bisa melebihi laki-laki ketika diberi akses yang sama. Saya merinding sendiri ketika mengikuti kelas intensif ramadan di mubadalah, para Ulama perempuan itu faqih secara agama dan memiliki pengalaman perempuan yang harus dibicarakan.
Sama seperti Ulama, pahlawan perempuan juga jarang disebutkan dalam sejarah Islam. Itu bukan menandakan bahwa tidak ada pahlawan perempuan. Pahlawan perempuan ada, bahkan berlimpah. Berikut lima pahlawan perempuan yang mewarnai perjuangan Islam di medan perang:
- Nusaibah binti Kaab
Nusaibah adalah perempuan yang pertama-tama masuk Islam. Nusaibah ikut bertempur ketika perang Uhud. Dalam perang Uhud, pasukan muslim mengalami kekalahan atas pasukan Quraisy karena para pemanah yang diperintahkan untuk tetap berada di bukit Uhud turun untuk mengambil harta rampasan perang. Sementara para laki-laki mengambil harta rampasan, Nusaibah melindungi Rasul yang saat itu diserang oleh kelompok Quraisy. Rasul kemudian berkali-kali menyebut nama Nusaibah ketika mengingat perang Uhud
“Setiap saya (Rasulullah) menoleh ke kiri maupun ke kanan, saya melihatnya gigih melindungi saya”. (Thabaqat Ibn Sa’d).
- Khaulah binti Azur
Perempuan pahlawan selanjutnya adalah Khaulah binti Azur. Ia sering dijuluki sebagai the black rider. Disaat perang Romawi, Khaulah menjadi tim medis dan logistik seperti perempuan kebanyakan. Namun ia mendengar kabar bahwa kakaknya, Dhirara bin Azur tertawan. Khaulah segera menuju medan perang dengan membalut tubuhnya menggunakan pakaian serba hitam. Khaulah begitu tangkas menghunus musuh-musuh. Pasukan muslim di bawah kepemimpinan Khalid bin Walid tercengang melihat ksatria yang muncul tiba-tiba bersama kuda dan terbalut rapat dengan baju hitamnya.
Khaulah kemudian dijuluki sebagai “pedang Allah” sebagaimana Khalid bin Walid. Di perang Sahura, Khaulah dan beberapa sahabat perempuan yang menjadi tim medis sempat tertawan. Namun Khaulah tak habis akal. Ia mengomandai para perempuan untuk menggunakan barang-barang di sekitar mereka untuk melarikan diri. Akhirnya, para perempuan tawanan berhasil meloloskan diri.
- Umm Hakim
Umm Hakim adalah sahabat perempuan luar biasa Nabi. Dalam peperangan Marj al-safr, ia membunuh tujuh orang tentara Bizantium yang mencoba memasuki tendanya dengan menggunakan tiang tenda. Saat itu, Umm Hakim masih menggunakan pakaian pengantin karena ia baru saja menikah dengan Khalid bin Saeed yang kemudian syahid di pertempuran. Umar bin Khattab lalu melamar Umm Hakim karena kepahlawanannya.
- Ghazala al-Haruriyya
Ghazala adalah seorang perempuan pemimpiin Kharijities pada abad ke-7 Masehi yang begitu kuat. Ia memimpin pasukannya untuk melawan khalifah Umayah. Ghazala membuat pemimpin Umayah Irak saat itu, Hajaj Ibn Yusuf melarikan diri. Ia memperingatinya dengan menggunakan puisi. Pada tahun 677 M, Ghazala dan pasukannya menguasai Kota Kuffah. Sehari setelah penaklukan, Ghazala memimpin shalat prajurit laki-laki di masjid dengan membacakan dua ayat terpanjang dalam al-Qur’an. Khajiritie Islam berpendapat bahwa perempuan boleh menjadi imam jika dia mampu menjalankan tugas yang diperlukan.
- Fannu, Ratu Almoravid
Fannu, perempuan yang wafat karena mempertahankan tanahnya. Ia adalah putri Umar Ibn Yintan dari dinasti Almoravid Maroko. Pada bulan Maret 1147, pasukan Abd al-Mumin dari kekhalifahan Almohad datang ke Almoravid untuk menaklukannya. Fannu menyamar sebagai seorang pria dengan mengenakan baju besi dalam pertahanan Almoravid Marrakech di benteng pertahanan mereka. Almohad tidak berhasil menduduki benteng sebelum Fannu terbunuh. Mereka heran dengan keberanian Fannu dan tidak menyangka ia adalah perempuan.
Perempuan di Istana Almoravid Maroko memang dihormati, berbeda dengan kebanyakan kerajaan Islam saat itu. Banyak perempuan di Maroko memiliki pengaruh dalam urusan kenegaraan seperti Zaynab an-Nafzawiyah. Pendidikan perempuan di Istana Maroko juga diperbolehkan. Sejarah mencatat terdapat dua dokter yang lahir dari kerajaan Maroko. Beberapa sejarawan juga mencatat bahwa perempuan di Maroko saat itu tidak menggunakan kerudung.
Pahlawan-pahlawan perempuan dalam Islam ini menunjukan bahwa Perempuan memilki kapabilitas dan kemampuan yang sama dengan laki-laki. Beberapa dari mereka bahkan harus menyamar menjadi seorang laki-laki terlebih dahulu untuk membela yang mereka yakini. Ini menunjukan akses dan kontrol mereka dibatasi. Namun, mereka tidak tinggal diam, mereka merebutnya. Meskipun harus dengan menyamar. Tapi sayangnya, sejarah jarang menyebut nama mereka. Untuk para perempuan syuhada yang bertarung mempertahankan tempatnya, semoga saat ini mereka berada di surga. Al-fatihah. []