Jumat, 14 November 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    silent revolution

    Prof. Alimatul Qibtiyah Sebut Silent Revolution sebagai Wajah Gerakan Perempuan Indonesia

    Alimat

    Alimat Teguhkan Arah Gerakan Perempuan Lewat Monev Sosialisasi Pandangan Keagamaan KUPI tentang P2GP

    mahasiswa dan diaspora Indonesia di Sydney

    Mahasiswa dan Diaspora Indonesia di Sydney Tolak Soeharto Jadi Pahlawan Nasional

    Soeharto

    Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto

    Pahlawan Soeharto

    Ketua PBNU hingga Sejarawan Tolak Gelar Pahlawan Soeharto, Dosanya Besar bagi NU dan Masyarakat

    Disabilitas

    Di UNIK Cipasung, Zahra Amin: Jadikan Media Digital Ruang Advokasi bagi Penyandang Disabilitas

    Bagi Disabilitas

    Rektor Abdul Chobir: Kampus Harus Berani Melahirkan Gagasan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas

    Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    4 Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah bagi

    Fiqh al-Murunah: Menakar Azimah dan Rukhsah dari Pengalaman Difabel

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Rahmah el-Yunusiyah

    Pentingnya Menjaga Warisan Rahmah El-Yunusiyah bagi Generasi Hari Ini

    Rahmah el-Yunusiyah

    Rahmah El-Yunusiyah: Perempuan Indonesia yang Mengubah Kebijakan Al-Azhar

    Berdayakan Penyandang Disabilitas

    Akhiri Stigma, Hentikan Bullying, dan Berdayakan Penyandang Disabilitas

    Energi Terbarukan

    Mengapa Energi Terbarukan dari Panel Surya hingga Bobibos Masih Belum Jadi Prioritas Negara?

    Perempuan Adat

    Perempuan Adat di Tengah Krisis Iklim

    Kepemimpinan Perempuan

    3 Ayat yang Kerap Dijadikan Dalil Penolakan Kepemimpinan Perempuan

    Merayakan Hari Ayah

    Selayaknya Ibu, Merayakan Hari Ayah Pun Layak Kita Lakukan

    Perempuan di Politik

    Mengapa Perempuan Masih Diragukan di Ranah Politik?

    Perempuan Menjadi Pemimpin

    Ulama Fiqh yang Membolehkan Perempuan Menjadi Pemimpin dan Hakim

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

    Rumah Tangga dalam

    Mencegah Konflik Kecil Rumah Tangga dengan Sikap Saling Terbuka dan Komunikasi

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    silent revolution

    Prof. Alimatul Qibtiyah Sebut Silent Revolution sebagai Wajah Gerakan Perempuan Indonesia

    Alimat

    Alimat Teguhkan Arah Gerakan Perempuan Lewat Monev Sosialisasi Pandangan Keagamaan KUPI tentang P2GP

    mahasiswa dan diaspora Indonesia di Sydney

    Mahasiswa dan Diaspora Indonesia di Sydney Tolak Soeharto Jadi Pahlawan Nasional

    Soeharto

    Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto

    Pahlawan Soeharto

    Ketua PBNU hingga Sejarawan Tolak Gelar Pahlawan Soeharto, Dosanya Besar bagi NU dan Masyarakat

    Disabilitas

    Di UNIK Cipasung, Zahra Amin: Jadikan Media Digital Ruang Advokasi bagi Penyandang Disabilitas

    Bagi Disabilitas

    Rektor Abdul Chobir: Kampus Harus Berani Melahirkan Gagasan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas

    Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    4 Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah bagi

    Fiqh al-Murunah: Menakar Azimah dan Rukhsah dari Pengalaman Difabel

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Rahmah el-Yunusiyah

    Pentingnya Menjaga Warisan Rahmah El-Yunusiyah bagi Generasi Hari Ini

    Rahmah el-Yunusiyah

    Rahmah El-Yunusiyah: Perempuan Indonesia yang Mengubah Kebijakan Al-Azhar

    Berdayakan Penyandang Disabilitas

    Akhiri Stigma, Hentikan Bullying, dan Berdayakan Penyandang Disabilitas

    Energi Terbarukan

    Mengapa Energi Terbarukan dari Panel Surya hingga Bobibos Masih Belum Jadi Prioritas Negara?

    Perempuan Adat

    Perempuan Adat di Tengah Krisis Iklim

    Kepemimpinan Perempuan

    3 Ayat yang Kerap Dijadikan Dalil Penolakan Kepemimpinan Perempuan

    Merayakan Hari Ayah

    Selayaknya Ibu, Merayakan Hari Ayah Pun Layak Kita Lakukan

    Perempuan di Politik

    Mengapa Perempuan Masih Diragukan di Ranah Politik?

    Perempuan Menjadi Pemimpin

    Ulama Fiqh yang Membolehkan Perempuan Menjadi Pemimpin dan Hakim

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

    Rumah Tangga dalam

    Mencegah Konflik Kecil Rumah Tangga dengan Sikap Saling Terbuka dan Komunikasi

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Aktual

Pakar dan Aktivis Lingkungan Jaringan Ulama Perempuan: Soal Tambang, KUPI Harus Menaikkan Level Politisnya

Sebagai sebuah unit terkecil KUPI benar-benar politik banget gitu, karena dia tidak hanya bicara tentang lingkup kecil, tetapi bicara dimensi politik dan ekologi itu dalam ranah diri, generasi dan kelompok marginal. Dan itu politis sekali.

Redaksi Redaksi
20 Juni 2024
in Aktual
0
KUPI

KUPI

720
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 yang mengatur tentang kebolehan organisasi masyarakat (ormas) keagamaan untuk mengelola tambang telah menimbulkan berbagai kontroversi dan perdebatan di kalangan publik, ulama perempuan KUPI (Kongres Ulama Perempuan Indonesia), akademisi, dan praktisi industri.

Banyak pihak yang mempertanyakan kelayakan dan potensi dari pelibatan ormas keagamaan dalam sektor pertambangan yang memiliki kompleksitas tinggi dan memerlukan keahlian teknis khusus.

Pada kesempatan kali ini, Mubadalah.id berbincang dengan Siti Maemunah. Beliau adalah aktivis dan pakar lingkungan dari jaringan ulama perempuan Indonesia yang belasan tahun berkecimpung dengan isu pertambangan.

Dalam wawawanca, salah satu board di JATAM (Jaringan Advokasi Tambang) dan peneliti di Sajogyo Institute itu menjelaskan terkait pandangan ulama KUPI tentang PP Tambang dan pentingnya KUPI menaikkan level politisnya.

Tanggapan Ulama Perempuan

Mubadalah.id (M): Bagaimana peran KUPI atau ulama perempuan terkait Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang kebolehan ormas keagamaan mengelola tambang? Apa yang harus dilakukan?

Siti Maemunah (SM): Yang pertama, saya pernah ikut KUPI pertama jelas sekali bahwa fatwanya berkaitan bahwa merusak itu enggak boleh atau haram.

Kemudian saya lihat KUPI mulai masuk pada konteks mengurus sampah. Jadi ada satu praktik kolektif yang sedang KUPI lakukan. Menurut saya ini semakin menunjukkan bahwa effort KUPI selama ini perlu dipercepat (up to date) juga dengan isu-isu yang berkembang sekarang gitu. Bahwa bagaimana meletakan lingkungan menjadi prioritas.

Karena kan seingat saya dulu yang dibahas oleh KUPI adalah berkaitan dengan bagaimana isu-isu lingkungan itu atau sumber daya alam itu menimbulkan kesenjangan-kesenjangan sosial dan ekonomi itu terus gede loh. Tepatnya sejak KUPI pertama 2017 sampai sekarang hampir 10 tahun lah ya 9 tahun lah ya dengan fatwa KUPI pertama. Itu mestinya kita refleksi sebagai apa yang membaik apa yang tidak berubah misalnya gitu.

Dan KUPI sangat fasih bicara berkaitan dengan misalnya KDRT dan juga kawin anak. Tetapi menurut saya menjadi penting kemudian meletakkan bahwa kekerasan terhadap perempuan itu bersamaan juga terjadinya kekerasan terhadap alam dan itu saling berkelindan. Bahkan hal ini bisa kita lihat bagaimana di Indonesia.

Di Indonesia misalnya pembrangusan gerakan feminis di Indonesia pada tahun 65 itu tidak lama kemudian disertai dengan perubahan kebijakan yang memungkinkan eksploitasi sumber daya alam besar-besaran. Misalnya paket undang-undang tahun 1967 yang dikeluarkan oleh Soeharto. Di dalamnya ada undang-undang penanaman modal asing, untuk mempertahankan modal dalam negeri, dalam negerinya Nomor 8. Lalu juga undang-undang pertambangan dan undang-undang kehutanan gitu.

Meletakkan Lensa KUPI

Jadi penting sih KUPI meletakkan lensanya itu, bagaimana sistem kapital itu mendapat keuntungan dari kekerasan atau subordinasi, diskriminasi terhadap perempuan tapi juga alam gitu ya.

Karena dari sinilah sebenarnya surplus tenaga kerja itu untuk memperbesar putaran uang tidak dapat yaitu kerja perempuan yang dalam sistem kapitalis itu gratis dan seolah-olah itu kerja alam. Bayangkan kerja alam ini yang jutaan tahun kemudian digali dengan harga murah dan pecah. Seperti tadi saya sebut ektravimisme. Nah menurut saya, KUPI perlu sekali untuk mempertajam satu analisisnya itu.

Kedua, KUPI harus meningkatkan level right atau uji coba praktik-praktiknya dari konteks sampah kepada yang lebih luas. Jadi gini ya, sampah itu punya dimensi seolah-olah dalam pemahaman kita itu sesuatu yang di luar diri kita. Gimana kalau kita misalnya taruh sepaket nih apa yang terjadi pada produksi, konsumsi dan pembuangan.

Karena pendekatan sampah itu lebih kepada pendekatan ada sesuatu yang dibuang gitu. Tapi dia tidak masuk kategori limbah. Tapi misalkan untuk mendapatkan 1 gram emas dibuang 2,1 ton limbah. Ini maknanya bisa mencemari sumber air dan seterusnya gitu. Juga merusak lahan sumber air dan seterusnya.

Menaikan Level Right

Jadi penting menurut saya kemudian dimensinya yang selama ini exercise-nya dengan sampah ini bisa dinaikin level right-nya, kita hubungkan dengan tubuh kita sebagai bagian dari sirkuit produksi konsumsi dan pembuangan sampah limbah. Karena jika tidak kita itu seperti parsial gitu, seolah-olah kita enggak bertanggung jawab untuk urusan sampah. Kita hanya bertanggung jawab pengelolaannya. Kita tidak bertanggung jawab untuk misalnya membatasi sebisa mungkin menambah pakaian, membatasi bisa mungkin membeli alat-alat elektronik kalau enggak penting, gonta-ganti handphone misalnya.

Tapi lebih jauh sebenarnya kemudian juga punya kesadaran berdimensi, yang dimensinya itu melampaui tempat kita misalnya saya duduk di sini sebagai individu. Melampaui ruang-ruang negara begitu dan itu akhirnya terkoneksi dengan alamnya sendiri, misalnya begini saat kita bicara tentang handphone, menggunakan handphone maka kita enggak akan lepas dari sekitar 21 rakitan mineral di handphone ini yang misalnya timahnya bisa jadi didapat dari Pulau Bangka Belitung ya, yang rusak karena tambang timahnya ini bongkar.

Tapi juga bisa jadi dari Filipina gitu, karena Filipina juga produksi 1 terbesar saat ini gitu. Terus di sini ada kobal gitu. Kobal dan litium misalnya itu hanya diproduksi yang satu di Bolivia dan yang satunya di Kongo. Bahkan tambang-tambang itu semacam menjadi energi untuk tambangnya, dan putaran uangnya menjadi perang saudara. Termasuk anak-anak yang diculik untuk jadi tentara anak yang menjaga lubang-lubang tambang itu.

Menaikkan Level Politis

Jadi menurut saya, kemudian penting bagi KUPI untuk menaikkan level politisnya sebagai gerakan dan tafsir. Karena yang selama ini enggak kita dengar sebenarnya ada tafsir yang kritis berkaitan dengan pemaknaan lingkungan.

Nah ini, mungkin saya bisa bicara lingkungan tapi saya punya kelemahan bicara berkaitan dengan al-Qur’an atau Hadis dan seterusnya. Karena saya tidak mempelajari. Tetapi ini bisa kita percakapan sebenarnya gitu ya.

Menurut saya sudah waktunya KUPI untuk meningkatkan level ini menjadi lebih politis di isu lingkungan. Karena ke depan memang situasi alamnya mensyaratkan itu. Apalahi hal ini berkaitan dengan perubahan iklim dan terusnya, udah nggak bisa mundur lagi gitu.

Bahkan diramalkan di 2028 itu kita sudah akan melewati batas toleransi satu setengah derajat yang selalu kita bilang sebagai “oh ini harus kita pertahankan,”  saya rasa itu.

M: Mengapa KUPI penting untuk menaikkan level politisnya?

SM: Level politis itu misalnya mengkaji dengan lebih kritis. Di mana hal ini berkaitan dengan itu tadi. Yaitu cara melihat. Jadi cara melihatnya kalau sekarang misalnya mengelola sampah itu sebenarnya bicara ya enggak apa-apa kita mengkonsumsi sebesar-besarnya, asalkan sampahnya kita kelola kira-kira begitu ya.

Jadi dia meletakkan itu bagian di luar tubuh kita. Tetapi kalau itu kita letakkan bahwa kita itu berada dalam sirkuit ekstraktivisme ini menarik. Konsep ekstraktivisme ini sebenarnya enggak cuman bicara membongkar, tetapi sebuah sirkuit yang menghubungkan pembongkaran, transportasi, pengolahan sampai kepada konsumen itu sirkuitnya si ekstraktivisme ini.

Sehingga kalau kita di situ maka kemudian kita bisa membayangkan konteks bagaimana hubungan produksi, konsumsi dan pembuangan limbah itu tadi. Mari kita letakkan sampah ini bisa juga sebagai limbah.

Menghubungkan dengan Sirkuit

Sehingga dari situ maka kita akan memikirkan kalau sampah itu kan ujung gitu, tapi tidak coba dihubungkan dengan sirkuit itu tadi. Maka saat kita menghubungkan itu, kita akan berpikir tentang perempuan-perempuan dan anak-anak di wilayah-wilayah yang dirusak oleh ekstraktivisme ini.

Saat kita bicara letakkan dalam dimensi konsumsi maka kemudian kita akan memikirkan ulang barang apa yang kita mau beli, produk apa yang mau kita boikot sama seperti saat kita bicara Palestina. Kita bisa tuh melakukan itu.

Lalu, model ekonomi seperti apa yang kita mau dorong? ada salah satu contoh misalnya, model community supporting agriculture. Dia sebuah komunitas yang memproduksi, dia enggak punya tanah enggak apa-apa, tapi ada dia bisa sewa tanah bareng-bareng, yang kemudian dia produksi secara komunal. Dia tahu enggak pakai pupuk misalnya. Jadi ekonomi perawatan yang kemudian dia menjadi lebih tahu yang dia konsumsi. Termasuk kaos misalnya, untuk memproduksi satu kaos itu setidaknya membutuhkan 2.700 liter air.

Dan karena KUPI konteksnya perempuan maka kemudian dia meletakkan konteks itu juga kepada generasi-generasinya seperti Gen-Z dan seterusnya itu. Jadi sebagai sebuah unit terkecil KUPI benar-benar politik banget gitu. Karena dia tidak hanya bicara tentang lingkup kecil, tetapi bicara dimensi politik dan ekologi itu dalam ranah diri, generasi dan kelompok marginal. Dan itu politis sekali.

Ruang Politik KUPI

Sehingga kemudian saat dia bicara tentang limbah itu tidak di ujung gitu. Tetapi sebuah rentetan yang kemudian ia hubungkan juga dengan wilayah-wilayah yang mereka rusak di mana perempuan itu ada. Itu maksudnya agar ruang politik KUPI lebih kritis lagi.

Yang menarik adalah percakapan di grup Fatayat Tangsel, yaitu model ekonomi yang saling merawat itu sudah kita praktikkan. Apalagi berkaitan dengan sampah. Dan salah satu Bu Nyai Tho’ah dari Cirebon itu yang sudah mempraktikkan ini.

Ia mengatakan bahwa dulu itu kami harus beli air, tapi sejak kami mengelola sampah, kami sudah nggak beli air lagi, karena sumber airnya membaik.

Jadi ini resiprokal lho. Praktik-praktik ini jangan-jangan untuk meletakkan bahwa sebenarnya alam ini punya entitas. Jadi langkah awal ini perlu kita teruskan dalam konteks politik ekologi yang lebih kritis. []

Tags: aktivis lingkunganjaringanKupiLevel PolitikusPakarTambangulama perempuan
Redaksi

Redaksi

Terkait Posts

Alimat
Aktual

Alimat Teguhkan Arah Gerakan Perempuan Lewat Monev Sosialisasi Pandangan Keagamaan KUPI tentang P2GP

10 November 2025
Perempuan KUPI yang
Keluarga

KUPI Menolak Tafsir yang Menafikan Martabat Perempuan

2 November 2025
Mandat KUPI
Publik

Membaca Mandat KUPI dalam Kerangka Rahmatan lil ‘Alamin

2 November 2025
Feminisme Sufistik
Publik

Feminisme Sufistik: Menemukan Ruang Tengah antara Emansipasi dan Spiritualitas

2 November 2025
Perspektif Trilogi KUPI
Publik

Perspektif Trilogi KUPI dalam Pemenuhan Hak-hak Disabilitas

30 Oktober 2025
Hj Hanifah Muyasaroh
Figur

Ibu Nyai Hj Hanifah Muyasaroh, Teladan yang Membanggakan

26 Oktober 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Merayakan Hari Ayah

    Selayaknya Ibu, Merayakan Hari Ayah Pun Layak Kita Lakukan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Perempuan Masih Diragukan di Ranah Politik?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Energi Terbarukan dari Panel Surya hingga Bobibos Masih Belum Jadi Prioritas Negara?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perempuan Adat di Tengah Krisis Iklim

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 3 Ayat yang Kerap Dijadikan Dalil Penolakan Kepemimpinan Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Teruslah Bodoh Jangan Pintar: Antara Cacat Moral dan Disabilitas Fisik
  • Pentingnya Menjaga Warisan Rahmah El-Yunusiyah bagi Generasi Hari Ini
  • Film Pangku: Kasih Ibu yang Tak Pernah Sirna
  • Rahmah El-Yunusiyah: Perempuan Indonesia yang Mengubah Kebijakan Al-Azhar
  • Akhiri Stigma, Hentikan Bullying, dan Berdayakan Penyandang Disabilitas

Komentar Terbaru

  • Refleksi Hari Pahlawan: Tiga Rahim Penyangga Dunia pada Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto
  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID