Mubadalah.id – Dalam Islam, laki-laki maupun perempuan boleh memiliki harta selama dihasilkan dari cara yang halal dan digunakan untuk hal-hal yang halal. Seseorang juga diperbolehkan bekerja untuk mencari pendapatan yang lebih baik dan lebih banyak untuk memenuhi seluruh kebutuhan diri dan keluarganya. Lalu bagaimana Islam melihat jika ada pendapatan istri yang lebih besar dari suami?
Terkait dengan pendapatan, yang dipertimbangkan adalah dari mana seseorang memperoleh harta atau pendapatan tersebut dan digunakan untuk apa. Bukan siapa yang memilikinya (laki-laki atau perempuan).
Dari Ibnu Mas’ud r.a. dari Nabi Saw bersabda,
“Seseorang tidak akan bisa beranjak dari Tuhan kelak pada Hari Kiamat, kecuali setelah ia dimintai pertanggungjawaban atas lima hal.
Yaitu, tentang umurnya dalam hal apa ia habiskan, tentang kekuatan masa mudanya dalam hal apa ia gunakan, tentang hartanya dari mana ia dapatkan dan ke mana ia nafkahkan.
Serta tentang ilmunya apakah sudah ia amalkan.” (Sunan al-Tirmidzi, no. 2601).
Banyak ayat al-Qur’an yang meminta umat Islam untuk beriman dan bekerja secara baik. Di antara ayat-ayat ini secara eksplisit menyebut kata perempuan.
Ungkapan eksplisit ini untuk menghindari pemahaman bahwa urusan bekerja hanyalah urusan laki-laki.
Setidaknya ada 4 ayat yaitu: QS. Ali Imran (3): 195: QS. al-Nisa (4): 124: QS. al-Nahl (16): 97: dan QS. Ghafir (40): 40), yang secara tegas dan eksplisit menyebutkan perempuan bekerja.
Sebagai contoh ayat berikut:
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّنْ ذَكَرٍ اَوْ اُنْثٰى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهٗ حَيٰوةً طَيِّبَةًۚ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ اَجْرَهُمْ بِاَحْسَنِ مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ
Artinya: Barangsiapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (QS. al-Nahl (16): 97).
Tafsir Kata Amila
Kata amila pada ayat tersebut berarti berbuat atau bekerja. Dalam al-Qur’an, kata ini selalu bergandengan dengan atribut shaliha yang berarti kebaikan.
Dalam bahasa Indonesia ada frasa “amal saleh” yang berarti segala tindakan dan pekerjaan yang baik yang melahirkan hasil baik dan berdampak baik untuk kehidupan.
Amal saleh bisa berupa ibadah vertikal atau ritual relasi seseorang dengan Allah Swt atau ibadah horizontal dan sosial berkaitan relasi dengan manusia dan alam.
Bekerja untuk memenuhi kebutuhan diri, keluarga, atau membantu orang lain termasuk ibadah sosial, jika tanpa ikatan vertikal dengan Allah Swt.
Namun, ketika niatnya untuk patuh dan tunduk kepada-Nya, ibadah sosial bisa bernilai ibadah ritual.
Al-Qur’an bercerita bahwa Allah Swt telah menghamparkan berbagai sumber daya dan jalan bagi manusia, dan meminta manusia untuk mencari rezeki untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka (QS. al-Mulk (67): 15: QS. Thaha (20): 53-54: dan QS. al-A’raf (7): 10).*
*Sumber: tulisan Faqihuddin Abdul Kodir dalam buku Perempuan (Bukan) Makhluk Domestik