Mubadalah.id – Sungguh memilukan, kekerasan di Gaza oleh Israel semakin hari semakin jauh dari sisi kemanusiaan. Korban berjatuhan hingga ribuan, namun kondisi tersebut tidak lantas mengakhiri konflik tersebut.
Pagi tadi, beredar di media sosial sebuah gambar atau ilustrasi anak-anak yang berkostum seperti malaikat terbang menuju surga dengan sayap mungilnya. Yaa, mereka adalah korban yang tidak bersalah atas konflik pendudukan Israel atas Palestina.
Terlepas dari isu agama, konflik yang terjadi antara Israel dan Hamas, khususnya di Gaza telah melanggar aspek kemanusiaan yang seharusnya menjadi kewajiban setiap manusia untuk menjaganya.
Karena realitanya, di Gaza bukan hanya orang muslim saja yang menempati. Melainkan ada umat Kristen dan Yahudi. Maka sudah saatnya melihat konflik ini sebagai konflik kemanusiaan, bukan sekadar agama. Memang, di Palestina terdapat salah satu site suci bagi umat muslim yaitu Baitul Maqdis.
Bagimana hukum Humaniter Internasional?
Melansir dari berbagai media sosial, hukum humaniter internasional memiliki nama lain sebagai hukum perang (laws of war). Artinya, sebuah norma yang mana masyarakat internasional harus mematuhinya dalam perkara perang dan konflik bersenjata.
Dalam hukum humaniter internasional, sekiranya ada beberapa hal yang haram menjadi objek penyerangan. Seperti warga sipil, bangunan yang mengandung kekuatan berbahaya dan sangat vital, tenaga medis dan rumah sakit, korban perang, benda cagar budaya, kota dan desa sebagai tempat tinggal.
Tentunya ada sanksi bagi pihak yang melanggar hukum tersebut. Sanksi bisa berbentuk kompensasi, sanksi militer, dan sanksi non militer. Secara lebih jelasnya, klasifikasi sanksi dapat dilihat di draft hukum humaniter internasional.
Dengan demikian, serangan Israel terhadap rumah sakit Al-Ahli di Gaza termasuk ke dalam pelanggaran hukum humaniter internasional. Seketika, 500 lebih penduduk yang berada di wilayah blokade tersebut meninggal akibat serangan tersebut. Atas tindakan kekerasan kemanusiaan yang sudah terlalu jauh ini membuat beberapa negara mengecam bahkan mengutuk serangan tersebut.
Bersumber dari laman cnbcindonesia.com, juru bicara Presiden Palestina Mahmoud Abbas menyebut serangan tersebut sebagai bencana kemanusiaan dan tindakan genosida.
Konferensi Presiden Jokowi sebagai keberpihakan kepada Palestina
Indonesia mengecam keras tindak kekerasan yang terjadi di Gaza.
Karena telah mengakibatkan penderitaan dan semakin banyaknya korban sipil termasuk perempuan dan anak.
Indonesia juga mengutuk serangan Israel terhadap Rumah Sakit Al-Ahli.
Ini jelas pelanggaran terhadap hukum humaniter internasional.
Sehingga saya perintahkan menteri luar negeri untuk hadir dalam pertemuan luar biasa para menlu OKI (Organisasi Kerja Sama Islam) di Jeddah kemarin.
Serta untuk terus mengupayakan evakuasi WNI yang saat ini masih terkendala kondisi lapangan.
Indonesia tidak akan tinggal diam melihat korban sipil terus berjatuhan, melihat ketidakadilan terhadap rakyat Palestina yang terus terjadi.
Indonesia bersama-sama dengan OKI mengirimkan pesan kuat kepada dunia untuk menghentikan penggunaan eskalasi, untuk menghentikan penggunaan kekerasan, untuk fokus pada masalah kemanuisaan dan menyelesaikan akar permasalahan yaitu pendudukan Israel atas Palestina.
Sekaranglah saatnya, dunia berdiri bersama membangun solidaritas global untuk menyelesaikan masalah Palestina secara adil dan menerapkan parameter internasional yang telah disepakati.
Ini akan terus Indonesia suarakan di berbagai kesempatan dan forum internasional termasuk saat bilateral dengan perdana menteri Arab Saudi dan di KTT ASEAN JCC esok hari.
Masalah Palestina adalah kesedihan bersama
Tentu, ajakan kepada masyarakat agar berdoa dan berdonasi untuk meringankan kesengsaraan rakyat Palestina khususnya di wilayah Gaza adalah penting. Namun, lebih penting lagi desakan dan seruan kepada para pemimpin negara untuk mengambil sikap yang tegas dan menunjukkan keberpihakan kepada pihak yang tertindas.
Karena ini adalah isu Internasional, maka dalam proses penyelesaian konflik tersebut harus menggandeng semua negara, khususnya OKI (organisasi kerja sama Islam). Sudah saatnya solidaritas setiap bangsa menjadi basis dalam proses diplomasi ini. Apakah harus menunggu korban yang berjatuhan dalam jumlah yang lebih banyak lagi? Sudah barang tentu jawabannya adalah tidak. []