• Login
  • Register
Selasa, 8 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Sastra

Pengirim Rasa

Ruli Budi Apriyanto Ruli Budi Apriyanto
06/06/2020
in Sastra
0
40
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Hilir mudik transportasi di kota ini tidak pernah lengang. Orang-orang sibuk dengan keperluannya dan pergi ke tujuan masing-masing. Dari ujung utara ke ujung selatan kota, dari sudut satu ke sudut lainnya. Bekerja, sekolah, berjudi bahkan bercinta, semuanya mereka lakukan dengan pergi dari rumah. Sebab kata mereka, semua hal yang bukan berasal dari rumah itu terasa lebih nikmat saat menjalaninya.

Di kota ini tidak hanya orang – orang yang terlihat sibuk berpindah. Barang, informasi, makanan, bahkan perasaan juga berdesakan di jalurnya masing – masing. Mereka diantar oleh kurir yang setiap hari pergi ke tempat dimana semua itu harus dikirimkan.

***

Lain dengan hari biasanya, pagi ini seorang laki – laki menggerutu di depan tv di ruang tengah rumahnya. Ia hampir saja melempar gelas kopinya yang belum habis, sebab ia kesal setelah melihat pembawa berita pagi menyampaikan bahwa mulai hari ini walikota memutuskan untuk menutup semua akses transportasi dalam kota dan melarang semua warga untuk keluar dari rumah.

Laki – laki itu sudah kelihangan nafsu untuk menghabiskan kopinya pagi ini. Sudah tidak terhitung makian yang keluar dari mulutnya. Ia tidak habis pikir bisa – bisanya Walikota mengambil keputusan seperti itu. Ia tidak memusingkan soal bagaimana ia bisa berangkat bekerja, yang ia fikirkan jika tidak boleh keluar rumah adalah bagaimana ia harus menemui kekasihnya?

Baca Juga:

Sejarah Ulama Perempuan yang Membisu dalam Bayang-bayang Kolonialisme Ekonomi

Kasih Sayang Seorang Ibu

Intoleransi di Sukabumi: Ketika Salib diturunkan, Masih Relevankah Nilai Pancasila?

Pengrusakan Retret Pelajar Kristen di Sukabumi, Sisakan Trauma Mendalam bagi Anak-anak

Ia teringat tiga minggu yang lalu saat ia tiba – tiba sakit dan terpaksa menunda untuk menemui kekasihnya. Esoknya saat mereka bertemu, laki – laki itu tidak mendengar sedikitpun kekasihnya berbicara kecuali hanya satu kalimat.

“jika kau merasa bercinta dengan sakitmu itu lebih menyenangkan maka tak usahlah kau menemuiku lagi.”

Lelaki itu merasa sangat bersalah, sebab selepas menyampaikan kalimat tadi, kekasihnya tidak lagi mau melihat wajahnya. Selama seharian ia hanya mendengarkan kebisuan dari kekasihnya. Jangankan mengobrol, melirik dirinya saja pun tidak.

Kenangan pahit tiga minggu yang lalu itu sudah menjadikannya kapok. Tidak lagi – lagi ia akan absen menemui kekasihnya. Bahkan jika perlu ia pun tak takut melanggar hukum. Bagi dia, ucapan kekasihnya adalah sumber dari segala sumber hukum yang berlaku dan harus ia patuhi.

Itulah mengapa sepagi ini ia sudah marah dan memaki berita yang baru saja ditayangkan di televisinya. Sembari menghisap sebatang rokok kretek, ia membayangkan jika hari ini ia tidak bisa menemui kekasihnya, mungkin di sana kekasihnya akan kesal dan berkata “apakah bibir walikota itu lebih menggoda daripada bibirku, sehingga kau lebih menuruti ucapannya daripada semua yang keluar dari mulutku? dasar kadal!”.

Laki – laki itu terbatuk, tertahan asap kreteknya di tenggorokan sebab menahan tawa geli membayangkan apa yang diucapkan kekasihnya. Akhirnya ia teguk sisa kopi di gelasnya. Dalam hatinya ia tetap bertekad hari ini ia tetap harus bertemu kekasihnya, bagaimanapun caranya, apapun resikonya.

Ia mencoba menyandarkan kepalanya di kursi tempat ia duduk. Menghisap dalam – dalam sisa batang kretek dan mencoba mencari jalan bagaimana cara ia bisa menemui sang kekasih. Laki – laki itu tidak mau kekasihnya marah dan mengabaikannya.

“Dasar kadal!” ia sekarang mulai kesal dengan dirinya sendiri dan memaki dalam hati kenapa ia begitu sangat mencintai kekasihnya itu.

Masih terbayang bagaimana wajah sang kekasih jika ia tak menemuinya, laki – laki itu terus memutar otak untuk mencari cara agar bisa keluar dari rumah dan tidak ditangkap oleh polisi. Menurut pembawa berita di televisi, Walikota sudah memerintahkan aparat untuk menangkap siapapun yang melanggar kebijakannya untuk tidak keluar rumah.

“Sial”.

***

Hilir mudik di dalam kota ini tak sepadat biasanya. Tak ada angkutan umum yang melayani penumpang sebab para supir dan kondektur takut, salah – salah mereka akan di tangkap karena melayani warga yang melanggar kebijakan Walikota untuk tetap tinggal di rumah.

Jalanan kota hanya diisi oleh kontainer – kontainer box pengirim logistik dan paket. Orang – orang yang masih bisa keluar rumah dengan tanpa ketakutan akan ditangkap adalah para kurir pengantar paket. mereka adalah pengecualian dari kebijakan Walikota.

Namun hari ini seorang kurir merasa ada yang aneh saat membawa sebuah paket untuk diantarkan. Alamatnya ke sebuah rumah yang dihuni oleh seorang wanita. Saat ia mengetuk pintu rumahnya, sang penghuni langsung keluar dengan muka kesal.

“Kenapa lama sekali ? sini!”, ucap wanita itu.

“Apakah aku sudah boleh keluar?”, terdengar suara laki – laki dari dalam paket yang diantar si kurir. []

Maret 2020

Ruli Budi Apriyanto

Ruli Budi Apriyanto

Terkait Posts

Surat

Surat yang Kukirim pada Malam

6 Juli 2025
Kapan Menikah

Jangan Tanya Lagi, Kapan Aku Menikah?

29 Juni 2025
Luka Ibu

Luka Ibu Sebelum Suapan Terakhir Bagian II

15 Juni 2025
Abah dan Azizah

Jalan Tengah untuk Abah dan Azizah

8 Juni 2025
Luka Ibu

Luka Ibu Sebelum Suapan Terakhir (Bagian 1)

1 Juni 2025
Menjadi Perempuan

Menjadi Perempuan dengan Leluka yang Tak Kutukar

25 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Sejarah Ulama Perempuan

    Mencari Nyai dalam Pusaran Sejarah: Catatan dari Halaqah Nasional “Menulis Ulang Sejarah Ulama Perempuan Indonesia”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • From Zero to Hero Syndrome: Menemani dari Nol, Bertahan atau Tinggalkan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Jangan Hanya Menuntut Hak, Tunaikan Juga Kewajiban antara Orang Tua dan Anak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pentingnya Relasi Saling Kasih Sayang Hubungan Orang Tua dan Anak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Sejarah Ulama Perempuan yang Membisu dalam Bayang-bayang Kolonialisme Ekonomi
  • Kasih Sayang Seorang Ibu
  • Intoleransi di Sukabumi: Ketika Salib diturunkan, Masih Relevankah Nilai Pancasila?
  • Pengrusakan Retret Pelajar Kristen di Sukabumi, Sisakan Trauma Mendalam bagi Anak-anak
  • From Zero to Hero Syndrome: Menemani dari Nol, Bertahan atau Tinggalkan?

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID