Mubadalah.id – Salah satu ketua Majelis Musyawarah Kongres Ulama Perempuan Indonesia (MM KUPI), Nyai Hj. Badriyah Fayumi, Lc. MA mejelaskan bahwa sudah menjadi tradisi keluarga di Indonesia selama berabad-abad, untuk memenuhi kebutuhan keluarga, suami-istri bekerja sama atau berkerja bersama-sama.
Perempuan dan laki-laki dalam masyarakat agraris maupun industri di Indonesia, menurut dia, memiliki peran, tanggung jawab dan kontribusi ekonomi yang signifikan.
Dalam budaya Indonesia anak perempuan dan laki-laki seringkali menjadi tumpuan harapan orang tua yang sudah manula.
Saudara perempuan dan laki-laki juga menjadi tempat yang nyaman untuk bernaung keluarganya yang belum mapan. Bahkan banyak keluarga yang kepala keluarganya perempuan.
Tradisi dan fakta ini, kata Nyai Badriyah, menunjukan bahwa dalam masyarakat Indonesia suami-istri sama-sama menanggung beban ekonomi keluarga.
Harta Gono Gini
Sebagai akibat dari tanggungjawab dan kebersamaan tersebut, Nya Badriyah mengungkapkan, harta yang diperoleh selama perkawinan, selain harta bawaan, dan hibah.
Serta warisan atau harta lain yang telah sepakat menjadi milik masing-masing, menjadi harta bersama atau harta gono gini.
Jika suatu saat terjadi perceraian hidup, maka harta itu terbagi dua antara suami-isteri.
Jika terjadi kematian, harta setengahnya untuk pasangan yang hidup lebih lama.
Setengah dari harta gono gini yang menjadi milik si mayit menjadi harta warisan bersama dengan harta milik pribad si mayit.
Pasangan yang masih hidup berhak atas warisan tersebut selin harta gono gini yang menjadi haknya.
Praktik ini, kata dia, sudah hidup selama berabad-abad, dan bisa menerima secara luas karena ada keadilan di dalamnya dan terbukti membawa kemaslahatan.
Atas dasar alasan itulah, Nya Badriyah menyampaikan, para ulama Indonesia dengan pertimbangan hukum dan kearifannya bersepakat bahwa harta bersama dalam perkawinan (harta gono gini) secara resmi menjadi norma hukum positif dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang berlaku sejak tahun 1991.
Sejak itu saat itu pula Pengadilan Agama di Indonesia menggunakan KHI sebagai referensi hukum dalam menyelesaikan masalah harta gono-gini yang masuk di pengadilan. (Rul)