Mubadalah.id – Belakangan ini edukasi kesehatan reproduksi gencar dibicarakan dan diajarkan melalui media-media diskusi. Tantangan dan hambatan dalam penyaluran informasi yang tidak pernah absen dari sebuah proses menjadikan bukti nyata bahwa edukasi kesehatan reproduksi masih menjadi hal yang tabu bagi kalangan masyarakat.
Dilansir dari media Rifka Annisa, kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera secara utuh baik fisik, mental, dan sosial serta tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala sesuatu yang berkaitan dengan sistem, fungsi dan proses reproduksi. Sebelum membahas kesehatan reproduksi lebih lanjut dan gamblang, tulisan ini merupakan hasil dari sebuah diskusi ringan yang membahas isu kesehatan reproduksi.
Pentingnya mengedukasi kesehatan reproduksi sedari dini adalah untuk memberikan pemahaman tentang konsep dasar kesehatan reproduksi, mendorong terwujudnya kondisi reproduksi yang sejahtera, memberikan pilihan dan dukungan atas keputusan terkait kesehatan reproduksi, memberikan informasi yang aktual tentang cara perawatan organ reproduksi, pemberian akses dan layanan tentang kesahatan reproduksi, melindungi dari tindak kekerasan dan diskriminasi, memberikan pemahaman tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kesehatan reproduksi.
Mengenalkan kesehatan reproduksi menggunakan siklus kehidupan perempuan memberikan pemahaman bahwa organ reproduksi perempuan di masa kecil dan remaja berpengaruh terhadap masa kehamilan, persalinan dan pasca persalinan (nifas).
Dalam hal ini kesehatan reproduksi perempuan menjadi sangat penting untuk diperhatikan sebab siklus kehidupan kesehatan reproduksi perempuan berpengaruh terhadap generasi penerus. Kesehatan reproduksi perempuan tidak hanya ditentukan atas perempuan itu sendiri, sebab kesehatan reproduksi perempuan juga ditentukan atas aspek kualitas sosial dan budaya dari pasangan, lingkungan dan keluarga.
Artinya kesehatan reproduksi itu mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan sosial, keluarga, dan pasangan. Mengingat dampak dari kelalaian menjaga kesehatan reproduksi sangatlah kompleks oleh sebab itu menjaga kesehatan reproduksi menjadi wajib bagi laki-laki maupun perempuan.
Adapun konsep dasar kesehatan reproduksi dalam kehidupan manusia bermula dari masa konsepsi, yaitu masa di mana sel telur dan sperma bertemu hingga menjadi janin. Kemudian masa bayi dan anak, di masa ini pertumbuhan anak dari bayi hingga usia 10 tahun anak mengalami perkembangan dan perubahan yang sangat cepat.
Selanjutnya di masa remaja pribadi seseorang dari usia 11-19 tahun banyak mengalami perubahan fisik dan psikologis, yang kemudian berlanjut ke masa reproduksi. Masa reproduksi sendiri merupakan masa di mana perempuan akan mengalami hamil, melahirkan, menyusui.
Konsep kesehatan reproduksi dalam siklus kehidupan perempuan akan berlanjut hingga masa usia lanjut pada usia 45 tahun ke atas yang ditandai dengan usianya reproduksi dan lebih cinderung rentan akan penyakit degenaratif serta kanker. Berdasarkan uraian ini masa reproduksi perempuan dalam siklus kehidupan merupakan hal yang sangat penting untuk diedukasi sedari dini, diketahui, dirawat, dijaga.
Seperti penjelasan di awal kesehatan reproduksi perempuan tidak hanya ditentukan atas siklus kehidupan pribadi perempuan. Melainkan faktor-faktor sekelilingnya juga mempengaruhi kesehatan reproduksi perempuan seperti demografi, ekonomi, budaya dan lingkungan, psikologis dan biologis.
Dalam faktor demografi dapat dilihat dari tersedianya akses layanan kesehatan, usia pertama berhubungan seksual, dan kehamilan hingga pendidikan. Faktor perekonomian yang bersumber atas penghasilan ternyata juga mempengaruhi kesehatan reproduksi seseorang. Lebih ekstrem lagi disebabkan oleh faktor budaya dan lingkungan yang masih menganggap isu kesehatan reproduksi sebagai hal tabu, penyampaian yang kurang rama anak (membingungkan), hingga pandangan agama.
Dari faktor budaya dan lingkungan juga menyeret pada faktor psikologis seseorang apabila ia menjadi korban kekerasan seksual, yang menjadikannya rendah diri, penuh tekanan, depresi hingga stress. Sementara faktor bilogis disebabkan karena kuranganya pemenuhan gizi seseorang, anemia hingga adanya penyakit yang menyertainya.
Jika melihat penjelasan di atas kesehatan reproduksi sudah seharusnya diperhatikan baik perempuan maupun laki-laki. Mengingat kesehatan reproduksi sangat mempengaruhi kehidupan generasi penerus. Oleh sebab itu dalam tulisan ini ingin meluruskan mitos-mitos yang menjadi kendala edukasi kesehatan reproduski. Pertama, kespro menjadi tanggung jawab perempuan.
Faktanya kesehatan reproduksi melekat pada semua manusia baik laki-laki maupun perempuan. Kedua, belajar kesehatan reproduksi mengarahkan pada pornografi. Padahal edukasi kesahatan reproduksi jelas tidak mengarah pada pornografi ( mengundang nafsu birahi) melainkan edukasi yang memberikan pemahaman tentang perawatan reproduksi yang sehat dan aman.
Ketiga, pendidikan kesehatan reproduksi hanya mempelajari organ reproduksi saja. Faktanya edukasi kesehatan reproduksi juga mempelajari tentang hal-hal yang mempengaruhi kesehatan reproduksi seperti faktor sosial, psikologis, lingkungan, biologis, dan lain sebagainya.
Mitos lainnya mengatakan bahwa pelajaran kesehatan reproduksi tidak untuk diajarkan pada anak dan remaja, padahal pentingnya edukasi kesehatan reproduksi sejak dini disebabkan karena pengaruh kesehatan reproduksi akan berpengaruh hingga dewasa yaitu masa kehamilan, melahirkan, nifas dan menyusui. Selain itu mitos bahwa laki-laki tidak akan menjadi korban kekerasan seksual faktanya ialah korban kekerasan seksual itu tidak mengenal usia, jenis kelamin hingga jabatan.
Berdasarkan penjelasan singkat ini penulis berharap agar masyarakat lebih peka terhadap isu kesehatan reproduksi. Demi terciptanya keluarga yang sehat dan sejahtera. Amiin. Terimakasih! []