Mubadalah.id – Dalam salah satu teks al-Qur’an, kita menemukan adanya pengecualian soal perempuan tidak selalu diwajibkan menutup aurat di hadapan kelompok tertentu. Fakta ini memberi pesan penting, bahwa al-Qur’an tidak pernah mengeneralisasi kewajiban tersebut untuk semua laki-laki tanpa kecuali.
Lalu, pertanyaan kritis kita adalah mengapa Tuhan memberikan pembedaan antara perempuan satu atas perempuan yang lain. Dalam banyak analisis pembedaan tersebut lebih disebabkan oleh faktor bahwa mereka adalah orang-orang yang dalam tradisi Arabia saat itu, tidak merupakan ancaman, gangguan atau mengundang hasrat seksual.
Faktor lain adalah menghindari kerepotan atau kesulitan (raf’an li al haraj wa al masyaqqah) dalam bekerja, atau dengan kata lain untuk kemudahan gerak (li al hajah).
Dari sini menjadi jelas kiranya bahwa batasan-batasan aurat sangat tergantung pada konteks sosial, tradisi atau kebudayaan masyarakat. Bagian tertentu dari tubuh perempuan boleh jadi dipandang aurat oleh suatu masyarakat atau pada suatu zaman atau di suatu tempat. Tetapi tidak dipandang aurat oleh masyarakat lain dan pada zaman atau tempat yang lain.
Pornografi
Kasus ini agaknya sama dengan kasus “pornografi” atau “pornoaksi” yang memicu kontroversi hebat sampai hari ini. Terminologi “porno” amat sulit untuk dirumuskan secara pasti dan tunggal. Ia dapat kita tafsirkan secara ambigu atau relatif. Kepornoan padanya sendiri adalah sesuatu yang netral.
Tetapi ia menjadi problem serius ketika kita bawa ke ranah publik. Di sini sejumlah faktor kepentingan akan mendefinisikannya sesuai dengan kepentingannya masing-masing, baik yang bersifat politik, ekonomi, ideologi sosial, tradisi maupun aturan-aturan lain yang bersifat formal dan skriptual.
Terlepas dari perdebatan mengenainya, tetapi satu hal yang menjadi perhatian utama agama adalah bahwa tubuh perempuan (dan laki-laki) harus saling menghormati, tidak melecehkan dan merendahkan apalagi mengeksploitasi untuk sebuah kepentingan.
Seksualitas perempuan juga menghadapi problem serius dalam isu Jilbab. Pandangan yang dominan dalam masyarakat menyatakan bahwa Jilbab adalah kewajiban agama berdasarkan QS. al-Ahzab ayat 59. Ayat ini menyebutkan : “Wahai Nabi, katakan kepada isteri-isterimu, anakanak perempuanmu dan isteri-isteri orang-orang beriman, hendaknya mereka mengulurkan jilbabnya. Yang demikian ini supaya mereka lebih mudah dikenal, dan oleh karena itu mereka tidak diganggu”. []