Mubadalah.id – Dalam Islam, perbedaan pendapat dalam rumah tangga seharusnya dapat dikelola untuk menemukan landasan saling memahami, dan untuk menemukan kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Perbedaan itu semestinya dapat menumbuhkan semangat untuk saling memahami yang meniscayakan tidak adanya kekuasaan yang dominan di antara pasangan suami istri.
Sebenarnya, konflik atau perbedaan dalam berumah tangga bisa dianggap sebagai bunga kehidupan.
Dalam rumah tangga Nabi Muhammad Saw. sebagaimana dalam banyak Hadis maupun dalam sirah Nabi Saw, perbedaan dan perdebatan itu biasa juga terjadi. Namun, perbedaan pendapat ini ternyata tak melahirkan kekerasan.
Dalam konflik rumah tangga yang seberat apa pun, Nabi Muhammad Saw. tidak pernah menggunakan cara kekerasan.
Dalam beberapa ayat al-Qur’an seperti dalam QS. al-Ahzab (33): 28-29 dan QS. al-Tahrim (66) 1-5 Allah Swt. menggambarkan kehidupan rumah tangga Rasulullah yang tidak luput dari perdebatan dan perselisihan.
Lebih khusus hubungan antara Aisyah r.a. dan Hafsah r.a. sebagai sesama istri, dan hubungan antara Nabi Saw. sebagai suami dengan istri-istrinya.
Alih-alih melakukan tindakan yang menyakiti istri-istrinya itu, Nabi Saw. atas saran wahyu Allah Swt. (QS. al-Ahzab (33): 28-29), malah memberi kebebasan kepada mereka untuk memilih hidup dengan Nabi Saw. Atau hidup bebas tanpa ikatan dengan Nabi Saw.
Kisah konflik dalam keluarga Nabi Saw. tersebut juga terekam dalam beberapa Hadis. Terutama dengan kisah Aisyah r.a. dan Hafsah r.a. sampai orangtua mereka turun tangan (Shahih al-Bukhari, no. 4962).
Nabi Saw. tak sedikit menghadapi berbagai perilaku para istri yang tidak sesuai dengan keinginan beliau. Akan tetapi, beliau selalu mengatasinya dengan bijaksana.
Salah satunya, misalnya, dengan memberikan kesempatan kepada mereka untuk berpikir dan menentukan sikap didasarkan atas pilihan mereka sendiri (QS. al-Ahzab (33): 28-29). []