Mubadalah.Id- Era sekarang ini, sudah seyogianya perempuan menguasai teknologi. Pasalnya, ini era kemajuan yang cukup internet. Segala sesuatu berbasis digital. Untuk itu, perempuan harus kuasai teknologi digital.
Ibu: Dek, kamu tahu siapa Ibu Kartini?
Anak: Tidak. Siapa itu Bu?
Ibu: Makanya sering-sering baca sejarah
Anak: Ibu tahu Bu Desi?
Ibu: Siapa itu?
Anak: Makanya sering-sering baca Whatsapp Ayah
***
Perempuan Harus Kuasai Teknologi Digital
Percakapan di atas terlihat sebagai lelucon receh yang dapat membuat setiap orang tertawa. Tapi, sadarkah kita bahwa lelucon di atas sebenarnya mewakili fenomena yang ada di masyarakat terutama terkait teknologi.
Perempuan sering abai terhadap perkembangan teknologi. Padahal, internet dapat memberikan banyak manfaat bagi perempuan.
Baca juga: Membatasi Perempuan, Langkah Mundur Peradaban
Ada beberapa faktor yang menyebabkan perempuan abai terhadap teknologi. Pertama, perempuan berpendapat bahwa teknologi bukanlah sesuatu yang penting. Bagi mereka teknologi bersifat selingan yang digunakan ketika ada waktu luang.
Berbeda dengan perempuan, laki-laki dapat menggunakan teknologi selama dua puluh empat jam non-stop. Hal ini menyebabkan mereka memiliki rasa ketergantungan terhadap teknologi dan abai terhadap lingkungan.
Sementara itu, dampak positif dari tingginya frekuensi penggunaan tersebut adalah laki-laki semakin mahir dalam pengoperasian teknologi dibandingkan perempuan.
Perempuan kerap berpendapat bahwa teknologi merupakan ranah laki-laki. Hal tersebut karena teknologi dipandang sebagai sesuatu yang kompleks dan rumit.
Stereotipe terkait teknologi merupakan ranah laki-laki sudah lama berkembang di masyarakat. Fenomena ini merupakan perpanjangan konsep budaya patriarki.
Jika dulu patriarki hanya dikaitkan dengan dominasi yang dilakukan oleh laki-laki terhadap perempuan, maka saat ini patriarki berkembang pada pembagian kekuasaan di ruang publik.
Baca juga: Tidak Hanya Lelaki, Perempuan Juga Harus Berpendidikan
Perempuan dapat berada di ruang publik tertentu dengan kekuasaan yang masih terbatas. Misalnya, pekerjaan di bidang teknologi didominasi oleh laki-laki.
Motivasi juga menjadi hambatan dalam tingkat adopsi teknologi oleh perempuan. Mereka cenderung memiliki motivasi yang rendah dalam pengadopsian. Hal tersebut karena mereka tidak merasa memiliki kebutuhan mendesak untuk menggunakannya.
Perbedaan tingkat adopsi tersebut dapat menimbulkan kesenjangan digital. Di Indonesia, kesenjangan digital terjadi dalam berbagai macam bentuk. Salah satunya adalah perbedaan keterampilan operasionalisasi teknologi antar laki-laki dan perempuan.
Laki-laki memiliki keterampilan operasional lebih tinggi dibandingkan perempuan.
Contohnya adalah laki-laki tidak hanya menggunakan internet terbatas pada fungsi komunikasi. Akan tetapi, mereka juga menggunakan teknologi untuk mencari informasi, hiburan, dan penunjang pekerjaan.
Sedangkan penggunaan teknologi oleh perempuan masih terbatas untuk keperluan komunikasi.
Baca juga: Islam Menghargai Perempuan yang Bekerja
Perempuan harus sadar bahwa kesenjangan digital bersifat merugikan. Hal tersebut karena banyak manfaat yang dapat diambil dari teknologi. Misalnya, perempuan dapat menggunakan teknologi sebagai sumber tambahan pendapatan keluarga.
Manfaat teknologi tersebut tidak semata-mata hanya terkait ekonomi. Perempuan juga dapat memanfaatkan teknologi untuk keperluan pengasuhan, pemberdayaan masyarakat, dan lain-lain.
Kesenjangan digital dapat memperparah ketidaksetaraan gender yang ada.
Ketidaksetaraan gender tidak lagi hanya terkait pendidikan, akses pekerjaan, tetapi juga keterampilan digital.
Oleh karena itu, sudah saatnya perempuan bersikap aktif dalam mengadopsi teknologi agar ketidaksetaraan gender tersebut hadir kembali.[]