Mubadalah.id – Bagi seorang muslim, Dzulhijah erat kaitannya dengan momentum Ibadah Haji dan Hari Raya Iduladha. Keduanya lekat dengan kisah keluarga Ibrahim, nabi yang menjadi bapak dari para nabi. Beserta istrinya Hajar, ibunda Ismail, yang juga menjadi ibu dari para nabi.
Kisah hidup Hajar menjadi cikal bakal Baitullah, pemilik sumur zamzam, dan juga lahirnya peristiwa Sa’i. Dalam rangkaian ibadah haji, sa’i adalah lari-lari kecil sebanyak tujuh kali antara bukit Shafa dan bukit Marwa, namun secara hikmah sa’i bukan sekedar lari-lari, di dalamnya ada nilai-nilai yang dapat kita jadikan pelajaran bagi manusia sepanjang zaman.
Bukti Kasih Ibu Sepanjang Masa
Pertama, peristiwa Sa’i adalah bukti kasih ibu sepanjang masa. Setelah Ibrahim tinggalkan di tengah kering padang pasir tak berpenghuni, Hajar hanya berdua dengan putranya, Ismail yang saat itu masih bayi. Ismail terus menangis karena kehausan, sedangkan perbekalan mereka sudah tidak ada yang tersisa meski hanya seteguk air saja.
Saat itu Hajar adalah seorang ibu, dan hati ibu mana yang tidak terasa sakit melihat putranya menangis kehausan. Dalam keadaan yang begitu genting tersebut, satu-satunya yang terpikirkan oleh Hajar hanyalah keselamatan Ismail, ia sendiri pun tak memiliki kekuatan yang cukup untuk memikirkan hal lain. Termasuk segala rasa sedih atas perpisahannya dengan suami tercinta yang telah meninggalkannya.
Berbekal keyakinan penuh bahwa Allah tidak akan meninggalkannya, Hajar berlari menaiki bukit berharap untuk menemukan air atau melihat seseorang dari kejauhan. Agar dapat menolong ia dan putranya yang sedang kehausan. Sekali ia berlari menaiki bukit belum mendapat apa-apa. Lalu ia berlari lagi menuju bukit yang lainnya, diulanginya hal tersebut hingga tujuh kali. Dari kisah Hajar kita belajar, bahwa seorang ibu rela melakukan apapun untuk anaknya.
Wujud Ikhtiar Manusia
Kedua, peristiwa Sa’i adalah wujud ikhtiar seorang manusia. Hajar adalah manusia biasa yang sebab ketaqwaannya yang luar biasa ia menjadi istimewa. Lari-larinya sebanyak tujuh kali seakan tak berbuah apa-apa, ia tak mendapat air dari sana. Namun justru air muncul di bawah hentakan kaki Ismail.
Kisah tersebut memberi pelajaran bagi manusia bahwa pertolongan Allah bisa datang lewat pintu yang mana saja. Bahkan dari arah yang tidak disangka-sangka. Ikhtiar Hajar tidaklah sia-sia, ia melakukan berbagai usaha sebagai manusia sambil terus menerus berharap pertolongan dari Tuhannya.
Ikhtiar Hajar merupakan wujud dari sebuah kesungguhan akan sesuatu yang ia inginkan, sedangkan hasil adalah murni karena kemurahan hati Sang Kuasa. Sejak kecil kita akrab dengan kalimat yang mengatakan bahwa “usaha tak akan mengkhianati hasil.” Bisa jadi hal tersebut tidak sepenuhnya benar, sebab hasil adalah urusanNya, manusia hanya bisa sebatas berusaha.
Segala hasil yang ada adalah karena kehendak Allah, bukan sekedar karena ikhtiar semata, maka segala usaha yang manusia lakukan tidak akan mendapat apa yang ia minta jika Allah belum berkehendak atas itu. Tanpa kita sadari, dari ikhtiar Hajar kita mengenal konsep “tawakal”.
Memahami konsep tawakal ini menjadi penting, sebab tak jarang, di kehidupan sehari-hari sering kita temui seseorang yang begitu mudah mendapatkan sesuatu padahal usahanya tak seberapa. Begitu pula sebaliknya ada beberapa orang yang begitu keras usahanya, justru tak mendapat hasil yang seberapa. Tawakal akan membuat manusia menoleransi kegagalan, tidak mudah kecewa, hati lebih tenang, serta jauh dari perasaan iri, dengki, dan sifat sombong.
Pertolongan Allah itu Nyata
Ketiga, peristiwa Sa’i adalah pengingat akan nyatanya pertolongan Allah kepada hamba-Nya. Hajar dan Ismail diantar Ibrahim menuju padang pasir tak berpenghuni, kemudian Ibrahim tinggal tanpa kalimat perpisahan. Jelas, perempuan mana yang tidak merengek memegangi kaki suaminya dalam keadaan seperti itu. Sampai tiba penjelasan Ibrahim bahwa ia meninggalkan Hajar dan Ismail di sana karena perintah Allah.
Saat itu, ribuan kata yang tersimpan dalam hati Hajar sirna seketika, ia ridla akan perintah Tuhannya. Begitu bertaqwanya Hajar, di tengah ketidakberdayaanya di padang pasir yang tandus, ia tak sekalipun kehilangan harap pada Allah. Hati hajar penuh keyakinan bahwa jika keberadaannya di sana karena perintah Allah, maka pertolongan Allah jelas akan menemaninya.
Tak begitu lama, setelah ikhtiar lari-lari tujuh kali, Allah memberi pertolongan dan menunjukkan kekuasanNya melalui kemunculan sumur zamzam dari hentakan kaki Ismail. Sumur tersebut terus mengeluarkan airnya. Tak pernah kering bahkan hingga saat ini. Karena adanya sumur zam-zam tersebut, padang pasir yang tandus tak berpenghuni seketika menjadi tempat yang makmur. Ramai dikunjungi rombongan karavan yang melakukan perjalanan.
Dengan pertolongan Allah, daerah yang awalnya sunyi sepi tersebut, tak butuh lama penuh oleh penduduk yang bahagia, bahkan menjadi cikal bakal Baitullah, tempat yang kita rindukan untuk dikunjungi oleh setiap muslim hingga saat ini. []