Memilih Pasangan
Sosok yang idel dijadikan pasangan hidup adalah yang sekufu (kafa’ah) dan yang berkesalehan. Menurut Islam, kafa’ah atau kesepadanan dan kesederajatan dalam pernikahan, dipandang sangat penting. Sebab, dengan adanya kafa’ah antara suami-istri itu, usaha untuk membina rumah tangga yang Islami akan lebih mudah terwujud.
Ukuran kafa’ah dalam Islam yang terpenting adalah kesederajatan dalam kualitas iman, takwa, ahklak dan kesalehan seseorang, bukan status sosial, keturunan, kekayaan dan kerupawanan. Meskipun demikian, hal-hal terakhir ini juga perlu dipertimbangkan untuk tujuan menjamin keselarasaan yang lebih sempurna dalam rumah tangga, asalkan jangan dijadikan prinsip utama dan tidak berlebih-lebihan.
Dalan konteks ini Islam memandang sama derajat manusia, baik itu orang Arab maupun orang non-Arab, miskin atau kaya, dan lain sebagainya. Tidak ada perbedaan diantara manusia melainkan derajat dan ketaqwaan dan kesalehan (QS al-Hujarat 49:13). Ini menepis kecenderungan kebanyakan orang yang sering sekali lebih suka mempertimbangkan aspek status social, ekonomi dan hal-hal lain yang bersifat performa ketimbang isi dan kualitas.
Prosesi Nikah dalam Islam
Secara umum ada tiga tahapan prosesi pernikahan menurut tradisi Islam, yaitu: Pertama, Khithbah atau Peminangan. Peminangan atau kithbah dianjurkan dalam Islam sebagai langkah awal menjalin hubungan, unut mengetahui apakah si perempuan sudah dipinang orang lain atau belum, untuk mengajukan permohonan nikah kepada pihak keluarga perempuan, serta untuk membuka ruang ta’aruf atau perkenalan yang suci dan jauh dari nafsu.
Dalam konteks ini, Islam melarang seorang muslim meminang perempuan yang sudah dipinang orang lain (HR.Ahmad,dan Muslim). Dan dalam khithbah disunnahkan melihat wajah si perempuan yang akan dipinang (HR. Ahmad,Abu Dawud,Turmidzi).
Kedua, Aqad Nikah. Terkait aqad nikah, secara umum kebanyakan ulama menegaskan adanya beberapa syarat dan kewajiban yang harus dipenuhi, yakni: Adanya suka sama suka dari kedua calon mempelai, Adanya Ijab dan Kabul, Adanya Mahar, Adanya Wali, dan Adanya Saksi-Saksi. Lalu menurut tradisi Islam, sebelum akad nikah dilangsungkan seyogyanya didahului dengan khutbah terlebih dahulu. Biasanya disebut dengan Istilah Khutbah an-nikah atau Khutbah al-hajat.
Ketiga, Walimah. Penyelengaraan walimah al-‘ursy atau pesta perkawinan juga disunahkan. Etikanya dilangsungkan sesederhana mungkin dan juga hendaknya mengundang orang-orang miskin. Dan menghadiri walimah, selama tidak ada halangan dan di dalam walimahan itu tidak terdapat unsur maksiat, hukumnya adalah wajib.
Dalam hadis riwayat Muslim, Nabi Bersbda:
شرالطام طعام الوليمة يدعى لها الاءغنياء ويترك المساكين ومن لم ياءت الدعوة فقد عصى الله ورسوله
“Makanan yang paling buruk adalah makanan dalam walimahan yang hanya mengundang orang-orang kaya saja, sedangkan orang-orang miskin tidak diundang. Barangsiapa tidak menghadari undangan walimah, maka ia durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya.” []