Kamis, 4 Desember 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Transisi Energi

    Gerakan 16 HAKTP: Jaringan Cirebon untuk Kemanusiaan Menguatkan Transisi Energi Berkeadilan

    Fahmina

    Marzuki Rais: Fahmina Tumbuh dari Kontrakan, Kuat di Pendidikan, Meluas Lewat Jejaring Asia

    Fahmina

    Marzuki Rais Beberkan Tantangan Advokasi dan Misi Keberagaman Fahmina

    Inklusif

    Peringati Seperempat Abad, Fahmina Kuatkan Gerakan Pendidikan Inklusif

    Demokrasi

    Kelas Diskusi Islam & Demokrasi Fahmina Soroti Rapuhnya Demokrasi dan Pengalaman Diskriminasi Kelompok Minoritas

    Kekerasan Seksual

    Kelas Diskusi Islam dan Gender Fahmina Ungkap Masalah Laten Kekerasan Seksual dan Perkawinan Anak

    Fahmina yang

    Fahmina Luncurkan Buku “Bergerak untuk Peradaban Berkeadilan” di Harlah ke-25

    25 Tahun Fahmina

    Fahmina Akan Gelar Peringatan 25 Tahun, Ini Rangkaian Acaranya

    P2GP

    P2GP Harus Diakhiri: KUPI Minta Negara Serius Libatkan Ulama Perempuan dalam Setiap Kebijakan

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Dosa Struktural

    Dosa Struktural Sebagai Penyebab Bencana Alam Sumatera

    Pendidikan Karakter

    Pendidikan Karakter, dari Keluarga hingga Perguruan Tinggi

    Pengalaman Biologis

    Melihat Perempuan dengan Utuh: Tubuh, Pengalaman Biologis, dan Kesetaraan yang Lebih Manusiawi

    Kekuasaan

    Ketika Kekuasaan Jadi Alat Perusak Alam

    Jurnalisme Inklusi

    Menghapus Stigma, Menguatkan Suara: Pentingnya Jurnalisme Inklusi bagi Difabel

    Kerusakan

    Ketika Manusia Lebih Memilih Kerusakan

    Darurat Bencana Alam

    Indonesia Darurat Kebijakan, Bukan Sekedar Darurat Bencana Alam

    Khalifah di Bumi

    Manusia Dipilih Jadi Khalifah, Mengapa Justru Merusak Bumi?

    Kerusakan Alam

    Bergerak Bersama Selamatkan Bumi dari Kerusakan Alam

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Mimi Monalisa

    Aku, Mama, dan Mimi Monalisa

    Romantika Asmara

    Romantika Asmara dalam Al-Qur’an: Jalan Hidup dan Menjaga Fitrah

    Binatang

    Animal Stories From The Qur’an: Menyelami Bagaimana Al-Qur’an Merayakan Biodiversitas Binatang

    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Transisi Energi

    Gerakan 16 HAKTP: Jaringan Cirebon untuk Kemanusiaan Menguatkan Transisi Energi Berkeadilan

    Fahmina

    Marzuki Rais: Fahmina Tumbuh dari Kontrakan, Kuat di Pendidikan, Meluas Lewat Jejaring Asia

    Fahmina

    Marzuki Rais Beberkan Tantangan Advokasi dan Misi Keberagaman Fahmina

    Inklusif

    Peringati Seperempat Abad, Fahmina Kuatkan Gerakan Pendidikan Inklusif

    Demokrasi

    Kelas Diskusi Islam & Demokrasi Fahmina Soroti Rapuhnya Demokrasi dan Pengalaman Diskriminasi Kelompok Minoritas

    Kekerasan Seksual

    Kelas Diskusi Islam dan Gender Fahmina Ungkap Masalah Laten Kekerasan Seksual dan Perkawinan Anak

    Fahmina yang

    Fahmina Luncurkan Buku “Bergerak untuk Peradaban Berkeadilan” di Harlah ke-25

    25 Tahun Fahmina

    Fahmina Akan Gelar Peringatan 25 Tahun, Ini Rangkaian Acaranya

    P2GP

    P2GP Harus Diakhiri: KUPI Minta Negara Serius Libatkan Ulama Perempuan dalam Setiap Kebijakan

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Dosa Struktural

    Dosa Struktural Sebagai Penyebab Bencana Alam Sumatera

    Pendidikan Karakter

    Pendidikan Karakter, dari Keluarga hingga Perguruan Tinggi

    Pengalaman Biologis

    Melihat Perempuan dengan Utuh: Tubuh, Pengalaman Biologis, dan Kesetaraan yang Lebih Manusiawi

    Kekuasaan

    Ketika Kekuasaan Jadi Alat Perusak Alam

    Jurnalisme Inklusi

    Menghapus Stigma, Menguatkan Suara: Pentingnya Jurnalisme Inklusi bagi Difabel

    Kerusakan

    Ketika Manusia Lebih Memilih Kerusakan

    Darurat Bencana Alam

    Indonesia Darurat Kebijakan, Bukan Sekedar Darurat Bencana Alam

    Khalifah di Bumi

    Manusia Dipilih Jadi Khalifah, Mengapa Justru Merusak Bumi?

    Kerusakan Alam

    Bergerak Bersama Selamatkan Bumi dari Kerusakan Alam

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Mimi Monalisa

    Aku, Mama, dan Mimi Monalisa

    Romantika Asmara

    Romantika Asmara dalam Al-Qur’an: Jalan Hidup dan Menjaga Fitrah

    Binatang

    Animal Stories From The Qur’an: Menyelami Bagaimana Al-Qur’an Merayakan Biodiversitas Binatang

    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Perspektif Al Ghazali Terhadap Interpretasi Din Wa Daulah

Kerangka berpikir al-Ghazali ini sesungguhnya berdasar kenyataan historis umat Islâm sebagai makhluk sosial yang menginginkan keseimbangan hidup di dunia, dan di akhirat

Ibnu Fikri Ghozali Ibnu Fikri Ghozali
17 April 2023
in Publik
0
Perspektif Al Ghazali

Perspektif Al Ghazali

738
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Pembahasan korelasi agama dan negara memang pembahasan klasik dalam dunia akademik. Namun ini justru yang harus diulang-ulang bagi pemikir muslim di Indonesia. Alasannya cukup simpel dan sepele. Terkadang masalah agama dan negara selalu kita benturkan dengan dalih tidak sesuai dan sejalan dengan nilai-nilai keagamaan. Maka, penting rasanya untuk selalu mengulang-ngulang sebagai pembaharuan niat supaya tidak latah dalam menanggapi hal tersebut. Termasuk di dalamnya adalah perspektif Al Ghazali terhadap Din Wa Daulah.

Dalam bahasannya, “Din” bermakna agama dan “Daulah” kita artikan sebagai satu-kesatuan dalam sebuah komunitas tertentu. Atau bisa kita katakan dengan Negara. Dalam sebuah terminologi agama sendiri mencakup dengan sebuah keyakinan yang seseorang anut terhadap apa yang ia percayai. Di mana itu menjadi pegangan dan pedoman hidup bagi setiap orang yang mempunyai keyakinan. Umumnya, agama mengajarkan bagaimana bersosial, menghormati sesama makhluk ciptaan Tuhan ataupun pengamalan dan larangan apa yang Tuhan perintahkan kepada ciptaannya.

Sedangkan daulah sendiri bisa kita katakan sebagai populasi yang berkumpul. Lalu lalu membentuk sebuah tatanan sosial dan mempunyai cita-cita untuk bersatu, hidup di satu kawasan, dan mempunyai pemerintahan yang berdaulat. Maka korelasi agama dan negara di sini memang berdekatan. Di satu sisi agama memerintahkan untuk hidup bersosial dan bisa menjalankan perintah-perintah dari Tuhannya dengan tenang. Sedangkan negara yang menjadi tempat untuk menjalankan perintah tersebut untuk bertujuan menjadi insan kamil seperti apa yang tuhan kehendaki.

Konsep Agama dan Negara

Dalam permasalahan ini, saya ingin membahas tentang konsep agama dan bernegara dari perspektif Al Ghazali. Ia bernama lengkap Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad Ath Thusi, Abu Hamid Al- Ghazali. Ia termasuk ulama terkemuka di dunia, selain menjadi seorang Faqih di dunia Fikih, ia juga terkenal sebagai tokoh tasawwuf.

Kitabnya (Ihya’ Ulumuddin) menjadi karya fenomenal yang pernah ia buat di dunia tasawwuf. Bahkan, bukunya menjadi rujukan di pesantren tradisional di Indonesia. Selain itu banyak juga karya seperti Bidayatul Hidayah, Ayyuhal Walad, tahafut- al falasifah dan lain sebagainya.

Seperti apa yang saya ingin jabarkan secara mendalam tentang pandangannya dalam korelasi agama dan negara. Dalam sebuah buku yang di tulis oleh Erwin Rosenthal, Political Thought in Medieval Islam dari hadist yang ia kutip dari buku tersebut “Agama dan kekuasaan adalah saudara kembar.” Erwin mengklaim bahwa Imam Ghazali-lah yang meriwayatkan Hadist tersebut.

Atau bisa kita pakemkan lagi dalam sebuah buku yang Ghozali buat Al-Iqtishad fil- Iqtishad bahwa ia menuturkan bahwa “Sultan (kekuasan politik) adalah wajib untuk ketertiban dunia; ketertiban dunia wajib bagi ketertiban agama; ketertiban agama wajib bagi keberhasilan di akhirat. Inilah tujuan sebenarnya para rasul. Jadi, wajib adanya imam yang merupakan kewajiban agama dan tidak ada jalan untuk meninggalkannya”. (Al-Ghazali 1969:215)

Pemikiran Al Ghazali

Kerangka berpikir al-Ghazali ini sesungguhnya berdasar kenyataan historis umat Islâm sebagai makhluk sosial yang menginginkan keseimbangan hidup di dunia,dan di akhirat. Pasalnya, semenjak beralihnya kepemimpinan Khulafaur Rasyidin, umat Islam pada zaman itu terpecah belah ke dalam beberapa golongan. Melihat konsep perpolitikan Islam semasa itu tidak adanya kestabilan, Ghazali justru ingin mendamaikan konsep bernegara dan beragama. Hingga akhirnya ia sanggup mentafsirkannya secara seimbang.

Sependapat dengan hal itu, Al-mawardi dalam kitabnya yang cukup terkenal Al-Ahkam Sulthaniyyah, mengatakan bahwa mendirikan pemerintahan adalah suatu keharusan yang harus kita dasari dengan sebuah agama (syar’i). Artinya, sebagai manusia yang dianugerahi dengan akal berpikir, bahwa watak natural seorang manusia pada dasarnya gemar dalam bekerja sama dalam rangka kehidupan berkebutuhan sama.

Maka, untuk menghndari sebuah konflik, kita perlu sebuah negara yang sanggup mengatur kehidupan bersama. Di sini pentingnya sebuah unsur hidup bernegara atau bersama. Dalam hal ini, hal keagamaan yang sifatnya wajib bisa berjalan bagi para pemeluknya. Yakni dengan adanya saling menghormati dan memiliki.

Berbeda dengan Hassan Al-Banna, pendiri Ikhwanul Muslimin. Dalam sebuah buku yang diprakaryai oleh Ahmet T. Kuru dalam sebuah buku yang berjudul Islam, Otoritarianeisme, dan Ketertinggalan. Bahwa dalam pandangannya Islam merupakan agama sekaligus negara “al-islam din wa daulah”. Perbedaan antara penafsiran Ghozali dan Hassan Banna terlihat di sini. Sedangkan Ghazali mengaggap bahwa negara dan agama adalah saudara kembar. Di mana keduanya saling bekerja sama. Sedangkan Hasan Bana mengaggap keduanya satu kesatuan yang tak terlepaskan.

Ketika Al Ghazali Menjaga Jarak dengan Negara

Faktanya, konsep yang ditawarkan Hasan Al-Banna tak mampu diterima oleh kalangan cendekiawan muslim di Mesir. Pemikirannya pun terlarang, bahkan simpatisannya diawasi. Ini mencermikannya konsep Hsan Al-Banna yang gagal ia bawa. Berbeda dengan Ghazali, yang mampu menerjemahkan pandangannya terhadap agama dan negara. Ia justru mampu menginterpretasikannya secara soft. Jadi agama mempunyai peran sendiri dalam mengawal jamaahnya, sedangkan negara mempunyai peran dalam pengamanan ritual keberagamaan. Jadi tidak ada benturan, atau clash antara keduanya.

Namun ada kritik mendasar yang terjadi pada awal karirnya. Ghazali mengajar di madrasah yang dikelola oleh negara dan termasuk di bawah pengarus pemerintahan. Namun pada akhirnya, Ghazali pun melepaskan segala keterikatan tersebut dengan menjadi seorang sufi tulen yang menjaga jarak dengan negara. Tapi di sisi lain, dalam kitab yang ia karang, Ihya Ulumuddin. Ia justru menegaskan kembali tentang jalinan antara dan agama.

Di sisi lain, ia juga mendesak ulama untuk menghindari kedekatannya dengan penguasa, karena penguasa pada waktu itu umumnya menindas. Namun, tak lain hal ini bukan karena kebenciannya terhadap kekuasaan. Melainkan ia ingin mengenakan jubah kesufiannya dan menjaga jarak dengannya. (Al-Ghazali 1097: 344)

Namun di akhir, kita bisa menarik kesimpulan tentang pandangan dari Imam Ghazali, bahwa seogyanya kedekatan antara agama dan negara harus terjalin dengan baik. Pengalamannya semasa hidup dalam menjaga jarak dengan penguasa adalah bentuk independensi, terlebih dia juga harus menjaga kesucian kesufiannya di antara para pengikutnya. Dari sini ia juga terlihat mengajarkan tasawwuf secara harfiah dan lahiriah ke umat muslim hingga saat ini. []

 

Tags: agamabangsaimam al-ghazaliislamNasionalismeNegara
Ibnu Fikri Ghozali

Ibnu Fikri Ghozali

Saat ini sedang menempuh pendidikan Pascasarjana di Prince of Songkla University, Thailand.

Terkait Posts

Menentukan Pasangan Hidup
Keluarga

Islam Lindungi Hak Perempuan dalam Menentukan Pasangan Hidup

1 Desember 2025
Romantika Asmara
Hikmah

Romantika Asmara dalam Al-Qur’an: Jalan Hidup dan Menjaga Fitrah

29 November 2025
Kekerasan Terhadap Perempuan masih
Publik

Dari Keluarga hingga Negara: Kekerasan terhadap Perempuan Masih PR Bersama

27 November 2025
Difabel
Publik

Mereka (Difabel) Hanya Ingin “Diterima”

27 November 2025
Perempuan Iran
Publik

Dari Jilbab Paksa Hingga Persepolis: Kisah Perempuan Iran yang Tak Pernah Usai

23 November 2025
An-Nisa ayat 34
Keluarga

Meluruskan Pemahaman QS. An-Nisa Ayat 34: Kekerasan Tidak Pernah Diajarkan Islam

22 November 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Darurat Bencana Alam

    Indonesia Darurat Kebijakan, Bukan Sekedar Darurat Bencana Alam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketika Kekuasaan Jadi Alat Perusak Alam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketika Manusia Lebih Memilih Kerusakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Melihat Perempuan dengan Utuh: Tubuh, Pengalaman Biologis, dan Kesetaraan yang Lebih Manusiawi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dosa Struktural Sebagai Penyebab Bencana Alam Sumatera

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Dosa Struktural Sebagai Penyebab Bencana Alam Sumatera
  • Pendidikan Karakter, dari Keluarga hingga Perguruan Tinggi
  • Melihat Perempuan dengan Utuh: Tubuh, Pengalaman Biologis, dan Kesetaraan yang Lebih Manusiawi
  • Ketika Kekuasaan Jadi Alat Perusak Alam
  • Menghapus Stigma, Menguatkan Suara: Pentingnya Jurnalisme Inklusi bagi Difabel

Komentar Terbaru

  • Refleksi Hari Pahlawan: Tiga Rahim Penyangga Dunia pada Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto
  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID