Mubadalah.id – Buku Qira’ah Mubadalah dinilai dapat memberikan cara pandang baru dalam sistem kehidupan dan kemaslahatan manusia. Untuk itu, kemaslahatan harus diciptakan dan diupayakan secara bersama-sama, baik perempuan dan juga laki-laki.
Hal itu dikemukakan Penulis Prolog buku Qira’ah Mubadalah Dr. Nur Rofiah Bil, Uzm ketika menyampaikan materinya pada Majelis Mubadalah ke-19 di Aula lantai 2 kampus 1 Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang, Senin, 25 Maret 2019.
“Menariknya mubadalah itu, kita boleh diajak untuk menyeimbangkan terus-menerus, membantu kesadaran bahwa kehidupan itu harus memberikan manfaat bagi kedua belah pihak dan mencegah dari keburukan,” kata Mbak Nur, sapaan akrabnya.
Majelis Mubadalah yang digelar Yayasan Fahmina dan Prodi Ilmu al-Quran dan Tafsir (IAT) Pascasarjana UIN Walisongo itu diikuti puluhan mahasiswa dan para dosen. Menurut Mbak Nur, penulis buku Qira’ah Mubadalah, Kang Faqih sedang memberikan alat supaya keadilan itu tercermin dalam tafsirnya.
Doktor Ilmu al-Quran dan Tafsir Pascasarjana Institut Perguruan Tinggi Ilmu al-Quran (PTIQ), Jakarta itu menyatakan, mubadalah ini tidak hanya berbicara soal teks tetapi juga cara pandang dalam melihat budaya Indonesia.
Ia mencontohkan, ada istilah Jawa yang menyebutkan surgo nunut neroko katut. Maka cara pandang mubadalahnya adalah bukan dipahami ketika suaminya berbuat dosa, istri pun ikut berbuat dosa.
“Kalau dipahami seperti ini, istri bisa terseok-seok mengikuti suami. Surgo nunut neroko katut itu jangan dipahami istri harus setia kepada suami, baik suka maupun duka,” tuturnya.
Menurutnya, pesan itu tidak lengkap, karena yang setia tidak hanya istri, tetapi juga suami. Maka kalau dimubadalahkan, kalimat itu menjadi suami harus setia kepada istri baik suka ataupun duka, begitupun sebaliknya.
Contoh lainnya, lanjut dia, rida Allah kepada istri tergantung pada rida suami. Maka dari itu, kalimat demikian harus dimubadalahkan, karena rida Allah kepada suami juga tergantung rida kepada istri.
“Kalau istrinya tidak rida. Bagaimana Allah mau rida. Mereka kan saling bermuamalah sesama manusia, kalau ada haknya ya dipenuhi. Saya yakin al-Quran itu adil bagi laki dan perempuan,” tegasnya.
Ia pun menilai, ketidakadilan itu bukan terletak pada perbedaan, tetapi karena membolehkan yang lebih kuat untuk menginjak yang lebih rendah. Patriarkhi juga berbahaya terhadap laki-laki, karena patriarkhi akan mengizinkan perempuan yang kuat untuk menginjak laki-laki yang lemah.
“Dalam patriahki relasi kuasa sangat menentukan, karena akar dari patriakhi itu relasi kuasa. Pandangan semacam ini harus dirubah demi terciptanya kemaslahatan manusia,” tutupnya. (RUL)