Dalam munajatnya kepada Tuhan, ia menyenandungkan situasi hatinya yang merindu dalam puisi-puisi yang manis dan menyayat hati.
ÙÙا سÙرÙÙرÙÙ ÙÙÙ
ÙÙÙÙÙتÙÙ ÙÙعÙÙ
ÙادÙÙ
ÙÙØ£ÙÙÙÙسÙÙ ÙÙعÙدÙÙتÙÙ ÙÙÙ
ÙرÙادÙÙ
Ø£ÙÙÙت٠رÙÙØ٠اÙÙÙÙؤÙاد٠أÙÙÙت٠رÙجÙآئÙÙ
Ø£ÙÙÙت٠ÙÙÙ Ù
ÙؤÙÙÙس٠ÙÙØ´ÙÙÙÙÙÙ٠زÙادÙÙ
Ø£ÙÙÙت٠ÙÙÙÙÙÙاÙÙ ÙÙا ØÙÙÙاتÙÙ ÙÙØ£ÙÙÙسÙÙ
Ù
Ùا تÙØ´ÙتÙÙت٠ÙÙÙ ÙÙسÙÙØ٠اÙÙبÙÙادÙ
ÙÙÙ
٠بÙدÙت٠Ù
ÙÙÙÙØ©Ù ÙÙÙÙÙ
Ù ÙÙÙ٠عÙÙÙدÙÙ
Ù
ÙÙ٠عÙØ·Ùآء٠ÙÙÙÙعÙÙ
ÙØ©Ù ÙÙØ£ÙÙÙا دÙÙ
ØÙبÙÙÙ٠اÙÙØ¢Ù٠بÙغÙÙÙتÙÙ ÙÙÙÙعÙÙÙ
ÙÙ
ÙÙجÙÙØ¢ Ø¡Ù ÙÙعÙÙÙÙÙ ÙÙÙÙبÙ٠اÙصÙÙادÙÙ
ÙÙÙÙس٠ÙÙ٠عÙÙÙÙÙ Ù
Ùا ØÙÙÙÙÙت٠بÙرÙاØÙ
Ø£ÙÙÙت٠Ù
ÙÙÙÙÙ Ù
ÙÙ
ÙÙÙÙÙÙ ÙÙ٠اÙسÙÙÙÙادÙ
اÙÙ٠تÙÙÙÙ٠رÙاضÙÙا٠عÙÙÙÙ ÙØ¥ÙÙÙÙ
ÙÙا Ù
ÙÙÙ٠اÙÙÙÙÙÙب٠ÙÙد٠بÙدÙا Ø¥ÙسÙعÙادÙÙ
Duhai kegembiraanku
Duhai rinduku,
Duhai tambatan hatiku
Duhai manisku,
Duhai Nyawaku, duhai Dambaanku
Engkaulah Ruh Jiwaku,
Engkaulah Harapanku
Engkaulah Manisku
Rasa Rinduku kepada-Mu adalah nafasku
Duhai Engkau, andai aku tanpa-Mu,
Duhai hidupku,
Duhai Manisku
Aku tak kan menyusuri jalan terbentang di pelosok negeri-negeri
Oh. Betapa banyak anugerah, kenikmatan dan pertolongan-Mu
Tetapi kini cinta-Mu lah dambaanku, dan keindahanku
Dan pandangan Mata-Mu kepadaku adalah dahagaku
Tanpa-Mu hidupku tak bergairah
Bila Engkau rela,
Duhai dambaan jiwaku
Maka itu adalah kebahagiaanku
Puisinya yang paling terkenal dan disenandungkan Ummi Kultsum dengan nada-nada dan suaranya yang begitu indah, memilukan dan merengkuh jiwa pendengarnya adalah ini :
Ø£ØÙبÙÙÙ ØÙبÙÙÙÙÙ ØÙب٠اÙÙÙÙÙÙÙ°
ÙØÙبÙÙÙا٠ÙØ£ÙÙÙ٠أÙÙÙÙÙ ÙÙÙØ°ÙاÙ
ÙØ£Ù
ا اÙØ°Ù ÙÙÙÙ ØÙب٠اÙÙÙÙÙÙ°
ÙÙØ´ÙغÙÙÙ٠بذÙÙÙرÙÙ٠عÙÙ
ÙÙ٠سÙÙÙاÙÙ
ÙاÙ
ÙÙا اÙذ٠أÙÙت٠أÙÙÙ ÙÙÙÙ
ÙÙÙÙØ´ÙÙÙÙÙ ÙÙ٠اÙØÙجÙب٠ØÙتÙÙ° أراÙÙ
ÙÙا اÙØÙÙ
Ùد٠Ù٠ذا ÙÙا ذاÙÙ ÙÙ
ÙÙÙÙÙ ÙÙ٠اÙØÙÙ
Ùد٠ÙÙ٠ذا ÙذاÙ
Aku mencintai Mu dengan dua cinta
Cinta karena hasrat diriku kepada-Mu
Dan cinta karena hanya Engkau yang memilikinya
Dengan Cinta hasrat, aku selalu sibuk menyebut nama-Mu
Dengan Cinta karena Diri-Mu saja,
Dan tidak yang lain
Karena aku berharap Engkau singkapkan Tirai Wajah-Mu
Biar aku bisa menatap-Mu seluruh
Tak ada puja-puji bagi yang ini atau yang itu
Seluruh puja-puji untuk-Mu saja
Cinta kepada Tuhan adalah puncak dari seluruh perjalanan hidup para pencari Tuhan. Ia bukan hanya milik Rabi’ah, melainkan juga milik para sufi besar lain, seperti Husein Manshur al-Hallaj, Ibnu Arabi, Maulana Jalal al-Din Rumi dan lain-lain. Lalu apakah cinta itu?. Mahmud Mahmud Ghurab menulis puisi :
اÙÙØÙبÙÙ Ø°ÙÙÙÙÙ ÙÙا تÙدÙرÙÙ ØÙÙÙÙÙÙتÙÙÙ
اÙÙÙÙس٠ÙÙØ°Ùا عÙجÙب٠ÙÙاÙÙÙÙ ÙاÙÙÙÙ
Cinta adalah rasa
Kau tak paham hakikatnya
Ini sungguh menakjubkan
Sungguh menakjubkan
Tidak Menikah
Rabi’ah al-‘Adeawiyah tak menikah sampai akhir hayatnya. Ia tak ingin menikah dengan laki-laki siapapun. Ia menolak laki-laki yang datang kepadanya, sekaya, sebesar, dan setinggi apapun keilmuan dan kehebatan laki-laki itu. Seluruh hidupnya diliputi oleh gairah cinta kepada Tuhan, tak ada yang lain dan tak ingin yang lain. Hari-harinya disibukkan untuk menyebut Nama-Nya, memuji-Nya, mensucikan-Nya dan merindukan-Nya. Malam-malamnya dihabiskan untuk menjalin keintiman bersama-Nya. Hingga ia menjadi ikon Cinta Tuhan sepanjang sejarah.
Memang ada pula kabar bahwa Rabi’ah pernah menikah dengan seorang laki-laki. Ini boleh jadi benar. Akan tetapi Rabi’ah yang manakah yang dikabarkan menikah tersebut?. Banyak tokoh perempuan yang juga bernama Rabi’ah. Antara lain Rabi’ah al-Syamiyah. Abd al-Rahman Badawi, ahli manuskrip terkemuka dari Mesir, telah melakukan mendalam terhadap isu ini. Pada akhirnya dalam bukunya “Rabi’ah, Syahidah al-‘Isyq al-Ilahy”, ia mengatakan dalam kesimpulan penelitiannya :
اÙÙÙ٠اÙاÙØ®ÙبÙار٠اÙÙÙتÙ٠تÙÙÙتÙرÙض٠زÙÙÙاج٠رابعة اÙÙبÙصÙرÙÙØ© Ø¥ÙÙÙÙÙ Ùا ÙÙÙÙ ÙÙ٠اÙÙÙÙاÙÙع٠أÙØ®ÙبÙار٠خÙاصÙ٠بÙرÙابÙعÙØ© اÙØ´ÙÙا٠ÙÙÙØ© . ÙÙÙÙÙÙس٠ÙÙÙÙا Ù ÙصÙدÙر٠ÙÙاØÙد٠ÙÙصÙØ±Ø Ø¨ÙØ£ÙÙÙ٠رÙابÙعÙØ© اÙÙبÙصÙرÙÙÙÙØ© تÙزÙÙÙÙجÙتÙ
“Kabar-kabar bahwa Rabi’ah al-Bashriyah (dari Basrah) pernah menikah, pada kenyataannya adalah kabar-kabar tentang Rabi’ah al-Syamiyah. Tidak ada satu sumberpun yang ada pada kami yang menyatakan bahwa Rabi’ah dari Basrah (Rabi’ah al-‘Adawiyah) pernah menikah”.
Rabi’ah al-Adawiyah dari Basrah ini, wafat tahun 801 M. Tidak ada info yang pasti di mana beliau diistirahatkan. Sebagian berpendapat di Palestina. Ada yang mengatakan di Kairo dan ada yang menyebut di Baghdad, Irak. Wallahu A’lam.
Ada kisah yang menarik, yang dibuat orang sesudah kematian wali perempuan ini. Disebutkan: Seseorang bertemu Rabiah dalam mimpi. Dia bertanya, “Bagaimana engkau menghadapai malaikat Munkar dan Nakir?”
Rabiah menjawab, “Para pemuda itu (Munkar dan Nakir) datang menemui aku dan bertanya : ‘Siapakah Tuhanmu?’
Aku menjawab, ‘Kembalilah dan katakan kepada Allah, di antara ribuan makhluk, janganlah Engkau melupakan seorang wanita tua yang lemah ini. Aku, yang hanya memiliki-Mu di dunia, tidak akan pernah melupakan-Mu, mengapa Engkau harus mengirim utusan untuk bertanya ‘siapakah Tuhanmu?’. TAMAT. []