• Login
  • Register
Sabtu, 5 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Pernak-pernik

Responsif Gender dalam HBH Ngaji Ihya

Hijroatul Maghfiroh Hijroatul Maghfiroh
09/06/2020
in Pernak-pernik
0
93
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Acara kemarin bagi aku sangat responsif gender banget. Misal, dari awal lomba #KuisNgajiIhya (inikan bagian dari rangakain HBH yah) Mbak Admin Ienas Tsuroiya sangat gusar karena peserta perempuan dalam keikutsertaan kuis sangat minim, walhasil santri ubres perempuan angkatan muhajirat dipepet terus oleh Mbak admin untuk ikutan kuis, akhirnya beneran kepepet, dan menulislah dalam keadaan kepepet, makanya wajar kalau gak ada yang menang.

Demikianpun ketika proses persiapan HBH di group panitia, tidak hanya panitia ‘dikuasai’ perempuan dalam hal jumlah, tapi dalam hal perspektif, kami juga menguasai. Seolah-olah sedang praktik analisis gender melalui poster, poster awal yang disodorkan CM aka Masykurudin Hafidz yang notabene laki-laki, langsung dibantai oleh master notulensi pelatihan gender pada masanya, Mbak Jannet Nur Jannah.

“Cak bisa gak karikaturnya jangan santri laki-laki semua, ada santri perempuannya.”, tanpa ba-bi-bu, CM langsung ngibrit, meresponnya dengan cepat, “Siap!”. Dan ini yang aku bilang salah satu bentuk responsif gender ; karena si kritikus ini tidak hanya mengidentifikasi isu gender, tapi langsung menawarkan jalan ke luar.

Sreeet, kemudian foto santri-santri perempuan yang sedang mengajipun terkirim. Foto santri-santri perempuan dianggap masih kurang mewakili gambaran ngaji online, diapun mengirimkan lagi foto teks kitab ihya dalam gadget. Dan Menurutku foto-foto tersebut belum mewakili adil gender, maka aku langsung sigap, mengirimkan foto laki-laki dengan tampang urban tetapi solih sedang fokus ngaji ihya di gadetnya. “Biar ada santri putranya.” tambahku singkat. 

Perdebatan isu gender belum selesai sampai di sini. CM kemudian mengirim poster alternatif dengan desain yang berbeda. Semuanya memukau, Walaupun di mata para perempuan yang mengimajinasikan diri sebagai analist gender selalu ada saja yang kurang.

Baca Juga:

Jangan Malu Bekerja

Yang Benar-benar Seram Itu Bukan Hidup Tanpa Nikah, Tapi Hidup Tanpa Diri Sendiri

Islam Memuliakan Orang yang Bekerja

Kholidin, Disabilitas, dan Emas : Satu Tangan Seribu Panah

“Cak kenapa fotonya krop-kropan, yang sudah bersatu jangan dipisahkan, kalau mau misah dengan foto lainnya…”, “Cak, kenapa Mbak Admin di urutan terbawah? Jangan lupa Mbak Admin itu memegang peran penting dalam Ngaji Ihya Online ini, bisa nggak dipindah posisi biar juga tidak membelakangi suami?”, untung nggak diteruskan komentar, ‘nanti dilaknat malaikat sampai pagi’… (Itupun ternyata dilematis karena ternyata pas terpasang di tengah membelakangi Abah, padahal kalau turun lagi ke bawah enggak deh).

Perdebatan, lebih tepatnya ‘propaganda’ sih, tentang gender semakin memanas bercampur isu lainnya, entah isu ‘kecemburuan’ atau etika pesantren, “Cak, aku sepakat yang santri putra dipisah, sudah duduk gak pake satir, tampak ndusel-ndusel di santri putri pula.”

Beruntung CM sangat responsif mengakomodir suara kami. Duh, CM ini sudah minoritas memiliki daya tawar tinggi tetapi sangat hormat dan melayani kebutuhan eh keinginan mayoritas. Sungguh akhlak terpuji, Gusti Allah ingkang ngajeni 

Kentalnya pengaruh responsif gender dalam HBH #NgajiIhya tidak hanya tergambar melalui perdebatan poster, melainkan dari berimbangnya laki-laki dan perempuan pengisi acara, kecuali special guests penyedia teks kitab Ihya, yang memang dari sononya laki-laki semua.

Pemberi testimoni perwakilan SO dari 12 peserta terdiri dari 6 perempuan dan 6 laki-laki. Padahal kalau mau memakai representasi SO NgajiIhya yang kalau dilihat dari tayangan FB, sebenarnya SO putri hanya kurang dari 13%. Itu seenggaknya dari hitungan kasar yang ngasih emoticon love di salah satu tayangan NgajiIhya, dari 253 pemberi tanda love hanya 29 yang disinyalir akun milik perempuan. Padahal itu sudah mengandaikan pemberi emoticon love biasanya perempuan. 

Sebenarnya angka 12% keikutsertaan perempuan dalam #NgajiIhya online sangat menggembirakan. Mengingat di dunia pesantren, kitab ihya merupakan kitab yang sangat ‘maskulin’. Kitab yang biasanya diajarkan kepada santri putra, pun yang sudah level atas. Makanya keberadaan #NgajiIhya online ini benar-benar memberikan ruang bagi perempuan (santri) untuk menikmati kitab klasik karya laki-laki istimewa, Imam Ghazali.

Oleh karenanya tidak salah, jika perempuan diberi kesempatan yang sama persis secara angka (50:50) dalam memberi testimoni mewakili SO pada HBH kemarin. Karena toh ternyata pengalaman perempuan dalam mengikuti #NgajiIhya lebih beragam; dari urusan sinyal (Helli – Landak Kalbar), domestik (Luluk, Sidoarjo), pekerjaan profesional (Icha), spiritual (Uswah),sampai keingintahuan perempuan dalam meluaskan cakrawala pengetahuan (Dahlia). Pengalaman – pengalamn tersebut memiliki kekhasannya tersendiri yang mungkin hanya dirasakan oleh perempuan.

Yang paling menyenangkan dari HBH NgajiIhya yang diselenggarakan secara online adalah memungkinkan siapa saja bisa ‘duduk’ di tempat yang sama. Kalau biasanya Ngaji offline perempuan duduk di belakang, atau di samping tapi dibalik satir dan tidak bisa melihat dengan gamblang para pembicara, di Ngaji Ihya online kita semua sama ; bahkan sama posisinya dengan para pembicara ketika beliau-beliau sedang tidak berbicara. 

Pun, kita semua merasa diperlakukan sama oleh Poro Alim, mereka menyampaikan ekspresi yang sama memasuki rumah-rumah kita bahkan kamar kita, entah rumah kontrakan, maupun kamar kos-kosan, semuanya mendapatkan keberkahan yang sama. []

Hijroatul Maghfiroh

Hijroatul Maghfiroh

Saat ini sedang menempuh studi di bidang Sustainability and Environmental Studies di Macquarie University, Australia. Ia adalah pendiri Eco-Peace Indonesia, sebuah inisiatif lintas iman untuk pendidikan lingkungan bagi generasi muda. Sebelumnya, ia menjabat sebagai Program Manager Lingkungan dan Perubahan Iklim di LPBI-PBNU (2010–2022). Selain itu, ia juga penulis buku Dakwah Ekologi: Panduan Penceramah Agama tentang Akhlak pada Lingkungan

Terkait Posts

Bekerja

Jangan Malu Bekerja

5 Juli 2025
Bekerja dalam islam

Islam Memuliakan Orang yang Bekerja

5 Juli 2025
Kholidin

Kholidin, Disabilitas, dan Emas : Satu Tangan Seribu Panah

5 Juli 2025
Sekolah Tumbuh

Belajar Inklusi dari Sekolah Tumbuh: Semua Anak Berhak Untuk Tumbuh

4 Juli 2025
Oligarki

Islam Melawan Oligarki: Pelajaran dari Dakwah Nabi

4 Juli 2025
Islam Harus

Mengapa Islam Harus Membela Kaum Lemah?

3 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Gerakan KUPI

    Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kisah Jun-hee dalam Serial Squid Game dan Realitas Perempuan dalam Relasi yang Tidak Setara

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Belajar Inklusi dari Sekolah Tumbuh: Semua Anak Berhak Untuk Tumbuh

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rumah Tak Lagi Aman? Ini 3 Cara Orang Tua Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pesan Pram Melalui Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Jangan Malu Bekerja
  • Yang Benar-benar Seram Itu Bukan Hidup Tanpa Nikah, Tapi Hidup Tanpa Diri Sendiri
  • Islam Memuliakan Orang yang Bekerja
  • Kholidin, Disabilitas, dan Emas : Satu Tangan Seribu Panah
  • ISIF akan Gelar Halaqoh Nasional, Bongkar Ulang Sejarah Ulama Perempuan Indonesia

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID