Selasa, 23 Desember 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Kekerasan di Kampus

    IMM Ciputat Dorong Peran Mahasiswa Perkuat Sistem Pelaporan Kekerasan di Kampus

    Kekerasan di Kampus

    Peringati Hari Ibu: PSIPP ITB Ahmad Dahlan dan Gen Z Perkuat Pencegahan Kekerasan Berbasis Gender di Kampus

    KUPI yang

    KUPI Jadi Ruang Konsolidasi Para Ulama Perempuan

    gerakan peradaban

    Peran Ulama Perempuan KUPI dalam Membangun Gerakan Peradaban

    Kemiskinan Perempuan

    KUPI Dorong Peran Ulama Perempuan Merespons Kemiskinan Struktural dan Krisis Lingkungan

    Kekerasan Seksual

    Forum Halaqah Kubra KUPI Bahas Kekerasan Seksual, KDRT, dan KBGO terhadap Perempuan

    Gender KUPI

    Julia Suryakusuma Apresiasi Peran KUPI dalam Mendorong Islam Berkeadilan Gender

    sikap ambivalen

    Julia Suryakusuma Soroti Ancaman Kekerasan Seksual dan Sikap Ambivalen terhadap Feminisme

    Feminisme

    Julia Suryakusuma: Feminisme Masih Dibutuhkan di Tengah Krisis Multidimensi Indonesia

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Sawit

    Dampak Ekspansi Tambang dan Sawit terhadap Lingkungan

    Bahasa Masih Membatasi Disabilitas

    Ketika Bahasa Masih Membatasi Disabilitas

    Perempuan Mollo

    Perempuan Adat Mollo Pimpin Perlawanan terhadap Tambang Marmer

    Mitokondria

    Mitokondria: Kerja Sunyi Perempuan yang Menghidupkan

    Masyarakat Mollo

    Kosmologi Masyarakat Adat Mollo dalam Melawan Tambang

    Akal Sehat

    Seni Merawat Alam Dengan Akal Sehat

    Masyarakat Adat Mollo

    Perjuangan Masyarakat Adat Mollo Menjaga Gunung Batu dari Tambang Marmer

    Mother Wound

    Dear Perempuan, Belajar Tidak Mewariskan Luka Mother Wound, Yuk!

    Stigma Penyandang Disabilitas

    Mengapa Stigma Negatif terhadap Penyandang Disabilitas Masih Banyak Terjadi?

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Mimi Monalisa

    Aku, Mama, dan Mimi Monalisa

    Romantika Asmara

    Romantika Asmara dalam Al-Qur’an: Jalan Hidup dan Menjaga Fitrah

    Binatang

    Animal Stories From The Qur’an: Menyelami Bagaimana Al-Qur’an Merayakan Biodiversitas Binatang

    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Kekerasan di Kampus

    IMM Ciputat Dorong Peran Mahasiswa Perkuat Sistem Pelaporan Kekerasan di Kampus

    Kekerasan di Kampus

    Peringati Hari Ibu: PSIPP ITB Ahmad Dahlan dan Gen Z Perkuat Pencegahan Kekerasan Berbasis Gender di Kampus

    KUPI yang

    KUPI Jadi Ruang Konsolidasi Para Ulama Perempuan

    gerakan peradaban

    Peran Ulama Perempuan KUPI dalam Membangun Gerakan Peradaban

    Kemiskinan Perempuan

    KUPI Dorong Peran Ulama Perempuan Merespons Kemiskinan Struktural dan Krisis Lingkungan

    Kekerasan Seksual

    Forum Halaqah Kubra KUPI Bahas Kekerasan Seksual, KDRT, dan KBGO terhadap Perempuan

    Gender KUPI

    Julia Suryakusuma Apresiasi Peran KUPI dalam Mendorong Islam Berkeadilan Gender

    sikap ambivalen

    Julia Suryakusuma Soroti Ancaman Kekerasan Seksual dan Sikap Ambivalen terhadap Feminisme

    Feminisme

    Julia Suryakusuma: Feminisme Masih Dibutuhkan di Tengah Krisis Multidimensi Indonesia

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Sawit

    Dampak Ekspansi Tambang dan Sawit terhadap Lingkungan

    Bahasa Masih Membatasi Disabilitas

    Ketika Bahasa Masih Membatasi Disabilitas

    Perempuan Mollo

    Perempuan Adat Mollo Pimpin Perlawanan terhadap Tambang Marmer

    Mitokondria

    Mitokondria: Kerja Sunyi Perempuan yang Menghidupkan

    Masyarakat Mollo

    Kosmologi Masyarakat Adat Mollo dalam Melawan Tambang

    Akal Sehat

    Seni Merawat Alam Dengan Akal Sehat

    Masyarakat Adat Mollo

    Perjuangan Masyarakat Adat Mollo Menjaga Gunung Batu dari Tambang Marmer

    Mother Wound

    Dear Perempuan, Belajar Tidak Mewariskan Luka Mother Wound, Yuk!

    Stigma Penyandang Disabilitas

    Mengapa Stigma Negatif terhadap Penyandang Disabilitas Masih Banyak Terjadi?

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Mimi Monalisa

    Aku, Mama, dan Mimi Monalisa

    Romantika Asmara

    Romantika Asmara dalam Al-Qur’an: Jalan Hidup dan Menjaga Fitrah

    Binatang

    Animal Stories From The Qur’an: Menyelami Bagaimana Al-Qur’an Merayakan Biodiversitas Binatang

    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Pernak-pernik

Satu Rumah Ibadah dalam Sekat-sekat Rumah Petak

Sejatinya kita semua itu berasal dari Yang Satu, dan mendiami rumah yang Satu. Hanya saja kita tersekat oleh dinding-dinding syariat yang berbeda untuk saling mewarnai antara satu dan lainnya

Aspiyah Kasdini RA Aspiyah Kasdini RA
15 Januari 2023
in Pernak-pernik
0
Rumah Ibadah

Rumah Ibadah

576
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Terlahir menjadi anak prajurit dan tumbuh di lingkungan masyarakat yang heterogen di kota kecil Sanggau, Kalimantan Barat, merupakan privilise yang patut saya syukuri. Besar dengan kondisi masyarakat yang majemuk secara agama, suku, ras, dan keyakinan merupakan realita sehari-hari yang saya alami serta rasakan bersama anak-anak lainnya di sana. Termasuk melihat rumah ibadah berbeda agama yang saling berdampingan.

Istilah ‘menghargai’ dan ‘toleransi’ bukan teori dalam kelas semata. Melainkan juga sebuah praktik keseharian yang tampak dalam segala aspek kehidupan. Di kota ini, Masjid dan Pekong dibangun bersebelahan. Bahkan di kecamatan-kecamatan yang tersebar di Kabupaten Sanggau dan sekitarnya,  Masjid dan Gereja berjarak berdekatan.

Masyarakat di sana saling bahu-membahu dalam kemanusiaan,  juga saling menghargai atas segala bentuk pelaksanaan ibadah dan ritual keagamaan. Toleransi bagi masyarakat di sana merupakan bagian dari aliran darah yang menyatu bersama raga dan jiwa. Menggerakkan seluruh anggota tubuh, dan menghasilkan kerja-kerja jasmani untuk pemenuhan kebutuhan bersama.

Sebagaimana Ibnu Khaldun tuliskan dalam Muqaddimah, manusia itu membutuhkan kerjasama dengan sesamanya untuk bertahan hidup. Baik untuk memperoleh makanan ataupun mempertahankan diri. Ya, manusia yang ada dalam suatu komunitas masyarakat, yang tidak dipetak-petakkan oleh identitas yang mereka miliki.

Berbagi Kebahagiaan dengan yang Berbeda Agama

Di kota ini, saya yang seorang Muslim juga selalu bertandang ke rumah teman-teman, guru, juga kerabat yang notabenenya berbeda agama di saat mereka sedang merayakan hari besar keagamaannya. Demikian pula sebaliknya, mereka juga akan bertandang ke rumah kami saat hari raya Idulfitri. Walaupun Ayah merupakan prajurit dan tokoh agama di sana, tidak pernah sekalipun ia melarang anak-anaknya untuk berbagi kebahagiaan dengan mereka yang berbeda.

Tidak hanya pada saat menasehati anak-anaknya, dalam ceramah-ceramah keagamaan pun Ayah selalu menekankan pentingnya merajut perdamaian dalam perbedaan. Sikap dan pemikiran Ayah yang demikian, membuatnya selalu menjadi jembatan mediasi oleh masyarakat saat terjadi konflik dan miskomunikasi antar agama maupun budaya. Dari realita ini, saya dapat berasumsi, sesungguhnya perdamaian itu lebih kita sukai daripada perpecahan dan permusuhan. (Lihat QS. Ali Imran: 103, Al-Nisa’: 114).

Setelah menamatkan sekolah dasar, Ayah dan Mamak mengirim anak-anaknya untuk melanjutkan pendidikan ke pulau Jawa. Tinggal nomaden dari satu kota ke kota lainnya memberi saya banyak pelajaran dan perspektif tentang bagaimana perbedaan bisa kita hayati, pahami dan terimplementasikan pada sikap toleransi dalam bentuk budi pekerti sehari-hari.

Masyarakat dengan corak homogen, baik secara agama, suku, dan bahasa, cenderung antipati terhadap perbedaan. Sebaliknya, masyarakat yang heterogen justru lebih mudah menyikapi perbedaan yang ada dalam lingkungan tersebut. Dari pengalaman ini, saya dapat mengambil kesimpulan, bahwa maksud dari pepatah “‘Tak kenal maka ‘tak sayang” itu benar adanya.

Saat seseorang mengenal dan bercampur dengan mereka yang berbeda, maka ia juga akan merasakan bahwa ia juga berbeda. Kemudian dapat bercampur-baur dengan penuh tenggang-rasa. Oleh karena itu, kegiatan dan edukasi untuk saling mengenal dengan yang ‘tak sama adalah salah satu agenda yang harus kita prioritaskan dan kita dukung. Seperti agenda kerja institut Leimena dan Convey Indonesia.

Menyikapi Perbedaan

Ya, kondisi dan latar belakang hidup seseorang sangat berpengaruh terhadap sudut pandang dan karakter yang kita miliki (Ibnu Khaldun, Muqaddimah: 1.377) termasuk dalam hal menyikapi perbedaan. Sudut pandang yang demikian sangatlah berperan aktif sebagai faktor internal untuk mewujudkan perdamaian. Hal itu bisa kita mulai dari diri kita sendiri dan orang-orang di sekitar kita.

Jika orang tua saya telah gugur kewajibannya -karena telah gugur dalam wabah- untuk memberikan pemahaman Islam yang rahmatan lil alamin. Maka sekarang giliran saya untuk melanjutkan estafet tugas tersebut kepada anak-anak saya. Tentunya saya dan suami sempat mengalami kebingungan, karena kami tidak lagi berdomisili di tanah yang masyarakatnya sangat beragam. Melainkan harus tinggal di rumah petakan yang didominasi oleh agama dan ideologi yang sama.

Menjadi mahasiswa membuat saya harus membawa serta anak-anak untuk menjalani kehidupan layaknya mahasiswa. Namun yang menjadi berbeda adalah, anak-anak merupakan anak-anak yang lahir di masa pandemi, sehingga mengenalkan anak-anak pada dunia luar secara langsung bukanlah termasuk prioritas utama. Di mana yang menjadi prioritas saat itu untuk mereka adalah menjaga kesehatan dan keselamatan hidupnya.

Terlebih segala bentuk perkuliahan kami lakukan secara daring, mustahil untuk melihatkan kepada mereka apa itu perbedaan, keberagaman, toleransi, menghargai, dan tenggang rasa.

Tantangan Pandemi dan Masyarakat Homogen

Kondisi pandemi dan masyarakat yang homogen merupakan sebuah tantangan. Di mana ruang dan waktu sangat terbatas bagi kami untuk menanamkan nilai-nilai keberagaman tersebut. Namun Tuhan selalu memberikan jalan-Nya (QS. Al-Insyirah: 5-6).

Pandemi yang memberikan banyak dampak ini, baik secara psikis, ekonomi, budaya, dan lainnya, ternyata juga memberikan banyak hikmah di belakangnya. Termasuk pada Tante Maria Linda, tetangga yang baru saja pindah di sebelah rumah petakan, karena usaha batiknya terdampak akibat pandemi yang ‘tak kunjung usai, merupakan salah satu dari hikmah tersebut.

Rumah petakan yang kami tinggali adalah rumah dengan satu pintu akses utama di depan, dengan memiliki empat ruang yang memanjang ke belakang. Empat ruang ini tersekat dinding dengan posisi pintu-pintu yang sejajar. Sudah umum bagi mahasiswa yang berdomisili di Ciputat. Selain memilih kosan dengan satu kamar sebagai pilihan untuk tinggal dan belajar, juga tidak sedikit yang memilih menyewa rumah petakan seperti yang kami pilih untuk berhemat.

Tante Linda bukanlah mahasiswa di sini. Dia adalah pengusaha yang sedang memulai kembali usahanya setelah pandemi melanda negeri, dan menyewa rumah petakan adalah salah satu ikhtiarnya untuk mengelola kembali ekonomi yang ia miliki.

Berinteraksi dengan Umat Beda Agama

Tante Maria Linda adalah seorang Nasrani. Pada suatu hari di bulan Ramadlan tahun ini, bertepatan dengan pelaksanaan ibadah puasa menjelang Minggu Palma baginya, dan ia pun berpuasa sebagaimana kami. Saat berbuka, kami mengajaknya berbuka puasa bersama. Tentunya anak-anak juga ikut bercengkrama dan menikmati kudapan berbuka bersamanya.

Karena makan nasi atau makan besar akan kami lakukan setelah salat Tarawih, maka kami meminta Tante Linda untuk makan terlebih dahulu. Akan tetapi ia menolak, ia akan makan bersama kami setelah tarawih. Karena pada saat Isya, ia akan melakukan Misa dan meminjam ruangan ketiga di rumah petakan kami. Melihat kondisi tersebut, anak-anak mulai bingung dan bertanya kepada ibunya, “Bubu, kok Tante Linda ndak ikut salat bareng?”; “Ngapain dia di kamar belakang?”

Mendengar pertanyaan kritis dari gadis tiga tahun ini, spontan saya bersemangat menjawab. Inilah kesempatan untuk sedikit-sedikit memberikan pemahaman kepada anak-anak. Inilah jawaban atas kebingungan-kebingungan saya selama ini. Kemudian pertanyaan-pertanyaan itu mulai saya jawab, “Iya, Tante Linda juga sama seperti kita, ia juga sedang beribadah.

Tetapi kita memiliki syariat agama yang berbeda dengannya, kita beragama Islam. Sedangkan Tante Linda beragama Nasrani. Kita menghadap Tuhan dengan melaksanakan salat, dan Tante Linda juga menghadap Tuhan dengan melaksanakan Misa bersama komuninya. Karena sedang pandemi, kita tarawihnya tidak di masjid, tetapi berjamaah di rumah saja, dan Tante Linda juga tidak pergi ke Gereja, melainkan di rumah saja dengan sistem daring.

Rumah Ibadah

Petak-petak Rumah Ibadah
Petak-petak Rumah Ibadah

Dulu waktu Bubu kecil Mbah Ayah pernah bilang, al-ardlu kulluha masjidun illa maqbarah wa al-hamam (Hr. Tirmidzi No. 317). Jadi di mana saja tempat makhluk menghadap Tuhannya, itu adalah rumah ibadah untuknya. Di sini adalah masjid untuk kita, dan juga di ruangan belakang adalah gereja untuk Tante Linda.”

Saya melihat mata bersihnya menyimak jawaban dari Bubunya dengan diiringi anggukan sebagai tanda mengerti. Saat semuanya mulai beribadah, ia tidak mengusik, tidak berisik, dan tidak berlarian di seluruh ruangan, sehingga Tante Linda yang sedang menjalankan Misa daring di kamar belakang pun dapat mengikuti rangkaian ibadah dengan khidmat.

Ini di luar ekspektasi saya, ternyata dengan menggunakan penjelasan singkat saja, anak tiga tahun ini dapat langsung mengambil sikap untuk dapat menghargai perbedaan yang ada dengan tidak bermain di saat yang lain sedang beribadah. Sungguh tidak saya minta ia untuk melakukan itu.

Pandemi memang memberi jarak ruang dan waktu untuk manusia saling bertemu dan beraktivitas secara masal, namun kita masih memiliki orang-orang terdekat dan teknologi untuk kebutuhan hidup, termasuk sekolah, ibadah, jual-beli, dan lainnya.

Oleh karena itu, teknologi juga merupakan media strategis yang dapat kita manfaatkan untuk mengenalkan, mengajarkan, dan memahamkan kepada anak-anak, tentang apa itu perbedaan beserta cara menyikapinya. Sejak kejadian malam Ramadan itu, saya beserta suami pelan-pelan memasukkan nilai-nilai keberagaman dan perdamaian saat membersamai anak-anak bermain.

Petak-petak dalam Rumah

Di rumah petakan ini, kami ajarkan berbagai lagu daerah beserta budaya yang melekat di dalamnya; di rumah petakan ini juga, kami temani mereka mengenal adanya agama lain yang berbeda dengan yang kita yakini berikut ritual keagamaannya; kami temani mereka menonton kartun “Masha and The Bear” dan kartun lainnya dengan bahasa aslinya.

Terkadang saya ajak mereka menikmati video-video lagu dubing Shah Rukh Khan dengan budaya yang menyertainya. Kami ajak mereka menikmati perjalanan Makkah dan Madinah melalui video-video yang neneknya kirim saat umroh. Pertanyaan-pertanyaan kritis yang mereka lontarkan kapada kami saat proses bermain ini kami jadikan senjata untuk pelan-pelan memahamkan kepadanya, bahwa kita semua berbeda. Termasuk antara kamu dan Bubu.

Rumah yang Satu

Kita semua berasal dari berbagai macam perbedaan. Namun kita tinggal di bumi yang sama. Oleh karena itu kita harus saling mengenal dan mengasihi. Dengan demikian kita semua akan bahagia dan selamat dunia-akhirat.

Jadi, tidak ada celah untuk intoleransi, bahkan sekat-sekat rumah petak pun mampu menjadi ruang untuk menanamkan nilai-nilai toleransi kepada anak-anak bangsa. Mari kita manfaatkan media sebaik mungkin, dan penuhi media dengan narasi yang mendamaikan serta menyejukkan. Bukan narasi yang memecah belah.

Rumah ibadah yang ideal bagi kami adalah rumah ibadah yang nyaman untuk melakukan ibadah. Sebuah tempat yang memiliki makna rumah. Yakni tempat nilai cinta, damai dan kasih diajarkan di balik segala perbedaan yang diciptakan-Nya.

Tempat yang harus dapat menjadi rumah bagi siapapun yang ingin melakukan ibadah di dalamnya. Baik itu antar maupun intra agama; dan dapat diakses oleh siapapun dan dalam kondisi apapun, tidak hanya bagi mereka yang mampu, tetapi juga bagi kaum mustadh’afin. Sejatinya kita semua itu berasal dari Yang Satu, dan mendiami rumah yang Satu. Hanya saja kita tersekat oleh dinding-dinding syariat yang berbeda untuk saling mewarnai antara satu dan lainnya (QS. Al-Hajj: 34). (bebarengan)

 

Tags: ibadahislamKeberagamaanNasraniRumah Ibadah
Aspiyah Kasdini RA

Aspiyah Kasdini RA

Alumni Women Writers Conference Mubadalah tahun 2019

Terkait Posts

Keulamaan Perempuan dalam
Publik

Jejak Panjang Keulamaan Perempuan dalam Sejarah Islam

20 Desember 2025
Kepemimpinan Perempuan
Publik

Apakah Islam Mengenal Kepemimpinan Ulama Perempuan?

19 Desember 2025
Fikih Disabilitas
Publik

Fikih Disabilitas: Kajian Wudu bagi Orang Tanpa Tangan atau Kaki

18 Desember 2025
Konservatisme Islam
Publik

Menguatnya Konservatisme Islam Kian Menekan Perempuan

17 Desember 2025
Gender KUPI
Aktual

Julia Suryakusuma Apresiasi Peran KUPI dalam Mendorong Islam Berkeadilan Gender

15 Desember 2025
Halaqah Kubra di UIN
Aktual

KUPI Gelar Halaqah Kubra, Rektor UIN Sunan Kalijaga Soroti Data Partisipasi Perempuan di Dunia Islam

12 Desember 2025

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Mitokondria

    Mitokondria: Kerja Sunyi Perempuan yang Menghidupkan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perempuan Adat Mollo Pimpin Perlawanan terhadap Tambang Marmer

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketika Bahasa Masih Membatasi Disabilitas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dampak Ekspansi Tambang dan Sawit terhadap Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perjuangan Masyarakat Adat Mollo Menjaga Gunung Batu dari Tambang Marmer

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Dampak Ekspansi Tambang dan Sawit terhadap Lingkungan
  • Ketika Bahasa Masih Membatasi Disabilitas
  • Perempuan Adat Mollo Pimpin Perlawanan terhadap Tambang Marmer
  • Mitokondria: Kerja Sunyi Perempuan yang Menghidupkan
  • Kosmologi Masyarakat Adat Mollo dalam Melawan Tambang

Komentar Terbaru

  • LK21 Rebahin pada Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan
  • bokep terbaru pada Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan
  • билеты и отели pada Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan
  • Crypto News pada Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan
  • drover sointeru pada Belajar dari Gus Dur dan Daisaku Ikeda, Persahabatan adalah Awal Perdamaian
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID