• Login
  • Register
Minggu, 8 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Pernak-pernik

Sebagai Manusia, Sudahkah Kita Beragama?

Kedamaian dalam diri dan menebarkannya kepada orang lain, apakah cara beragama seperti ini telah kita praktikkan bagi yang mengaku umat beragama?

Ahmad Murtaza MZ Ahmad Murtaza MZ
13/08/2022
in Pernak-pernik
0
Sudahkah Kita Beragama

Sudahkah Kita Beragama

264
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Sudahkah kita beragama? Pertanyaan yang mengerutkan dahi bagi siapa saja yang mempercayai agama. Agama yang begitu diyakini oleh pemeluknya sebagai jalan untuk berjumpa dengan Tuhan yang telah menciptakannya.

Tuhan dengan sedemikian rupa telah menciptakan manusia dengan sebaik-baiknya agar bisa memahami setiap ilmu-ilmu yang telah Tuhan berikan. Ilmu-ilmu tersebut hanya segelintir saja dapat dipahami oleh manusia.

Pemahaman yang sedikit ini pula yang dilakukan oleh Jalaluddin Rakhmat atau yang akrab kita sapa dengan panggilan Kang Jalal. Kang Jalal dalam bukunya yang berjudul Islam Alternatif seakan menampar saya sebagai pembacanya untuk merefleksikan kembali atas apa yang saya percayai dan praktikkan dengan sebutan “beragama”.

Beragama dalam sudut Kang Jalal yang memiliki latar belakang seorang psikolog, mengutip sebuah sudut pandang cara beragama dari Gordon W. Allport. Gordon dari hasil pembacaan Kang Jalal, telah merumuskan dua cara memeluk agama yaitu: ekstrinsik dan intrinsik.

Beragama Secara Ekstrinsik atau Intrinsik

Beragama secara ekstrinsik memiliki arti bahwa ia hanya menjadi sesuatu yang bisa kita manfaatkan dengan beragam tujuan dan bukan untuk kehidupan, something to use but not to live. Pemanfaatan keyakinan dengan ragam tujuan seperti agar kelihatan baik dan taat di mata orang lain. Ragam tujuan lainnya seperti motif kekuasaan, status, ataupun motif-motif lainnya.

Baca Juga:

Dari Sapi Hingga Toleransi : Sebuah Interaksi Warga Muslim Saat Iduladha di Bali

Ketuhanan yang Membebaskan: Membangun Perdamaian dengan Dasar Pancasila

Pentingnya Menanamkan Moderasi Beragama Sejak Dini Ala Gus Dur

Kashmir: Tanah yang Disengketakan, Perempuan yang Dilupakan

Motif-motif seperti ini lah menjadikan cara memeluk agama hanya menyentuh kulit luarnya saja. Tidak sampai pada esensi dari memeluk agama sendiri. Esensi dalam memeluk agama ini padahal begitu penting bagi siapa saja yang mendeklarasikan diri telah beragama. Memeluk agama seperti ini hanya akan menciptakan hati yang iri, dengki, dan fitnah. Jauh dari kata rahmat bagi semesta.

Sampai di sini, sudahkah salingers mulai menyadari cara beragama seperti apa yang telah kita lakukan selama ini?

Beragama secara intrinsik sendiri memiliki arti sebenar-benarnya komitmen terhadap sesuatu yang diyakininya. Atau dalam artian lain, agama benar-benar telah menjadi petunjuk bagi diri sendiri. Oleh karenanya, beragama seperti ini menjadikan jiwa-jiwa yang ada dalam tubuh kita lebih sehat sehingga dapat menebarkan damai kepada orang lain. Menyebarkannya dalam lingkup yang lebih luas lagi.

Kedamaian dalam diri dan menebarkannya kepada orang lain, apakah cara beragama seperti ini telah kita praktikkan bagi yang mengaku umat beragama?

Beragama secara intrinsik ini pula yang kita butuhkan bagi bangsa Indonesia sekarang ini.

Relevansi Beragama Intrinsik dengan Indonesia

Salingers, coba perhatikan lagi sekeliling kita. Sudahkah cara kita beragama dapat memberikan implikasi kepada diri kita sendiri dan juga orang lain? Atau jangan-jangan cara beragama kita memiliki motif pribadi dengan tujuan-tujuan tertentu? Alih-alih memberikan dampak malah menyebabkan lari dari esensi dari beragama itu sendiri bukan?

Esensi memeluk agama secara intrinsik begitu relevan bagi kondisi umat yang memeluk agama di Indonesia kini. Indonesia yang menaungi beberapa agama dan keyakinan menjadi poin lebih tersendiri bagi sebuah negara.

Negara dengan ragam agama seperti Indonesia, sayangnya kerap tersusupi oleh sosok-sosok yang memiliki motif-motif atau kepentingan secara individu dengan mengatasnamakan agama.

Mengatasnamakan agama ini pula yang menjadi racun tersendiri bagi umat yang memeluk agama yang selalu merasa diri lebih benar. Umat beragama yang meyakini telah mendalami substansi dari agama itu telah lupa, bahwa beragama masih sebatas kulit luarnya saja.

Sikap beragama seperti ini begitu merepotkan bukan?

Kerepotan-kerepotan yang muncul saat ini menjadi tanda tanya besar bagi tiap pemeluk agama. Yang mana agama semestinya menjadi petunjuk dan jalan bagi tiap manusia. Malah berubah haluan dan ia manfaatkan sedemikian rupa.

Oleh karenanya, mari kita merenungi kembali pesan yang Kang Jalal sampaikan. bagaimana kita memeluk agama hanya dengan motif tertentu atau memeluk agama menjadi poin penting bagi kita untuk menjalani hidup? Hanya diri sendiri yang mampu menjawabnya. Wallahu a’lam. []

 

 

Tags: BeragamaKeberagamaanModerasi BeragamaPerdamaiantoleransi
Ahmad Murtaza MZ

Ahmad Murtaza MZ

Pecinta V60, masih belajar untuk merangkai kata. Mahasiswa program magister Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Terkait Posts

KDRT

3 Faktor Sosial yang Melanggengkan Terjadinya KDRT

7 Juni 2025
Apresiasi Kepada Perempuan yang Bekerja di Publik

Islam Berikan Apresiasi Kepada Perempuan yang Bekerja di Publik

6 Juni 2025
Wuquf Arafah

Makna Wuquf di Arafah

5 Juni 2025
Aurat

Aurat Perempuan: Antara Teks Syara’ dan Konstruksi Sosial

5 Juni 2025
Batas Aurat

Menelusuri Perbedaan Pendapat Ulama tentang Batas Aurat Perempuan

5 Juni 2025
Fikih Ramah Difabel

Menggali Fikih Ramah Difabel: Warisan Ulama Klasik yang Terlupakan

5 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Masyarakat Adat

    Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 3 Faktor Sosial yang Melanggengkan Terjadinya KDRT

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fenomena Walid; Membaca Relasi Kuasa dalam Kasus Kekerasan Seksual

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Spirit Siti Hajar dalam Merawat Kehidupan: Membaca Perjuangan Perempuan Lewat Kacamata Dr. Nur Rofiah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dari Sapi Hingga Toleransi : Sebuah Interaksi Warga Muslim Saat Iduladha di Bali

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan
  • Iduladha: Lebih dari Sekadar Berbagi Daging Kurban
  • Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi
  • 3 Faktor Sosial yang Melanggengkan Terjadinya KDRT
  • Dari Sapi Hingga Toleransi : Sebuah Interaksi Warga Muslim Saat Iduladha di Bali

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID