Mubadalah.id – Tulisan ini merupakan lanjutan dari tema sebelumnya tentang simbol dan hikmah ibadah haji (bagian pertama). Setelah melakukan thawaf sebanyak tujuh kali rangkaian proses ibadah haji adalah mencium hajar aswad.
Batu yang terletak di dinding ka’bah ini bukan sekedar benda mati, ia merupakan simbol dan hikmah ibadah haji akan perjanjian seorang makhluk dengan sang pencipta. Batu berwarna hitam kemerahan-merahan ini memiliki diameter 30 cm dengan garis tengah 10 cm.
Umar bin Khattab pernah berkata: “Batu itu tidak bertuah, aku mengetahui bahwa engkau adalah batu yang tidak memberi manfaat atau mudharat, seandainya aku tidak melihat Rasulullah SAW menciummu, niscaya aku tidak akan menciummu.”
Sementara menurut Quraish Shihab, hajar aswad adalah lambang tangan Allah di muka bumi. Lazimnya seseorang yang melakukan perjanjian ia akan mengikatnya dengan berjabat tangan bersama mitranya. Seseorang tersebut bahkan bisa sampai mencium tangan bila ia mengagungkannya. Orang yang selesai melakukan thawaf kemudian mengikat janji dengan Allah untuk selalu berusaha berada dalam lingkungan yang baik, dan juga bertaqwa kepada-Nya.
Makna Sa’i dan Perjuangan Kasih Sayang Seorang Ibu
Rangkaian yang menyimpan hikmah ibadah haji selanjutnya adalah Sa’i,. Secara harfiah sa’i artinya bersungguh-sungguh dalam hal ini berarti lari-lari kecil dari bukit Shafa ke Marwah. Tempat bersai adalah lokasi dimana Hajar (ibunda Nabi Ismail As) mondar-mandir mencari seteguk air untuk putranya tercinta. Kita tahu bahwa ini sangat terkenal sekaligus fenomenal tentang perjuangan dan kasih sayang seorang ibu, ikhtiar dan ketaqwaan kepada Allah.
Sa’i mengandung hikmah bahwa usaha manusia harus kita lakukan dengan semaksimal mungkin mulai dari shafa (kesucian) dan berakhir dengan marwah (kepuasan).
Selanjutnya adalah wuquf. Di sini para jemaah haji merenung tentang Tuhan dan segala kekuasannya. Arafah adalah arena perenungan. sejalan dengan itu, merenung adalah denyut kehidupan rohani. Ibadah haji tidak semata hanya bentuk ritual fisik. Sehingga mengapa wuquf menjadi rukun haji ia begitu sakral dan tidak boleh terlewatkan. Rasulullah Saw pernah berkata”haji adalah arafah” maka tak heran bila para kiai kampung di tatar Sunda menyebut wuquf dengan istilah “ngala kahajian.”
Senada dengan hal tersebut Buya Husein juga menyebutkan bahwa pada saat inilah manusia berkumpul dari berbagai kalangan tanpa memandang status sosial, pangkat dan jabatan. Semua hadir dengan kain serba putih dan berdiri di bawah terik matahari, dari sini kita belajar bahwa simbol-simbol primordial yang kerapkali kita banggakan dan menjadi sumber kesombongan manusia, seketika lenyap.
Hikmah Ibadah Haji dan Perjuangan Para Nabi
Hikmah ibadah haji selanjutnya adalah melempar jumrah sebagai ajang pertempuran melawan syaitan. Setelah dari Arafah para jamaah haji akan bertolak menuju Muzdalifah pada tengah malam. Para jama’ah haji berdoa di sana kemudian mengumpulkan batu/kerikil sebagai simbol melontar syaithan.
Ada makna yang tersimbolkan, mengapa melakukan hal ini pada malam hari. Karena strategi penyerangan dilakukan pada saat musuh tidak menyadari gerak-gerik kita. Dan malam hari adalah waktu yang tepat untuk melakukan penyerangan esok hari (melempar jumrah pada tanggal 10 Dzulhijah di Mina). Makna ibadah haji ini ialah tak hanya saat di Mina saja syaitan kita enyahkan melainkan setelahnya. Dimanapun dan kapanpun kehidupan manusia berjalan.
Semua rangkaian hikmah ibadah haji kemudian ditutup dengan tahalul (bercukur dan menggunduli rambut bagi pria) sementara untuk perempuan cukup dengan menggunting rambut saja. Ibadah ini menjadi lambang keamanan dan kedamaian sekaligus pembersihan diri paling pamungkas.
Rambut yang biasanya hitam menjadi simbol sebagai dosa-dosa yang manusia lakukan. Sehingga mencukurnya sama dengan menanggalkan dosa yang telah terlalui. Karena itu, semakin banyak rambut yang tergunting semakin baik.
Hikmah ibadah haji adalah merupakan sesuatu yang istimewa. Ia merupakan gambaran tentang ajaran persaudaraan dan kemanusiaan di seluruh dunia. Yakni meneladani perjuangan nabi-nabi terdahulu tentang pertemuan Adam dan Hawa di Jabal Rahmah.
Nabi Ibrahim dan perjuangan monotheismenya, Hajar dan kasih sayang serta keteguhannya kepada Allah dan anaknya tercinta (Ismail As) serta Rasulullah Saw dengan semangat persatuan dan nasionalisme yang bersumber dari ketauhidan.
Mengutip dari artikel Zahra Amin di Mubadalah.id, bahwa puncak kehajian seseorang adalah saleh secara sosial: tidak sewenang-wenang, tidak berbuat kerusakan dan tidak berlaku dzalim. Semoga kita sekalian mendapat karunia serta keberkahan nikmatNya. []