Sabtu, 6 September 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Ulama Perempuan KUPI

    Doa, Seruan Moral, dan Harapan Ulama Perempuan KUPI untuk Indonesia

    Ulama Perempuan KUPI yang

    Nyai Badriyah Fayumi: Maklumat Ulama Perempuan KUPI untuk Menyelamatkan Indonesia

    Ekoteologi

    Forum Rektor Bersama Gusdurian Dorong Ekoteologi Kampus

    Tuntutan 17+8

    Kamala Chandrakirana: Demokrasi Indonesia Hadapi “Krisis dalam Krisis”

    Keselamatan Bangsa

    Jaringan KUPI Akan Gelar Doa Bersama dan Maklumat Ulama Perempuan Indonesia

    Deligitimasi Otoritas

    Agama, Rakyat, dan Proses Delegitimasi Otoritas

    Nyai Badriyah

    Nyai Badriyah Fayumi: Gus Dur Selalu Letakkan Kemanusiaan di Atas Politik

    Mahfud MD

    Mahfud MD Ungkap Masalah Utama Bangsa, Beberkan Cara Gus Dur Tangani Krisis dan Demo

    Bersaudara dengan Alam

    GUSDURian Ajak Manusia Kembali Bersaudara dengan Alam

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Pseudoharmoni

    Pseudoharmoni; Kekaburan Relasi Pejabat Dengan Rakyat

    Demokrasi Deliberatif

    Habermas dan Senayan: Demokrasi Deliberatif yang Absen di Indonesia

    Maulid Nabi

    Maulid Nabi Tahun Ini Diwarnai oleh Darah

    Demo

    Apakah Demo Itu Selalu Anarkis?

    Kepercayaan Rakyat

    Mengembalikan Kepercayaan Rakyat: Pelajaran dari Kesederhanaan Umar bin Khattab

    Mereset Hidup

    Usaha Mereset Hidup menurut Fahruddin Faiz

    Tuntutan 17+8

    Mari Kita Baca Bersama Tuntutan 17+8

    Demo dan Kemerdekaan

    Demo dan Kemerdekaan: Luka di Balik 80 Tahun Kemerdekaan

    Affan Kurniawan

    Affan Kurniawan dan Ketidakadilan yang Kasat Mata

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Maulid Nabi

    Merayakan Maulid Nabi Saw di Berbagai Dunia

    Mencintai Nabi

    Tradisi Maulid: Ekspresi Umat Islam dalam Mencintai Nabi

    Maulid Nabi

    Maulid Nabi: Cahaya bagi Kaum Tertindas

    Kelahiran Nabi Muhammad yang

    Menyambut Kelahiran Nabi Muhammad Saw dengan Penuh Sukacita

    Pendidikan Agama

    Membekali Anak dengan Pendidikan Agama

    Keberagaman

    Membekali Anak untuk Menghargai Keberagaman

    Nonseksis

    Tidak Membedakan Jenis Kelamin (Nonseksis) Kepada Anak

    Indonesia Rumah Bersama

    Gus Dur Mengajarkan Indonesia Rumah Bersama

    Teori Peradaban Ibnu Khaldun

    Membaca Indonesia melalui Lensa al-‘Umrān: Teori Peradaban Ibnu Khaldun dan Relevansinya Hari Ini

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Ulama Perempuan KUPI

    Doa, Seruan Moral, dan Harapan Ulama Perempuan KUPI untuk Indonesia

    Ulama Perempuan KUPI yang

    Nyai Badriyah Fayumi: Maklumat Ulama Perempuan KUPI untuk Menyelamatkan Indonesia

    Ekoteologi

    Forum Rektor Bersama Gusdurian Dorong Ekoteologi Kampus

    Tuntutan 17+8

    Kamala Chandrakirana: Demokrasi Indonesia Hadapi “Krisis dalam Krisis”

    Keselamatan Bangsa

    Jaringan KUPI Akan Gelar Doa Bersama dan Maklumat Ulama Perempuan Indonesia

    Deligitimasi Otoritas

    Agama, Rakyat, dan Proses Delegitimasi Otoritas

    Nyai Badriyah

    Nyai Badriyah Fayumi: Gus Dur Selalu Letakkan Kemanusiaan di Atas Politik

    Mahfud MD

    Mahfud MD Ungkap Masalah Utama Bangsa, Beberkan Cara Gus Dur Tangani Krisis dan Demo

    Bersaudara dengan Alam

    GUSDURian Ajak Manusia Kembali Bersaudara dengan Alam

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Pseudoharmoni

    Pseudoharmoni; Kekaburan Relasi Pejabat Dengan Rakyat

    Demokrasi Deliberatif

    Habermas dan Senayan: Demokrasi Deliberatif yang Absen di Indonesia

    Maulid Nabi

    Maulid Nabi Tahun Ini Diwarnai oleh Darah

    Demo

    Apakah Demo Itu Selalu Anarkis?

    Kepercayaan Rakyat

    Mengembalikan Kepercayaan Rakyat: Pelajaran dari Kesederhanaan Umar bin Khattab

    Mereset Hidup

    Usaha Mereset Hidup menurut Fahruddin Faiz

    Tuntutan 17+8

    Mari Kita Baca Bersama Tuntutan 17+8

    Demo dan Kemerdekaan

    Demo dan Kemerdekaan: Luka di Balik 80 Tahun Kemerdekaan

    Affan Kurniawan

    Affan Kurniawan dan Ketidakadilan yang Kasat Mata

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Maulid Nabi

    Merayakan Maulid Nabi Saw di Berbagai Dunia

    Mencintai Nabi

    Tradisi Maulid: Ekspresi Umat Islam dalam Mencintai Nabi

    Maulid Nabi

    Maulid Nabi: Cahaya bagi Kaum Tertindas

    Kelahiran Nabi Muhammad yang

    Menyambut Kelahiran Nabi Muhammad Saw dengan Penuh Sukacita

    Pendidikan Agama

    Membekali Anak dengan Pendidikan Agama

    Keberagaman

    Membekali Anak untuk Menghargai Keberagaman

    Nonseksis

    Tidak Membedakan Jenis Kelamin (Nonseksis) Kepada Anak

    Indonesia Rumah Bersama

    Gus Dur Mengajarkan Indonesia Rumah Bersama

    Teori Peradaban Ibnu Khaldun

    Membaca Indonesia melalui Lensa al-‘Umrān: Teori Peradaban Ibnu Khaldun dan Relevansinya Hari Ini

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Figur

Siti Khadijah, Belahan Hati dan Penopang Perjuangan Nabi

Bersama Nabi, Khadijah bukanlah  semata-mata sebagai istri yang melayani kebutuhan harian suami dalam urusan domestik dan melahirkan anak-anaknya.

Neng Dara Affiah Neng Dara Affiah
6 September 2025
in Figur, Rekomendasi
0
Siti Khadijah

Siti Khadijah

755
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Setiap tahun, setiap pada 12 Rabiul Awal –tahun ini bertepatan dengan 5 September 2025– riwayat dan perjalanan hidup Nabi Muhammad, SAW –untuk selanjutnya ditulis Nabi atau Sang Nabi–selalu umat Islam peringatai dalam pelbagai bentuk dan ekspresi.

Riwayat hidup dan pesan-pesan ajarannya terurai oleh sejumlah   penceramah agama di pelbagai   tempat di Indonesia dan dunia yang berpenduduk Muslim. Keimanan umat Islam pada Nabinya merupakan satu paket keimanan pada Tuhannya.

Tetapi ada yang sering luput saat mengingat kelahiran Sang Nabi tersebut, yakni kehadiran riwayat seorang perempuan yang sangat dekat dengan hati Nabi, yakni Siti Khadijah. Dialah seorang perempuan, sebagaimana yang tergambarkan oleh Ali Syariati sebagai pelindung, penasehat, kekasih hati dan cinta seorang ibu yang sebelumnya tak Nabi miliki.

Bersamanya, Nabi hidup selama 25 tahun sebagai suami-istri dengan penuh cinta dan segenap kepercayaan dalam mengemban pesan-pesan ilahi untuk Nabi perjuangkan dan menjadi nyata di muka bumi.

Siapakah Khadijah sebelum ia menikah dengan Nabi? Khadijah lahir di Makkah, sekitar tahun 555 M. Ia adalah Puteri Khuwailid bin As’ad di mana garis keturunan kakeknya masih bersambung dengan Nabi, terutama dari  garis keturunan Bani Hasyim.

Ayahnya, Khuwailid terkenal sebagai seorang saudagar kaya yang berniaga ke Syiria dan Yaman beserta kafilah lainnya. Ia memperdagangkan kuda dan hasil bumi yang ditukar dengan gandum, minyak zaitun, buah-buahan, kopi, tekstil dan barang-barang mewah lainnya.

Khadijah, Perempuan Terkaya di Makkah

Setelah kedua orang tuanya wafat, Khadijah mewarisi harta peninggalannya dan ia kembangkan kembali melalui perdagangan yang sama. Hanya saja, perdagangan ini tidak ia lakukan secara sendirian, melainkan oleh agen terpercaya yang ia tunjuk.  Khadijah kemudian terkenal sebagai perempuan terkaya di Makkah dan mendapat julukan sebagai Putri Makkah (the Princess of Makka).

Sebelum Khadijah menikah dengan Nabi, ia telah dua kali menikah. Beberapa pemuka Quraisy pernah melamarnya, tetapi ia menolaknya. Khadijah berpandangan bahwa orang-orang yang melamarnya tersebut karena semata-mata memandang hartanya, bukan ketulusan karena mereka mencintainya. Semenjak  kematian suami keduanya, ia mengangkat orang yang bisa membantu perniagaannya.

Abu Thalib, paman yang mengasuh Nabi, mengetahui bahwa Khadijah sedang menyiapkan perdagangan yang akan ia bawa dengan kafilah ke Syam (Suriah).  Ia memanggil keponakannya yang ketika itu sudah berumur dua puluh lima tahun.

“Anakku”, kata Abu Thalib, “Aku bukan orang berpunya. Keadaan makin menekan kita juga. Aku mendengar bahwa Khadijah mengupah orang dengan dua ekor anak unta. Setujukah kau kalau hal ini aku bicarakan dengan dia?”

“Terserah paman”, jawab Muhammad.

Abu Thalib pun pergi mengunjungi Khadijah.

“Khadijah, setujukah kau mengupah Muhammad? ” tanya Abu Thalib.

“Aku mendengar engkau mengupah orang dengan dua ekor anak unta. Tapi buat Muhammad, aku tidak setuju kurang dari empat ekor.”

“Kalau permintaanmu itu buat orang yang jauh dan tidak kusukai akan kukabulkan, apalagi buat orang yang dekat dan kusukai.” Demikian jawab Khadijah (Muhammad Husain Haekal: 2003: 62-63).

Gelar al-Amin

Selain itu, Muhammad telah terkenal di penjuru Makkah sebagai al-Amin, orang yang dapat terpercaya, jujur dan dapat mereka andalkan. Kabar ini tersiar dari orang-orang yang telah bekerja bersamanya dalam berniaga dan dari keluarganya di Makkah yang mengenal Muhammad.

Muhammad pun pergi dengan Maisara, budak Khadijah. Dengan kejujuran dan kemampuannya, Muhammad mampu memperdagangkan barang-barang Khadijah dengan cara yang lebih banyak menguntungkan daripada yang orang lain lakukan sebelumnya. Setelah tiba waktunya akan kembali ke Makkah, mereka membeli segala barang dagangan dari Syam yang kira-kira akan Khadijah sukai (Muhammad Husain Haekal: 2003: 64).

Muhammad kembali ke Makkah dan tiba pada tengah hari. Ketika itu Khadijah sedang berada di ruang atas, Ia melihat Muhammad di atas unta dan sudah memasuki halaman rumahnya. Ia turun dan menyambutnya serta mendengar Muhammad bercerita dengan bahasa yang begitu fasih tentang perjalanannya serta keuntungan yang diperolehnya.

Khadijah gembira dan tertarik sekali mendengarkannya. Setelah itu, Maisara pun datang yang menceritakan tentang pribadi Muhammad yang halus wataknya, tinggi budi pekertinya yang menambah pengetahuan tentang Muhammad yang sudah ia ketahui sebagai pemuda Makkah yang besar jasanya (Muhammad Husain Haekal: 2003: 64; Martin Lings: 1991:53-54).

Cinta Khadijah

Begitu Muhammad pergi, kegembiraan Khadijah telah berubah menjadi rasa cinta, sehingga ia tertarik untuk menikahi pemuda ini di mana tutur katanya telah menembus jantung hatinya. Ia membicarakan hal ini kepada sahabatnya Nufaisah binti Munya untuk menjajagi kemungkinan Muhammad menikah dengan Khadijah.

Nufaisah datang kepada Muhammad dan bertanya:

“Mengapa Anda belum menikah? ”

“Aku tidak memiliki apapun untuk berumah tangga, ” jawab Muhammad.

” Jika itu disediakan dan yang melamarmu seorang perempuan cantik, terhormat dan berlimpah harta, apakah Engkau bersedia?” kata Nufaisah.

“Siapakah dia?” Tanya Muhammad.

Nufaisah menjawab dengan sepatah kata: “Khadijah.”

“Dengan cara bagaimana? ” Tanya Muhammad.

“Serahkan hal itu kepadaku”, jawab Nufaisah. Maka Muhammad pun menyatakan kesediannya.

“Baiklah, dari pihakku bersedia.”

Nufaisah kembali kepada Khadijah untuk menyampaikan beritanya. Setelah itu, Khadijah menyuruh Nufaisyah memanggil Muhammad agar datang kepadanya. Muhammad pun datang dan Khadijah berkata kepadanya:

“Putra pamanku, aku mencintaimu karena kebaikanmu kepadaku, juga karena engkau selalu terlihat dalam segala urusan di tengah masyarakat dengan bersikap adil. Aku menyukaimu karena engkau dapat diandalkan, juga karena keluhuran budi dan kejujuran perkataanmu”. Kemudian, Khadijah menawarkan dirinya untuk dinikahi.

Pernikahan

Mereka pun sepakat agar masing-masing berbicara kepada pamannya. Khadijah terwakili oleh Pamannya Umar bin Asad, karena Khuwailid, ayahnya telah meninggal dunia. Sementara dari pihak Nabi, Hamzah yang diutus untuk melamar Khadijah. Kesepakatan tercapai di antara mereka bahwa Muhammad harus memberinya mahar dua puluh ekor unta betina (Muhammad Husain Haekal: 2003: 64; Martin Lings: 1991: 53-54).

Setelah keduanya menikah, Nabi pun meninggalkan rumah pamannya dan tinggal di rumah Khadijah. Bersama Khadijah, Nabi menemukan teladan perempuan terbaik yang telah melahirkan enam anak-anaknya; dua putera dan empat puteri.

Putra sulungnya diberi nama Qasim, dan Nabi Muhammad terkenal sebagai Abu al-Qasim. Namun, ia meninggal di usia dua tahun. Menyusul puteri-puterinya bernama Zaynab, Ruqayyah, Umm Kultsum dan Fatimah, dan yang terakhir Abdullah  yang juga tak berusia panjang (Muhammad Husain Haekal: 2003: 73; Martin Lings: 1991: 55).

Peristiwa Kenabian

Setelah Khadijah berumah tangga dengan Nabi, beberapa peristiwa kenabian terjadi pada masa ini. Pada 610 M, Nabi menerima wahyu pertama dari Malaikat Jibril ketika ia berkhalwat atau bertakhannus di Gua Hira.

Saat Nabi memperoleh wahyu pertama, Nabi mengalami kegoncangan dan ketakutan. Khadijah adalah orang yang pertama kali Nabi beritahu dengan tubuh yang gemetar sambil berkata:

“Selimuti aku! Selimuti aku!”. Dipenuhi rasa cemas, tetapi tak berani bertanya kepada Nabi, Khadijah cepat-cepat membawakan selimut dan menyelimutinya. Ketika rasa takutnya telah mereda, Nabi menceritakan kepada istrinya apa yang telah terlihat dan didengarnya.

Setelah mendengar cerita dari Nabi, Khadijah pun berkata:”Oh putra pamanku. Bergembiralah dan tabahkan hatimu. Demi Dia Yang memegang hidup Khadijah, aku berharap kiranya Engkau akan menjadi Nabi atas umat ini.

Sama sekali Allah tak akan mencemoohkan Engkau, sebab Engkaulah yang mempererat tali kekeluargaan, jujur dalam kata-kata, kau yang mau memikul beban orang lain dan menghormati tamu serta menolong mereka yang dalam kesulitan atas jalan yang benar.”

Nabi pun merasa tenang kembali. Ia pandang Khadijah dengan penuh kasih dan rasa terima kasih yang dalam. Tatkala Nabi sedang tidur, Khadijah mendatangi sepupunya, Waraqah bin Naufal. Waraqah adalah penganut Nasrani yang menerjemahkan kitab Bible ke dalam bahasa Arab.

Waraqoh, sebagaimana sebagian keturunan Bani Hasyim lainnya mempraktikkan  ajaran hanif, sebuah ajaran dan tradisi keberagamaan yang diajarkan dan terwarisi dari Nabi Ibrahim.

Waraqah menanggapi apa yang Khadijah sampaikan sebagai berikut: “Quddus! Quddus! ” kata Waraqah. “Demi Tuhan yang menguasai jiwaku, yang menguasai Muhammad adalah Namus yang terbesar, yang dulu juga mendatangi Musa. Sungguh, Muhammad adalah Nabi bagi kaumnya. Katakan kepadanya supaya ia tetap tabah. ” (Muhammad Husain Haekal: 2003: 83; Martin Lings: 1991: 68).

Pengakuan Kenabian

Dalam kesempatan lain, Waraqah juga pernah berkata langsung kepada Nabi: “Demi Dia yang memegang hidup Waraqah. Engkau adalah Nabi atas umat ini. Engkau telah menerima Namus Besar seperti yang pernah disampaikan kepada Musa. Pastilah kau akan didustakan orang, akan disiksa, akan terusir dan akan diperangi.

Kalau sampai pada waktu itu aku masih hidup, pasti aku akan membela yang di pihak Allah dengan pembelaan yang sudah diketahuiNya pula. “(Muhammad Husain Haekal: 2003: 85) Lalu Waraqah mendekatkan kepalanya dan mencium ubun-ubun Nabi. Nabi pun merasakan adanya kejujuran dalam kata-kata Waraqah tersebut. Tetapi ia merasa betapa berat tanggung jawabnya, karena harus menyiarkan ajaran yang ia peroleh dari wahyu yang diterimanya.

Khadijah adalah perempuan pertama yang mengakui kenabian Nabi, karena ia yang paling mengetahui kualitas kemanusiaannya, tidak pernah berbohong (al-amin), tidak pernah mengejar harta untuk kepentingan pribadi, pun juga tidak gila kuasa. Ia juga yang pertama kali memeluk agama Islam dan yang pertama kali pula diajarkan oleh Nabi tata cara salat.

Ia perempuan istimewa yang secara khusus mendapatkan salam dari Malaikat Jibril  yang kala itu menyerupai bentuk aslinya yang dititipkan kepada Nabi. “Wahai Khadijah, di sini ada Jibril yang menyampaikan salam kepadamu dari Tuhanmu. ” Khadijah menjawab, “Tuhan adalah kedamaian, dan bagiNya kedamaian, serta kedamaian atas Jibril! “(Martin Lings: 1991: 75).

Khadijah Wafat

Pada 619 Masehi, Khadijah wafat pada usia 65 tahun. Pada saat itu, Nabi berusia 50 tahun dan pada tahun ke-10 kenabian. Keduanya telah hidup bersama secara harmonis selama 25 tahun. Meninggalnya Khadijah –juga pamannya yang selama hidupnya melindungi beliau, Abu Thalib–tersebut dalam sejarah hidup Nabi sebagai Tahun Duka Cita dan kesedihan atau ‘Amul Huzni’.

Ali Syariati (1980) menulis mengapa kesedihan itu terjadi, karena bersama Khadijah, Nabi menghadapi ketakutan, bahaya, kesepian, tahun-tahun kebencian dan permusuhan, pertempuran dan perjuangan. Nabi juga telah kehilangan pelindungnya, teman menderitanya yang penuh kasih sayang, cinta, iman, pengorbanan dan kekayaan ketika Nabi sangat membutuhkannya.

Sepeninggal Khadijah, Nabi melanjutkan hidupnya dengan mempunyai beberapa istri, di antaranya adalah Siti Aisyah. Dalam kelanjutan rumah tangga tersebut, Nabi sering mengingat dan membicarakan Khadijah yang membuat Siti Aisyah cemburu.

Tatkala kecemburuan Siti Aisyah itu muncul, Nabi berkata: “Allah tidak memberiku yang lebih baik dari Khadijah. Ia mempercayaiku di saat orang lain menolakku. Ia serahkan semua hartanya untuk mengabdi kepada-Ku ketika orang lain menahan harta mereka dariku. Ia juga telah memberiku keturunan melalui rahimnya (Sayid AA Razwi: 2002: 171).

Keteladanan Khadijah

Pelajaran apa yang bisa kita petik dari keteladanan Siti Khadijah? Jauh sebelum adanya Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) yang merupakan Perjanjian Internasional yang diadopsi PBB pada 1979 dan telah diratifikasi oleh Indonesia melalui Undang-undang No. 7 tahun 1984, Khadijah telah mempraktikan hidupnya  sebagai manusia utuh yang tak mengalami diskriminasi karena jenis kelaminnya sebagai manusia yang berjenis kelamin perempuan.

Ia berdaya secara ekonomi dan yang menentukan dirinya dengan siapa ia harus menikah. Ia juga perempuan yang pertama kali menyatakan ketertarikannya kepada Nabi dan ketertarikan itu bukan karena harta maupun kekuasaan, melainkan laki-laki yang ia pilih adalah orang memiliki budi pekerti yang luhur dan terpercaya.

Bersama Nabi, Siti Khadijah bukanlah  semata-mata sebagai istri yang melayani kebutuhan harian suami dalam urusan domestik dan melahirkan anak-anaknya. Lebih dari itu, Khadijah adalah sahabat seperjuangan di mana Nabi meminta pelbagai pertimbangan dalam mengambil keputusan dan sahabat dalam berdialog dan berstrategi.

Bahkan, sebagian besar harta Khadijah diperuntukkan untuk perjuangan menegakkan kebenaran dan menyebarkan kemaslahatan dan kebaikan.

Saat ini dan masa depan, kita masih membutuhkan figur ‘Khadijah-Khadijah baru’. Menumbuhkan keberadaan figur tersebut perlu  suatu ekosistem yang kondusif mulai dari keluarga, pasangan hidup, kultur masyarakat dan sistem bernegara. Wallahu  A’lam! []

Tags: islamkemanusiaankenabianperadabanperempuansejarahSiti Khadijah
Neng Dara Affiah

Neng Dara Affiah

Dosen di Prodi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta dan di Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA) Prodi Sosiologi dan Humaniora

Terkait Posts

Maulid Nabi
Hikmah

Maulid Nabi: Cahaya bagi Kaum Tertindas

5 September 2025
Nyai Badriyah
Aktual

Nyai Badriyah Fayumi: Gus Dur Selalu Letakkan Kemanusiaan di Atas Politik

3 September 2025
Affan Kurniawan
Personal

Affan Kurniawan dan Ketidakadilan yang Kasat Mata

2 September 2025
Teori Peradaban Ibnu Khaldun
Khazanah

Membaca Indonesia melalui Lensa al-‘Umrān: Teori Peradaban Ibnu Khaldun dan Relevansinya Hari Ini

1 September 2025
Buku Lebih Putih Dariku
Buku

Buku Lebih Putih Dariku, Potret Perjuangan Tanpa Ujung

1 September 2025
The Power Of Emak-emak
Publik

The Power of Emak-emak Demokrasi: Hidup Perempuan yang Melawan!

1 September 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Mencintai Nabi

    Tradisi Maulid: Ekspresi Umat Islam dalam Mencintai Nabi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Maulid Nabi: Cahaya bagi Kaum Tertindas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Siti Khadijah, Belahan Hati dan Penopang Perjuangan Nabi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Maulid Nabi Tahun Ini Diwarnai oleh Darah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Habermas dan Senayan: Demokrasi Deliberatif yang Absen di Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Pseudoharmoni; Kekaburan Relasi Pejabat Dengan Rakyat
  • Merayakan Maulid Nabi Saw di Berbagai Dunia
  • Siti Khadijah, Belahan Hati dan Penopang Perjuangan Nabi
  • Tradisi Maulid: Ekspresi Umat Islam dalam Mencintai Nabi
  • Maulid Nabi: Cahaya bagi Kaum Tertindas

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID