Mubadalah.id – Sebagai negara hukum, Indonesia menganut hukum positif yang mengakomodir semua keragaman warganya tanpa memandang ras, suku, gender dan agama. Hukum yang manusia buat juga kembali pada kepada manusia itu sendiri, tanpa terkecuali. Lalu pertanyaan yang muncul adalah apakah hukum di Indonesia sudah mampu mengakomodir dan melindungi warganya, terutama pekerja rumah tangga? Dengan lantang dan tegas seluruh rakyat indonesia menjawab serentak, BELUM.
Jika layak hari ini diukur dan dipastikan oleh Undang-Undang, oleh hitam di atas putih, oleh tanda tangan pemangku kebijakan maka seharusnya DPR tidak punya banyak waktu untuk leha-leha. Tidak hanya sebatas personal branding sebagai dewan semata. Suara-suara akar rumput luput terdengar dan mereka perhatikan oleh negara.
Bahkan seringkali rakyat miskin dan anak terlantar di ambil alih oleh KitaBisa.com. Anggaran negara, anggaran yang berasal dari uang rakyat habis hanya mereka gunakan untuk membeli gorden gedung DPR, mau heran tapi itu DPR, menghadeh.
Membincang RUU PPRT Hari Ini
Berbicara Pekerja Rumah Tangga maka tidak bisa dipisahkan oleh RUU PPRT, ini penting menjadi perhatian kita semua mengingat beberapa di wilayah Indonesia adalah kantong Pekerja Rumah Tangga. Sebab perlunya RUU PPRT hadir di tengah-tengah kita karena agar memberikan kepastian hukum dan perlindungan kepada PRT sebagai warga negara Indonesia, serta pemberi kerja.
PRT yang rentan dengan diskriminasi, eksploitasi kerja, dan pelecehan dengan hadirnya RUU PRRT akan mencegah hal tersebut. Mengatur hubungan kerja yang ‘profesional’ anatara pemberi kerja dan PRT dengan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, dan keadilan. Hal penting lainnya adalah meningkatkan kesejahteraan PRT karena ikut serta dalam jaminan sosial yang negara hadirkan.
Kenapa harus ada UU PPRT, sebab dengan hadirnya Undang Undang tersebut PRT akan bekerja dengan layak sebagaimana profesi lainnya di negeri ini. Tujuh poin penting dalam pembahasan pasal dalam RUU PPRT yakni: Pertama, mengatur kategori PRT yang mana didalamnya ada penggolongan PRT berdasarkan jam kerja dan beban kerja yang dijalani oleh PRT. Selama ini PRT dibebankan dengan tugas yang tidak masuk akal, akan tetapi tidak ada penambahan upah didalamnya. Dikira PRT power rangers bestie?
Kedua, mengatur syarat dan kondisi kerja, bagaimana jika PRT sedang mengalami pengalaman biologisnya sebagai perempuan, seperti haid, mengandung dan lainnya? Poin ini melihat bahwa PRT perempuan punya pengalaman kodrati yang membutuhkan waktu dan ruang untuk pemulihan.
UU PPRT Mengatur Perjanjian Kerja
Dalam poin ini juga mengatur perjanjian kerja yang memiliki kekuatan hukum antara pemberi kerja dengan PRT. Di antaranya THR yangmereka dapat, jumlah jam kerja, haknya sebegai penyandang perempuan dengan pengalaman biologisnya termasuk cuti-cuti yang menjadi haknya. Di poin ini mengatur standarisasi prosedur jam kerja yang lebih mengikat walaupun PRT bekerja di ruang privat atau domestik.
Ketiga, PRT memiliki hak pendidikan dan pelatihan yang layak, PRT akan mendapatkan kesadaran dan pengetahuan akan pekerjaannya yang berbasis perlindungan. Tentu pendidikan dan pelatihan ini pemerintah memfasilitasi secara gratis. Yakni melalui Balai Latihan Kerja di setiap daerah atau wilayahnya masing-masing.
Tidak hanya memfasilitasi pekerjaan yang anggapannya bernilai saja. Perlu kiranya menyadarkan pandangan masyarakat bahwa pekerjaan rumah tangga juga membutuhkan skill. Bukan hanya pantas dan tertuju pada perempuan, dan menuntut sudah otomatis bisa mereka lakukan semua.
Keempat, penyelesaian persoalan, poin ini mengatur nantinya akan ada dua opsi dalam penyelesaian perselisihan PRT. Pertama lewat musyawarah, dan kedua lewat mediasi. PRT juga akan boleh untuk bergabung dengan serikat pekerja, baik sebagai anggota maupun pengurus. Dengan bergabungnya PRT dalam serikat pekerja akan memberikan banyak pengetahuan apa saja yang menjadi hak dan kewajibannya baik PRT maupun pemberi kerja.
Perlindungan bagi Pekerja Rumah Tangga
Kelima, pengawasan, pada poin mengatur kewenangan dari Dinas bidang ketenagakerjaan dalam memperhatikan nasib PRT. Agar meminimalisir terjadinya kekerasan yang PRT alami. Akan tetapi juga tidak menjamin bahwa pemberi kerja tidak mengalami kekerasan, ada banyak kasus pula PRT yang melakukan tindakan yang melanggar hukum. Artinya kedua pihak mendapatkan pengawasan yang semestinya mereka dapatkan.
Ke enam, informasi kerja dan penyedia jasa. Dengan adanya UU ini, sumber informasi kerja akan terpusatkan pada balai latihan. Informasi rencananya akan diatur agar dapat terberi secara berkala. Agar tidak ada lagi informasi bodong dan tindak pembohongan yang pihak tertentu lakukan. Hal ini perlu sebab banyak calo di luar sana yang mengincar kesempatan dan mencari keuntungan pribadi yang pada akhirnya merugikan calon PRT.
Selain itu, juga melarang penyedia jasa penyalur PRT. Mereka hanya dapat mengelola informasi mengenai permintaan PRT, namnun tak boleh merekrut, memberi pendidikan dan pelatihan, serta tak boleh menempatkan PRT.
Ketujuh, sanksi bagi penyalur, agen penyalur akan ada sanksi jika terbukti melakukan tindak perdagangan manusia, mempekerjakan dan memalsukan identitas, merotasi, dan menyekap PRT. Dengan adanya sanksi ini maka penyalur akan jera dengan tindakan yang merugikan calon PRT. Calo calo yang tidak bertanggungjawab harus di tindak tegas agar tidak memakan banyak korban yang seringkali minim informasi.
Sebaran Daerah Pekerja Rumah Tangga
Daerah dengan kantong pekerja rumah tangga di Indonesia seperti, Indramayu, Cirebon, Tulungagung, Lampung juga tidak menutup kemungkinan wilayah lainnya banyak yang berprofesi sebagai pekerja rumah tangga. Baik di dalam negeri maupun luar negeri. Harapannya dengan adanya UU PPRT maka PRT di Indonesia dapat bekerja dengan layak sebagai manusia dan pekerjaannya diakui sama dengan pekerjaan lainnya.
Memperjuangkan pekerja rumah tangga sama halnya memperjuangkan hak buruh, bahwa segala pekerjaan harus bersih dari diskriminasi, eksploitasi dan juga pelecehan yang akhir-akhir ini banyak terjadi, tidak hanya dalam pekerjaan tapi juga masuk dalam instansi pendidikan. RUU PPRT seperti halnya dengan rumah bagi PRT, UU PRT sebagai pelindung, tempat istirahat dan berpulang untuk siapa saja yang membutuhkannya.
Tidak hanya sebagai tempat singgah akan tetapi menjadi rumah berpulang paling nyaman. Maka atas nama masyarakat sipil mendukung dan mengawal sahnya RUU PPRT, yang sudah 18 tahun mangkrak tanpa kepastian. Kita semua adalah buruh di negeri sendiri, maka sudah selayaknya bersolidaritas untuk mewujudkan pancasila sila ke-5. Yakni, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Salam sayang untuk seluruh PRT di tanah air. []