Mubadalah.id – Semua orang pada dasarnya berhak mendapat ruang aman, tak terkecuali perempuan penyandang disabilitas. Akan tetapi ruang aman bagi perempuan disabilitas masih sulit diwujudkan. Mereka memliki kerentanan ganda untuk menjadi korban berbagai tindak kekerasan seksual.
Ancaman kekerasan seksual bagi perempuan penyandang disabilitas merupakan mimpi buruk yang nyata. Pelaku yang seringkali memanfaatkan kondisi fisik penyandang disabilitas .
Ironisnya tak jarang pelaku kekerasan seksual ini merupakan orang-orang yang seharusnya dapat melindungi dan memberikan ruang aman bagi disabilitas. Salah satu kasus kekerasan seksual terhadap perempuan disabilitas adalah kekerasan seksual terhadap anak disabilitas di sebuah rumah sakit di Cirebon, Jawa Barat.
Kasus Nyata
Melansir dari kanal YouTube kompas.com seroang mantan perawat RS Pertamina Cirebon menjadi tersangka pelecehan seksual terhadap anak disabilitas. Pelaku berinisial DS melakukan tindakan pelecehan seksual sebanyak tiga kali. Salah satu korbannya merupakan anak perempuan dengan disabilitas yang berusia 16 tahun.
Pelaku melakukan perbuatan bejatnya saat korban sedang berada di ruang isolasi. Alih-alih memberikan pelayanan kesehatan kepada korban, ia justru malah melecehkan korban. Selain itu, pelaku memanfaatkan fisik korban yang tuna wicara dengan pertimbangan ia tidak akan mampu berteriak atau melaporkan kejadian yang ia alami.
Menurut keterangan dari pihak kepolisian, aksi bejat yang dilakukan oleh pelaku bukan kali pertama. Sebelumnya ia bahkan pernah melancarkan aksi bejatnya di rumah sakit yang berbeda. Perempuan dengan disabilitas harus berjuang melawan kekerasan seksual yang mengintai mereka setiap waktu.
Di samping itu, mereka juga masih berjuang untuk mendapatkan akses serta akomodasi yang layak bersamaan dengan berbagai stigma negatif karena mereka disabilitas. Saat ini penyandang disabilitas masih berjuang melawan stigma buruk yang tertempel pada diri mereka. Namun bagi disabilitas perempuan, mereka juga harus berjuang menghadapi ancaman kekerasan seksual yang nyata.
Ruang Aman Bagi Disabilitas Perempuan
Kasus kekerasan seksual yang banyak terjadi merupakan bukti nyata bahwa ruang aman bagi perempuan masih sangat sempit. Perempuan dengan kondisi disabilitas memiliki kerentanan ganda dalam menghadapi ancaman kekerasan seksual. Pertama, mereka rentan karena perempuan, lalu kedua adalah karena mereka seorang penyandang disabilitas.
Para pelaku kekerasan seksual, seringkali memanfaatkan celah yang ada pada diri mereka. Maka dari itu, kerjasama dalam membangun kesadaran kolektif antar sesama agar ruang aman bagi perempuan disabilitas dapat tercipta di segala situasi dan kondisi.
Lawan Kekerasan Jangan Bungkam
Korban kasus kekerasan seksual seringkali mendapat ancaman dari pelaku agar mereka tidak melaporkan perbuatan pelaku ke pihak yang berwajib. Ancaman yang pelaku berikan secara otomatis akan membuat mental korban terganggu. Tak heran jika banyak korban kekerasan seksual memilih diam dan tidak melaporkan kekerasan yang mereka alami.
Namun, diam tak akan menyelesaikan masalah. apabila korban diam, maka pelaku akan merasa memiliki kekuatan dan keberanian untuk terus menerus melakukan aksi bejatnya. Penting bagi korban untuk berani bersuara. Bercerita kepada orang terdekat tentang apa yang sebenarnya terjadi lewat cara apapun.
Bercerita bersama korban
Korban kekerasan seksual disabilitas seringkali sulit ketika hendak bicara. perasaan takut serta akses komunikasi yang terbatas, semakin membuat mereka enggan bercerita. Maka dari itu, penting bagi kita untuk menyediakan sarana komunikasi yang aksessibel agar memudahkan mereka untuk berkomunikasi dengan kita.
Sarana komunikasi yang aksesibel dapat kita penuhi dengan cara menyesuaikan kebutuhan korban. dalam kasus di atas, korban merupakan seorang tuna wicara. Sehingga kita perlu menyediakan akses komunikasi yang dapat mempermudah korban seperti menggunakan bahasa isyarat, tulisan, komunikasi visual, dan lain sebagainya.
Namun yang terpenting adalah jangan paksa korban untuk berbicara. Berikan ruang aman terlebih dahulu bagi korban. hingga kemudian ia merasa percaya dengan kita. Ini menjadi kenyataan yang tak bisa kita pungkiri, bahwa perempuan dengan disabilitas memiliki kerentanan ganda menjadi korban kekerasan seksual.
Kondisi fisik mereka, seringkali menjadi sasaran empuk bagi para pelaku kekerasan seksual, apalagi kekerasan seksual dapat terjadi tanpa memandang waktu maupun tempat. Maka penting bagi kita untuk saling menjaga satu sama lain agar rung aman dapat tercipta, bagi siapa saja, kapan saja, dan di mana saja. []









































