• Login
  • Register
Sabtu, 5 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Featured

Satu Kata untuk Mereka yang Menyebut Bencana sebagai Azab: “TERLALU!”

Bukankah lebih baik diam daripada harus berkata hal-hal yang tidak bermanfaat.

Fitri Nurajizah Fitri Nurajizah
26/12/2021
in Featured, Kolom
0
Gelombang tsunami

Ilustrasi: pixabay[dot]com

86
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Indonesia kembali berduka, bencana tsunami yang terjadi di beberapa lokasi di Provinsi Baten dan Lampung menjadi cerita pilu dalam penghujung tahun 2018 ini. Ratusan nyawa melayang, pemukiman rusak dan puluhan perahu pun turut hancur dalam musibah tersebut. Anggapan bencana sebagai azab sungguh keterlaluan.

Seperti yang dilansir tirto.id, Kepala Pusat Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho menyatakan bahwa jumlah korban tewas akibat tsunami di Selat Sunda pada hari Minggu 23 Desember 2018 pukul 16.00 WIB sudah mencapai 222 orang yang meninggal dunia, 843 luka-luka, dan 28 orang yang belum ditemukan.

Tidak hanya itu, kerusakan material pun meliputi 556 unit rumah, 9 unit hotel, 60 warung kuliner dan 350 kapal serta perahu semuanya rusak berat. Bahkan jumlah tersebut menurut Sutopo masih akan terus bertambah, mengingat belum semua korban berhasil di evakuasi dan masih ada beberapa puskesmas yang belum melaporkan korban.

Bencana tsunami ini memang bukan yang pertama kalinya terjadi di tahun 2018,  sebelumnya di tahun yang sama, tsunami juga teradi di Palu.

Melihat hal itu, tidak ada yang paling menyejukan kecuali doa yang dipanjatkan bersama ketika menyaksikan dan mendengar pilunya bencana. Juga hal yang paling menenangkan ialah dukungan tulus dengan saling menguatkan, meski hanya sebatas ungkapan pesan lewat media sosial.

Baca Juga:

KUPI dan Alimat Sosialisasikan Hasil Fatwa KUPI tentang Perlindungan Perempuan dari P2GP di Pandeglang dan Lebak Banten

Piagam Bandar Lampung

Bantu Korban Banjir, Wujud Implementasi Kesalehan Sosial

Memprioritaskan Anak dan Perempuan dalam Situasi Bencana

Sebab bencana alam yang terjadi di mana saja selalu menyisakan duka yang mendalam bagi korban. Selain kehilangan nyawa orang-orang yang tersayang, mereka juga kehilangan rumah sebagai tempat berlindung.

Namun sayangnya dalam situasi yang sedemikian pilu masih banyak netizen yang kurang bijak berkomentar di media sosial. Alih-alih memberi ungkapan bela sungkawa terhadap korban justru mereka malah menyalahkan.

Salah satunya yang terjadi pada Herman Sikumbang gitaris band Seventeen yang meninggal dunia akibat tsunami di Banten. Saat itu seperti dalam sebuah video yang beredar di sosial media, ia tengah mengisi acara family gathering PLN, di Tanjung Lesung Beach Resort Banten.

Mendengar kabar duka tersebut netizen justru memberikan komentar yang begitu jahat seperti “syukurin, Allah itu benar-benar sudah murka, makanya lagi senang-senang gitu Allah datangkan bencana, udah tau main gitar itu haram masih aja dilakukan. Ini lah yang disebut dengan azab Allah.”

Kalian bayangkan saja, bahwa yang menjadi korban bencana adalah kalian atau saudara kalian. Lalu disebut sebagai orang yang kena azab. Benar-benar keterlaluan, bukan? Sungguh TERLALU.

Di samping itu ada juga yang mengaitkan keselamatan Riefian Fajarsyah atau biasa disapa Ifan (vokalis Seventeen) dengan pilihan politik sebelumnya. Misalnya saya menemukan salah satu netizen di status Facebooknya yang mengatakan:

“Secara logika Ifan tidak akan bisa selamat dalam tsunami di Banten, tapi Allah masih menjaganya karena bang Ifan kemarin ikut aksi bela Tauhid 212”.

Menurut saya kedua komentar di atas sangat menyebalkan. Bagaimana tidak, saat orang lain dalam keadaan duka, sebagian netizen justru malah menambambah beban tersebut dengan tanggapan-tanggapan yang menyakitkan.

Bukankah lebih baik diam daripada harus berkata hal-hal yang tidak bermanfaat. Dan seharusnya kita sebagai makhluk sosial memberikan bantuan kepada saudara yang sedang dalam kesulitan dengan cara apapun. Mereka yang menjadi korban tsunami di Selat Sunda saat ini pasti tengah mengharapkan uluran tangan, bantuan, dan dukungan kita semua.[]

Tags: azabBantenbencanaLampungSelat SundaSeventeentsunami
Fitri Nurajizah

Fitri Nurajizah

Perempuan yang banyak belajar dari tumbuhan, karena sama-sama sedang berproses bertumbuh.

Terkait Posts

Hidup Tanpa Nikah

Yang Benar-benar Seram Itu Bukan Hidup Tanpa Nikah, Tapi Hidup Tanpa Diri Sendiri

5 Juli 2025
Ahmad Dhani

Ahmad Dhani dan Microaggression Verbal pada Mantan Pasangan

5 Juli 2025
Pemimpin Keluarga

Siapa Pemimpin dalam Keluarga?

4 Juli 2025
Tahun Hijriyah

Tahun Baru Hijriyah: Saatnya Introspeksi dan Menata Niat

4 Juli 2025
Rumah Tak

Rumah Tak Lagi Aman? Ini 3 Cara Orang Tua Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak

4 Juli 2025
Kritik Tambang

Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan

4 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Gerakan KUPI

    Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kisah Jun-hee dalam Serial Squid Game dan Realitas Perempuan dalam Relasi yang Tidak Setara

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Belajar Inklusi dari Sekolah Tumbuh: Semua Anak Berhak Untuk Tumbuh

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rumah Tak Lagi Aman? Ini 3 Cara Orang Tua Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pesan Pram Melalui Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Jangan Malu Bekerja
  • Yang Benar-benar Seram Itu Bukan Hidup Tanpa Nikah, Tapi Hidup Tanpa Diri Sendiri
  • Islam Memuliakan Orang yang Bekerja
  • Kholidin, Disabilitas, dan Emas : Satu Tangan Seribu Panah
  • ISIF akan Gelar Halaqoh Nasional, Bongkar Ulang Sejarah Ulama Perempuan Indonesia

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID