Rabu, 20 Agustus 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Konferensi Pemikiran Gus Dur

    Merawat Warisan Gus Dur: Konferensi Pemikiran Pertama Digelar Bersama TUNAS GUSDURian

    Kenaikan Pajak

    Demokrasi di Titik Nadir: GUSDURian Ingatkan Pemerintah Soal Kenaikan Pajak dan Kebijakan Serampangan

    Musawah Art Collective

    Lawan Pernikahan Anak Lewat Seni: Musawah Art Collective Gelar Trip Exhibition “Breaking the Chain” di Tiga Kota

    Krisis Iklim

    Green Youth Quake: Pemuda NU dan Muhammadiyah Bergerak Lawan Krisis Iklim

    ‘Aisyiyah Bojongsari

    ‘Aisyiyah Bojongsari Rayakan HAN dan Milad ke-108 Lewat Lomba dan Diskusi

    KOPRI

    Buka Perspektif Geopolitik Kader Perempuan, KOPRI Bedah Buku 75 Tahun Indonesia Tiongkok

    Pengelolaan Sampah

    Ulama Perempuan Serukan Pelestarian Alam dan Pengelolaan Sampah Berkelanjutan

    PIT Internasional

    ISIF Buka Kolaborasi Akademik Global Lewat PIT Internasional

    PIT SUPI

    Mengglobal: SUPI ISIF Jalani PIT di Malaysia dan Singapura

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Hari Kemerdekaan

    Hari Kemerdekaan dan Problem Beragama Kita Hari Ini

    Soimah

    Dear Bude Soimah, Tolong Perlakukan Pasangan Anak Laki-lakimu Sebagaimana Manusia Seutuhnya

    Inklusi Sosial

    Inklusi Sosial Penyandang Disabilitas

    Arti Kemerdekaan

    Arti Kemerdekaan bagi Perempuan

    Dhawuh

    Di Bawah Bayang-bayang Dhawuh Kiai: Bagian Dua

    Di Mana Ruang Aman Perempuan

    Refleksi 80 Tahun Kemerdekaan: Di Mana Ruang Aman Perempuan dan Anak?

    Upacara Bendera

    Kesalingan dalam Perayaan; Membaca Upacara Bendera dan Pesta Rakyat di Istana

    Arti Kemerdekaan

    Memugar Kembali Arti Kemerdekaan

    Janji Kemerdekaan

    Dari Pati untuk Indonesia: Mengingatkan Kembali Janji Kemerdekaan

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Anak Kritis

    Membiasakan Anak Kritis dan Menghargai Perbedaan Sejak Dini

    Tidak Membedakan Anak

    Orangtua Bijak, Tidak Membedakan Anak karena Jenis Kelaminnya

    Kesetaraan Gender

    Pola Pendidikan Anak Berbasis Kesetaraan Gender

    Peran Orangtua Mendidik Anak

    Peran Orangtua dalam Mendidik Anak menurut Pandangan Islam

    Orangtua Mendidik Anak

    Peran Orangtua dalam Mendidik Anak untuk Generasi Berkualitas

    Hakikat Merdeka

    Kemuliaan Manusia dan Hakikat Merdeka dalam Surah Al-Isra Ayat 70

    Pendidikan Anak

    Hak Anak atas Pendidikan

    Reproduksi

    Pentingnya Edukasi Kesehatan Reproduksi bagi Remaja Laki-Laki dan Perempuan

    Perubahan

    Mengenal Perubahan Emosi dan Seksualitas pada Remaja

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Konferensi Pemikiran Gus Dur

    Merawat Warisan Gus Dur: Konferensi Pemikiran Pertama Digelar Bersama TUNAS GUSDURian

    Kenaikan Pajak

    Demokrasi di Titik Nadir: GUSDURian Ingatkan Pemerintah Soal Kenaikan Pajak dan Kebijakan Serampangan

    Musawah Art Collective

    Lawan Pernikahan Anak Lewat Seni: Musawah Art Collective Gelar Trip Exhibition “Breaking the Chain” di Tiga Kota

    Krisis Iklim

    Green Youth Quake: Pemuda NU dan Muhammadiyah Bergerak Lawan Krisis Iklim

    ‘Aisyiyah Bojongsari

    ‘Aisyiyah Bojongsari Rayakan HAN dan Milad ke-108 Lewat Lomba dan Diskusi

    KOPRI

    Buka Perspektif Geopolitik Kader Perempuan, KOPRI Bedah Buku 75 Tahun Indonesia Tiongkok

    Pengelolaan Sampah

    Ulama Perempuan Serukan Pelestarian Alam dan Pengelolaan Sampah Berkelanjutan

    PIT Internasional

    ISIF Buka Kolaborasi Akademik Global Lewat PIT Internasional

    PIT SUPI

    Mengglobal: SUPI ISIF Jalani PIT di Malaysia dan Singapura

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Hari Kemerdekaan

    Hari Kemerdekaan dan Problem Beragama Kita Hari Ini

    Soimah

    Dear Bude Soimah, Tolong Perlakukan Pasangan Anak Laki-lakimu Sebagaimana Manusia Seutuhnya

    Inklusi Sosial

    Inklusi Sosial Penyandang Disabilitas

    Arti Kemerdekaan

    Arti Kemerdekaan bagi Perempuan

    Dhawuh

    Di Bawah Bayang-bayang Dhawuh Kiai: Bagian Dua

    Di Mana Ruang Aman Perempuan

    Refleksi 80 Tahun Kemerdekaan: Di Mana Ruang Aman Perempuan dan Anak?

    Upacara Bendera

    Kesalingan dalam Perayaan; Membaca Upacara Bendera dan Pesta Rakyat di Istana

    Arti Kemerdekaan

    Memugar Kembali Arti Kemerdekaan

    Janji Kemerdekaan

    Dari Pati untuk Indonesia: Mengingatkan Kembali Janji Kemerdekaan

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Anak Kritis

    Membiasakan Anak Kritis dan Menghargai Perbedaan Sejak Dini

    Tidak Membedakan Anak

    Orangtua Bijak, Tidak Membedakan Anak karena Jenis Kelaminnya

    Kesetaraan Gender

    Pola Pendidikan Anak Berbasis Kesetaraan Gender

    Peran Orangtua Mendidik Anak

    Peran Orangtua dalam Mendidik Anak menurut Pandangan Islam

    Orangtua Mendidik Anak

    Peran Orangtua dalam Mendidik Anak untuk Generasi Berkualitas

    Hakikat Merdeka

    Kemuliaan Manusia dan Hakikat Merdeka dalam Surah Al-Isra Ayat 70

    Pendidikan Anak

    Hak Anak atas Pendidikan

    Reproduksi

    Pentingnya Edukasi Kesehatan Reproduksi bagi Remaja Laki-Laki dan Perempuan

    Perubahan

    Mengenal Perubahan Emosi dan Seksualitas pada Remaja

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Pernak-pernik

Tafsir Gender Nasr Hamid Abu Zayd

Abu Zayd terkenal karena tafsir humanistiknya, yang menantang pandangan umum tentang al-Qur'an, sehingga memicu kontroversi dan perdebatan

Fadlan Fadlan
24 Desember 2024
in Figur
0
Nasr Hamid Abu Zayd

Nasr Hamid Abu Zayd

1.8k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Nasr Hamid Abu Zayd adalah seorang pemikir Muslim berdarah Mesir, penulis dan salah satu teolog liberal terkemuka dalam sejarah pemikiran Islam. Abu Zayd yang terkenal dengan gagasan-gagasan liberalnya ini lahir di Quhafa, Provinsi Tanta, Mesir, pada 10 Juli 1943. Sejak usia 8 tahun, Abu Zayd telah menghafalkan 30 juz al-Qur’an.

Dia menyelesaikan pendidikan tingginya di Universitas Kairo, mulai dari S1 sampai dengan S3. Selain itu, dia juga pernah mendapatkan beasiswa untuk penelitian doktoralnya di Institute of Midlle Eastern Studies of Pensylivania Philadelphia, Amerika Serikat.

Abu Zayd terkenal karena tafsir humanistiknya. Dia menantang pandangan umum tentang al-Qur’an, yang memicu banyak kontroversi dan perdebatan. Akibat gagasannya itu, dia menuai banyak kebencian. Bahkan jabatan profesornya pun tertolak oleh Universitas Kairo.

Karena merasa dia tidak lagi masyarakat Mesir terima, Abu Zayd pun terpaksa meninggalkan Mesir. Dia pergi ke Belanda, negara yang nantinya membesarkan namanya di dunia intelektual. Namun begitu, dia kemudian diam-diam kembali ke Mesir di mana dia akhirnya menutup usianya.

Membaca Status Perempuan dalam al-Qur’an

Untuk menilai pendekatan interpretatif Abu Zayd, ada baiknya kita menganalisis bagaimana ia menerapkannya pada pertanyaan-pertanyaan seperti apa yang al-Qur’an katakan tentang status perempuan.

Abu Zayd menegaskan bahwa untuk memahami posisi al-Qur’an kita perlu mempertimbangkan “status perempuan dan posisi mereka dalam masyarakat sebelum Islam. Bukan hanya membandingkan antara wacana al-Qur’an dan angan-angan kita tentang status perempuan.” Dia menganggap bahwa wacana al-Qur’an mengenai status perempuan muncul dalam lingkungan yang benar-benar patriarki.

Abu Zayd mengklaim bahwa wahyu Tuhan beradaptasi dengan cakrawala budaya dan pemahaman penerima wahyu. Dalam hal ini masyarakat Arab abad ke-7. Inilah yang menyebabkan wacana patriarki secara tidak langsung menyusup ke dalam wahyu Tuhan. Misalnya tentang masalah poligami.

Tentang Poligami

Abu Zayd menegaskan bahwa poligami, “adalah praktik yang populer dalam masyarakat sebelum Islam. Jadi merupakan kesalahan besar dan kesalahan akademis yang parah untuk menganggap poligami sebagai bagian dari wahyu Tuhan, [hanya] karena itu disebutkan oleh al-Qur’an.”

Selain itu, menurut Abu Zayd, secara sejarah poligami hanyalah solusi sementara untuk masalah sosial yang muncul setelah perang Uhud. Perang ini menyebabkan kesyahidan Muslim yang banyak dari mereka. Sementara sebagian dari mereka merupakan kepala keluarga—suami dan ayah. Kematian banyak Muslim tersebut mengakibatkan naiknya jumlah anak anak yatim dan janda. Inilah alasan mengapa al-Qur’an mengizinkan umat Islam saat itu untuk mempraktikkan poligami. Abu Zayd menulis:

“Ayat al-Qur’an yang dianggap menetapkan poligami pada dasarnya membahas masalah anak yatim, yang membutuhkan perlindungan dan hak asuh setelah kehilangan orang tua mereka dalam perang Uhud (3 H/625 M). Ketika umat Islam kalah telak dan 10% dari pasukannya terbunuh, meninggalkan anak-anak mereka. Konteks sejarah, serta konteks tekstual, mengungkapkan bahwa izin yang al-Qur’an berikan adalah menikahi ibu (janda) anak yatim atau anak perempuan yatim. Jika khawatir tidak dapat memberikan perlindungan dengan baik, terutama jika salah satu dari mereka mewarisi sejumlah harta.”

Abu Zayd menekankan bahwa al-Qur’an tidak menentang poligami dan tidak pula menjadikan poligami sebagai hukum. Melainkan, poligami hanyalah solusi praktis dari al-Qur’an untuk masalah historis saat itu, yakni masalah anak yatim. Oleh karena itu, seorang penafsir harus menafsirkan kembali hukum-hukum al-Qur’an tentang poligami dalam konteks saat ini.

“Dalam konteks sosial saat ini”, Abu Zayd menegaskan, “poligami merupakan penghinaan terhadap perempuan dan anak-anak yang lahir dalam keluarga.” Maka dari itu, kita harus menganggap poligami sebagai sesuatu yang terlarang untuk kita praktikkan dalam konteks saat ini.

Makna Qawwamūn

Abu Zayd menambahkan bahwa dalam konteks historis kemunculan al-Qur’an, laki-laki anggapannya sebagai “qawwamūn”. Secara harfiah kita terjemahkan sebagai wali bagi perempuan, karena laki-laki adalah penjamin utama pendapatan keluarga.

Allah menganggap sebagian orang lebih unggul tergantung pada posisi sosial-ekonomi dan kontribusi finansial mereka terhadap rumah tangga. Oleh karena itu, gagasan bahwa laki-laki adalah “qawwamūn” bagi perempuan (tersebutkan dalam An-Nisa’ ayat 34) tidak boleh kita pahami di luar konteks kemunculan al-Qur’an itu sendiri.

Abu Zayd berpendapat bahwa penggunaan kata ganti dalam surat An-Nisa’ ayat 34—قَوَّامُوْنَ —dapat merujuk kepada laki-laki maupun perempuan. Ayat tersebut—dan ayat-ayat berkaitan—tidak selalu merujuk pada superioritas inheren satu jenis kelamin atas yang lain. Tetapi lebih berdasarkan pada kualitas tertentu yang dapat kedua jenis kelamin miliki dalam konteks sosial-ekonomi yang berbeda.

Untuk memahami ayat tersebut dalam konteks saat ini, kita perlu beranjak dari apa yang ayat tersebut maksudkan bagi penerima wahyu langsung (atau apa yang Abu Zayd identifikasi sebagai ‘makna’ ayat tersebut). Ini membuka kemungkinan interpretasi baru bagi Abu Zayd bahwa “dalam struktur sosial kita hari ini, perempuan dapat dianggap sebagai qawwamūn.”

Masalah Warisan

Abu Zayd berpendapat bahwa metodologi serupa juga harus kita terapkan dalam kaitannya dengan masalah warisan. Baginya, meskipun al-Qur’an menetapkan bahwa perempuan harus menerima setengah bagian warisan daripada laki-laki. Tetapi jangan lupa bahwa hal ini diwahyukan pada saat perempuan sama sekali tidak memiliki hak waris.

Norma budaya masyarakat Arab pra-Islam tidak mengizinkan perempuan untuk menerima warisan, karena warisan adalah milik anak laki-laki tertua. Tetapi karena perempuan sekarang dianggap setara dengan laki-laki, mereka juga harus memiliki hak waris yang sama.

Olehnya, bagi Abu Zayd, rahasia di balik ayat al-Qur’an tentang warisan adalah terdapat wacana progresif yang ingin al-Qur’an capai secara perlahan. Al-Qur’an bergerak menuju peningkatan status perempuan dalam konteks budaya masyarakat Arab abad ke-7 yang sama sekali tidak memberikan jaminan hak apapun terhadap perempuan.

Kesimpulan

Kesimpulan yang Abu Zayd buat tentang isu-isu perempuan adalah bahwa posisi perempuan dapat “ditafsirkan ulang sesuai dengan apa yang terungkapkan melalui signifikansi historis dan kontekstualnya untuk mengungkap implikasinya dan, oleh karena itu, untuk membina prinsip dasar kesetaraan.”

Posisi perempuan yang terungkap dalam al-Qur’an, secara umum, relatif dan secara historis progresif. Kesalahpahaman beberapa konsep al-Qur’an yang berhubungan dengan status perempuan disebabkan oleh de-kontekstualisasi ayat-ayat perempuan yang dilakukan oleh para penafsir laki-laki.

Abu Zayd mengatakan bahwa “jika kita menyadari hal tersebut, kita berada dalam posisi yang lebih baik untuk menyatakan bahwa… kesetaraan dalam pernikahan adalah hal yang mungkin.”

Abu Zayd menyimpulkan bahwa jika para penafsir mampu memahami al-Qur’an melampaui makna literal ayat-ayatnya yang membahas hak-hak perempuan dan makna yang dipahami oleh penerima wahyu pertama (masyarakat Arab abad ke-7). Kemudian menafsirkan ayat-ayat tersebut dalam konteks sosial-historis, mereka akan mencapai pemahaman yang baik tentang kesetaraan gender. []

Tags: islamNasr Hamid Abu ZaydPemikiran FilsafatsejarahTafsir Gender
Fadlan

Fadlan

Penulis lepas dan tutor Bahasa Inggris-Bahasa Spanyol

Terkait Posts

Hari Kemerdekaan
Publik

Hari Kemerdekaan dan Problem Beragama Kita Hari Ini

20 Agustus 2025
Peran Orangtua Mendidik Anak
Hikmah

Peran Orangtua dalam Mendidik Anak menurut Pandangan Islam

19 Agustus 2025
Kriteria Pasangan
Hikmah

Kriteria Pasangan yang Dianjurkan oleh Islam

15 Agustus 2025
Kemerdekaan
Hikmah

Islam dan Kemerdekaan

13 Agustus 2025
Mubadalah dan Disabilitas
Personal

Menyandingkan Konsep Mubadalah dan Disabilitas: Praktik Islam yang Rahmah Bagi Semua

13 Agustus 2025
Aquarina Kharisma Sari
Publik

Menyoal Podcast Aquarina Kharisma Sari; Benarkah Feminisme Menjadikan Perempuan Bermental Korban?

12 Agustus 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Arti Kemerdekaan

    Arti Kemerdekaan bagi Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Merawat Warisan Gus Dur: Konferensi Pemikiran Pertama Digelar Bersama TUNAS GUSDURian

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hari Kemerdekaan dan Problem Beragama Kita Hari Ini

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dear Bude Soimah, Tolong Perlakukan Pasangan Anak Laki-lakimu Sebagaimana Manusia Seutuhnya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Inklusi Sosial Penyandang Disabilitas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Hari Kemerdekaan dan Problem Beragama Kita Hari Ini
  • Merawat Warisan Gus Dur: Konferensi Pemikiran Pertama Digelar Bersama TUNAS GUSDURian
  • Dear Bude Soimah, Tolong Perlakukan Pasangan Anak Laki-lakimu Sebagaimana Manusia Seutuhnya
  • Membiasakan Anak Kritis dan Menghargai Perbedaan Sejak Dini
  • Inklusi Sosial Penyandang Disabilitas

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID