Menjadi keluarga maslahah merupakan cita-cita setiap orang, khususnya kaum muslimin. Kata Maslahah berasal dari akar kata sha-lu-ha yang secara harfiah berarti baik, manfaat, dan penting. Secara istilah tTeori al-Maslahah telah dikemukakan oleh para pemikir hukum Islam, seperti Imam al-Ghazali. Menurut beliau, maslahah adalah ungkapan yang pada intinya guna meraih kemanfaatan atau menolak kesulitan. Yang dimaksud adalah memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.
Keluarga maslahat adalah keluarga yang berorientasi pada prinsip menarik manfaat dan menolak mafsadat (kerusakan). Untuk menicptakan keluarga maslahah harus membangun pondasi yang kokoh dan kuat seperti di dalam kitab Faidul Qodir Syarhu Jami Ashoghir karya syaikh al hafidz Syekh Al-Hafidz Muhammad ‘Abdurrauf al-Munawi. Jilid satu halaman 466
أَرْبَعُ مِنْ سَعَادَةِ اْلمَرْءِ أَنْ تَكُونَ زَوْجَتُهُ صَالحَةً وَاَوْلاَدُهُ أَبْرَارًا وَخُلَطَاؤُهُ صَالِحِيْنَ وَأَنْ يكُونَ رِزْقُهُ فَى بَلَدِهِ
Ada 4 hal yg termasuk kebahagiaan seseorang yakni antara lain, Istrinya sholihah atau suami sholih, anak-anak yang berbakti, teman-teman yang sholih, dan terakhir rizkinya di desa atau tempat tinggalnya sendiri. Yang dimaksud dengan kebahagiaan di sini adalah berkah, keberuntungan dan kemuliaan seseorang.
Istri sholihah maksunya adalah agamanya baik, karena yang dimaksud sholah/ kebaikan ketika dikehendaki darinya adalah agama dan dunia.
Anak-anak yang berbakti, maksudnya berbakti kepadanya dan bertaqwa kepada Allah. Teman-teman sholeh, yaitu teman-teman baik dalam tempat kerja, tempat tinggal dan orang-orang yang setiap hari berkumpul dengannya adalah orang-orang yang menegakkan hak-hak Allah dan hak-hak hamba-Nya.
Rizinya di desa atau tempat tinggalnya sendiri, maksudnya adalah kerjanya, baik pertukangan maupun perdagangan berada di desanya sendiri. maksud dari ‘desa’ adalah tempat tinggalnya baik berupa desa maupun lainnya, sedangkan pengkhususan pengunaan kalimat ‘desa’ karena umumnya seseorang tinggal di kampung halamannya sendiri. Maksudnya tidak merasakan beratnya perjalanan yang jauh dan menimbulkan banyak madhorotnya seperti dalam kesehatan, keselamatan, keamanan dan lain sebagainya.
Untuk mencapai kemaslahatan dalam masyarakat, menurut Almarhum KH. Sahal Mahfudz, Pengasuh Pondok Pesantren Mathoilul Falah Kajen Pati, menjelaskan ada banyak sarana mengikhtiarkan kemaslahatan masyarakat, tetapi jika kita memahami masyarakat sebagai sebuah struktur, maka setiap ikhtiar untuk mewujudkan masyarakat yang maslahah harus dimulai dari unit terkecilnya yaitu keluarga.
Jika suatu keluarga tidak mampu membina keluarganya, maka sedikit banyak ia akan memberikan pengaruh buruk kepada masyarakat dan lingkungan di mana ia berada, untuk selanjutnya diteruskan kepada keluarga lain dalam lingkungan yang sama, begitu juga sebaliknya.
Keluarga maslahah menurut KH. Sahal Mahfuz yaitu keluarga yang setiap anggota keluarganya mampu memahami hak dan kewajibannya, setara dengan pemahamannya atas hak dan kewajiban orang lain. Ketika setiap anggota memahami hak dan kewajibannya sendiri dan anggota keluarga lainnya, maka dapat disebut sebagai keluarga maslahah.
Misalnya seorang ayah sebagai kepala keluarga, memahami hak dan kewajibannya sebagai pengayom keluarga, mampu menjadi pelindung dan teladan yang baik, menghormati istri sebagai “manajer” keluarga, sebagai partner hidup untuk mensukseskan keluarga tidak hanya bahagia di dunia tetapi juga bahagia di akhirat, mendidik anak dengan baik, serta memperlakukan orang lain dengan baik dan sopan.
Begitu pula dengan anggota keluarga yang lain, saling memahami dan menghormati hak dan kewajiban masing-masing. Maka keluarga tersebut dapat disebut sebagai keluarga maslahah. KH. Sahal memberikan contoh metode pendidikan akhlak yang baik, yaitu melalui uswah hasanah (teladan yang baik).
Menurut penuturan Gus Abdul Ghofar Rozin putera Kiai Sahal, (wawancara pada Juni 2016) dalam mendidik keluarga, Kiai Sahal jarang memberikan perintah atau larangan, tetapi beliau lebih banyak mengajari melalui teladan yang baik. Untuk mendidik keluarga agar sholat berjamaah, Kiai Sahal selalu mengajarkan dengan melaksanakan shalat berjamaah tanpa memberikan banyak perintah.
Metode yang dilakukan oleh KH Sahal Mahfudz, sesuai yang ada dalam kitab Jami’u Bayanil Ilmi Wadhlihi pada jilid 2 hal 7, karya Ibnu Abdil Bar, Wa Qola al Ma’mun
وقال المأمون نحن إلى أن نوعظ بالأعمال أحوج منا أن نوعظ بالأقوال
“Kami lebih butuh nasihat dengan (contoh) amal perbuatan dari pada nasihat dengan kata-kata.”
Kiai Sahal mengajarkan kepada keluarganya untuk bertanggung jawab terhadap setiap tugas dan kewajiban anggota keluarga. Hal ini tercermin dari sikap beliau ketika putranya tidak naik kelas karena tidak mampu menghafal sebagai syarat kenaikan kelas. Kiai Sahal tidak memarahi puteranya, tetapi mengatakan bahwa setiap orang bertanggung jawab terhadap tugas dan kewajibannya sendiri. Kiai Sahal mengajari anaknya untuk menanggung segala akibat dari perbuatannya sendiri dan belajar dari pengalaman yang telah dialami.
Sebagaimana firman Aallah dalm surat al muddasir ayat 38
كُلُّ نَفْسٍۭ بِمَا كَسَبَتْ رَهِينَةٌ
“Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya”
(Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya) dia tergadaikan, yaitu diazab di dalam neraka disebabkan amal perbuatannya sendiri)
Sehingga menjadi keluarga maslahah sangat penting untuk mengubah peradaban dan tantangan pada era saat ini, karena banyak manfaat yang bisa kita ambil dari menjadi keluarga maslahah diantaranya, keluarga maslahah mendatangkan kemanfaatan atau jalbu al masholih dan daf’ul mafasid dan menolak kerusakan-kerusakan.
Keluarga maslahah juga akan membentuk insan kamil yang memiliki kesalehan spiritual dan kesalehan sosial sehingga memiliki kesalehan muttaqi, lalu keluarga maslahah akan melahirkan generasi yang khoirunnas anfauhum linnas, selalu menebar kemanfaatan dan kesalehan secara umum bukan karena uang atau jabatan. Semoga kita semua dimudahkan menjadi keluarga maslahah, bisa meneruskan perjuangan para guru-guru kita dan cita-cita bersama, bisa mewujudkan kemaslahatan tidak hanya dalam keluarga tapi juga dalam masyarakat, agama, bangsa dan negara. []