Mubadalah.id – Jika kita merujuk sumber-sumber biografi Nabi Muhammad Saw baik al-Qur’an, kitab-kitab hadits, maupun sejarah kehidupan (sirah), maka kita bisa menemukan teladan akhlak Nabi Saw dengan orang yang berbeda agama.
Misalnya seperti dari kehidupan masa kecil, remaja, dewasa, pada saat memperoleh wahyu, berdakwah, dan ketika berhijrah lalu menetap di Madinah sampai akhir hayat beliau.
Ada dua fase utama dalam kehidupan Nabi Muhammad Saw yaitu fase Makkah dan fase Madinah.
Beberapa umat Islam terkadang menganggap bahwa fase Makkah itu tidak lagi berlaku. Ia sudah Nabi hapus dengan ajaran-ajaran nabi pada Fase Madinah. Yang Nabi Saw anggap sebagai sumber ajaran untuk memusuhi dan memerangi yang berbeda agama.
Padahal, pada fase Madinah juga, nabi tetap memiliki relasi sosial dan berakhlak mulia sebagai Al-Amin kepada semua orang, termasuk kepada yang berbeda agama. Beliau dipercaya, berbuat baik, jujur, dan suka menolong.
Bahkan, riwayat populer hadits Imam Bukhari, dan banyak kitab hadits lain, Nabi Muhammad Saw memiliki hubungan yang baik dengan berbagai kolega dan tetangga yang berbeda agama.
Kemudian menerima khidmat pelayan dari yang berbeda agama (Shahih al-Bukhari, hadits nomor 1371). Saling memberi hadiah (Shahih al-Bukhari, hadits nomor 2650 dan Sunan Abu Dawud hadits nomor 4515).
Lalu, saling berkunjung memenuhi undangan makan (Musnad Ahmad, hadits nomor 13403 dan 14068). Saling menjual dan membeli (Shahih al-Bukhari, hadits nomor 2135).
Bahkan di akhir hayat beliau masih berutang dengan cara gadai kepada orang Yahudi (Shahih al-Bukhari, hadits nomor 2593 dan 4507).*
*Sumber: tulisan Faqihuddin Abdul Kodir, dalam buku Relasi Mubadalah Muslim Dengan Umat Berbeda Agama.