Sabtu, 20 September 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Kampanye Inklusivitas

    Inklusivitas di Era Digital: Strategi Baru Kampanye di Media Sosial

    Tempat Ibadah Ramah Disabilitas

    Rektor ISIF Dorong Gerakan Tempat Ibadah Ramah Disabilitas dalam MISI ke-10

    Amal Maulid KUPI

    Amal Maulid KUPI dan Majelis Taklim di Yogyakarta Gelar Santunan untuk 120 Perempuan

    Pengaburan Femisida

    Di Balik Topeng Penyesalan: Narasi Tunggal Pelaku dan Pengaburan Femisida

    Bincang Syariah Goes to Campus

    Kemenag Gelar Blissful Mawlid “Bincang Syariah Goes to Campus” Ajak Generasi Muda Rawat Bumi

    Ulama Perempuan KUPI

    Doa, Seruan Moral, dan Harapan Ulama Perempuan KUPI untuk Indonesia

    Ulama Perempuan KUPI yang

    Nyai Badriyah Fayumi: Maklumat Ulama Perempuan KUPI untuk Menyelamatkan Indonesia

    Ekoteologi

    Forum Rektor Bersama Gusdurian Dorong Ekoteologi Kampus

    Tuntutan 17+8

    Kamala Chandrakirana: Demokrasi Indonesia Hadapi “Krisis dalam Krisis”

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Qobiltu Nikaahaa

    Ketika Hidup Berubah dengan Satu Kalimat: Refleksi Qobiltu Nikaahaa

    Difabel dan Kesehatan Mental

    Difabel dan Kesehatan Mental

    Pernikahan Anak

    Mari Akhiri Pernikahan Anak di Lingkungan Kita

    Santri Era Digital

    Santri di Era Digital: Mengapa Dakwah Harus Hadir di Media Sosial?

    Imajinasi

    Urgensi Imajinasi dan Identitas Manusia Demi Keseimbangan Peradaban

    Living Together

    Jangan Pernah Normalisasi Living Together

    Takut Bicara

    Taklukkan Takut Bicara di Depan Umum: Dari Ketakutan Menjadi Kekuatan

    Saling Pengertian

    Gus Dur, Gereja, dan Kearifan Saling Pengertian Antarumat Beragama

    Tafsir Kesetaraan

    Menilik Tafsir Kesetaraan dan Fakta Kepemimpinan Perempuan

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Aurat

    Perbedaan Batasan Aurat Menurut Al-Qur’an

    Konteks Sosial yang

    Batas Aurat Ditentukan oleh Konteks Sosial dan Budaya

    Aurat

    Batas Aurat Perempuan dalam Islam: Ragam Tafsir dan Konteks Sosialnya

    Seksualitas Perempuan dalam

    Aurat dan Fitnah: Pergulatan Tafsir Seksualitas Perempuan dalam Islam

    Perempuan di Ruang Publik

    Perempuan di Ruang Publik Menurut Islam

    Menjaga Bumi

    Maulid Nabi dan Kewajiban Menjaga Bumi

    Perempuan dan Perang

    Sejak Awal Islam, Perempuan dan Laki-laki Sama-sama Terlibat di Politik dan Perang

    Karakter

    Pendidikan Karakter

    konservatif

    Bahaya Konservatif di Tengah Arus Perubahan Zaman

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Kampanye Inklusivitas

    Inklusivitas di Era Digital: Strategi Baru Kampanye di Media Sosial

    Tempat Ibadah Ramah Disabilitas

    Rektor ISIF Dorong Gerakan Tempat Ibadah Ramah Disabilitas dalam MISI ke-10

    Amal Maulid KUPI

    Amal Maulid KUPI dan Majelis Taklim di Yogyakarta Gelar Santunan untuk 120 Perempuan

    Pengaburan Femisida

    Di Balik Topeng Penyesalan: Narasi Tunggal Pelaku dan Pengaburan Femisida

    Bincang Syariah Goes to Campus

    Kemenag Gelar Blissful Mawlid “Bincang Syariah Goes to Campus” Ajak Generasi Muda Rawat Bumi

    Ulama Perempuan KUPI

    Doa, Seruan Moral, dan Harapan Ulama Perempuan KUPI untuk Indonesia

    Ulama Perempuan KUPI yang

    Nyai Badriyah Fayumi: Maklumat Ulama Perempuan KUPI untuk Menyelamatkan Indonesia

    Ekoteologi

    Forum Rektor Bersama Gusdurian Dorong Ekoteologi Kampus

    Tuntutan 17+8

    Kamala Chandrakirana: Demokrasi Indonesia Hadapi “Krisis dalam Krisis”

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Qobiltu Nikaahaa

    Ketika Hidup Berubah dengan Satu Kalimat: Refleksi Qobiltu Nikaahaa

    Difabel dan Kesehatan Mental

    Difabel dan Kesehatan Mental

    Pernikahan Anak

    Mari Akhiri Pernikahan Anak di Lingkungan Kita

    Santri Era Digital

    Santri di Era Digital: Mengapa Dakwah Harus Hadir di Media Sosial?

    Imajinasi

    Urgensi Imajinasi dan Identitas Manusia Demi Keseimbangan Peradaban

    Living Together

    Jangan Pernah Normalisasi Living Together

    Takut Bicara

    Taklukkan Takut Bicara di Depan Umum: Dari Ketakutan Menjadi Kekuatan

    Saling Pengertian

    Gus Dur, Gereja, dan Kearifan Saling Pengertian Antarumat Beragama

    Tafsir Kesetaraan

    Menilik Tafsir Kesetaraan dan Fakta Kepemimpinan Perempuan

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Aurat

    Perbedaan Batasan Aurat Menurut Al-Qur’an

    Konteks Sosial yang

    Batas Aurat Ditentukan oleh Konteks Sosial dan Budaya

    Aurat

    Batas Aurat Perempuan dalam Islam: Ragam Tafsir dan Konteks Sosialnya

    Seksualitas Perempuan dalam

    Aurat dan Fitnah: Pergulatan Tafsir Seksualitas Perempuan dalam Islam

    Perempuan di Ruang Publik

    Perempuan di Ruang Publik Menurut Islam

    Menjaga Bumi

    Maulid Nabi dan Kewajiban Menjaga Bumi

    Perempuan dan Perang

    Sejak Awal Islam, Perempuan dan Laki-laki Sama-sama Terlibat di Politik dan Perang

    Karakter

    Pendidikan Karakter

    konservatif

    Bahaya Konservatif di Tengah Arus Perubahan Zaman

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Tentang Bendera Merah Putih dan One Piece

Pada akhirnya, yang kita pertaruhkan bukan sekadar bendera, melainkan masa depan imajinasi bangsa yang lebih demokratis dan inklusif untuk semua.

Kamilia Hamidah Kamilia Hamidah
5 Agustus 2025
in Publik, Rekomendasi
0
Bendera Merah Putih

Bendera Merah Putih

1.1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Video call dengan anak sulung saya dia bertanya: “Ibuk, Agustus mau mengibarkan bendera One Piece atau Merah Putih, lagi ramai gerakan mengibarkan bendera One Piece.” Lalu saya jawab: “Ya kayak biasanya lah nok, cari benderanya juga nggak tau di mana belinya”.

Lalu media kita bersliweran berita yang memberitakan bapak-bapak terhormat itu tentang larangan pengibaran bendera One Piece. Larangan tersebut muncul seiring dengan ramainya obrolan di linimasa terkait pengibaran bendera bertema manga Jepang tersebut menjelang peringatan HUT ke-80 Kemerdekaan RI.

Reaksi keras dari berbagai kalangan pun bermunculan, mulai dari kecaman hingga ancaman sanksi. Di tengah ramainya obrolan linimasa tentang pengibaran bendera One Piece, sebetulnya ada pertanyaan mendasar yang patut kita renungkan bersama. Mengapa generasi muda memilih simbol fiksi sebagai bentuk ekspresi, dan apa yang sesungguhnya yang ingin disuarakan?

Setiap 17 Agustus, Indonesia terpenuhi ritual kemerdekaan yang ritualnya sudah mengakar. Pengibaran Merah Putih, upacara formal, perlombaan tradisional, dan pidato-pidato nasionalisme. Namun seiring waktu, banyak dari aktivitas ini mulai kehilangan esensinya, sebut saja ceremonial peringatan 17 Agustus itu dilaksanakan karena kewajiban, edaran, bukan karena pemaknaan yang mendalam.

Munculnya bendera One Piece, dengan simbol tengkorak bertopi jerami bisa kita baca sebagai bentuk resistensi simbolik. Ketika simbol-simbol negara tidak lagi mampu menggugah hati atau membangkitkan inspirasi, mungkin generasi muda mencari representasi alternatif yang lebih mereka pahami dan rasakan.

Apakah Anti-Nasionalisme?

Lalu pertanyaan lain, apakah ini berarti mereka anti-nasionalisme? Belum tentu. Justru saya melihat bisa jadi sebaliknya, bahwa mereka sedang mengekspresikan kegelisahan terhadap bentuk nasionalisme yang terasa kaku dan jauh dari realitas hidup mereka.

Mengapa One Piece menjadi pilihan? Karena cerita One Piece hidup dalam keseharian mereka. One Piece bukan sekadar petualangan bajak laut, melainkan narasi tentang mimpi besar, dan persahabatan sejati (nakama). Keberanian melawan ketidakadilan, dan pencarian “harta karun” yang sejatinya adalah kemerdekaan dalam makna yang sebenarnya.

Yah, saya khatam menonton serial filmnya bersama anak-anak. Waktu itu menonton sambil diceramahin anak-anak yang sudah membaca versi komiknya. Laksana mendapatkan spoiler film sebelum menuntasnya serialnya.

Dan iya Ironisnya, nilai-nilai dalam One Piece lebih terasa autentik daripada retorika nasionalisme yang sering kali terdengar hambar. Perlawanan terhadap kekuasaan korup, penghargaan atas keberagaman, dan keyakinan bahwa perubahan bisa dimulai dari kelompok kecil yang konsisten pada nilai-nilai luhur.

Mungkin bagi generasi muda, di antaranya anak saya juga menikmati komik ini, simbol ini bisa terasa lebih memiliki vibe bagi mereka. Bukan karena mereka membenci negaranya, tapi karena mereka merindukan bentuk nasionalisme yang lebih membumi dan imajinatif.

Makna Kemerdekaan bagi Gen Z

Kita tentu menyaksikan bahwa generasi Z tumbuh dalam konteks yang sangat berbeda dari era kemerdekaan. Mereka tidak mengalami penjajahan fisik, tapi menghadapi bentuk-bentuk baru penindasan. Diskriminasi, kesenjangan akses pendidikan, korupsi sistemik, dan krisis ekologi.

Dalam realitas ini, nasionalisme model lama yang identik dengan simbolisme militer dan upacara formal mungkin terasa tidak mewakili kegelisahan yang saat ini mereka hadapi, karena yang mereka butuhkan adalah nasionalisme yang responsif.

Mampu menjawab tantangan zaman, mendengarkan aspirasi generasi muda, dan memberi ruang partisipasi kreatif. Ketika mereka mengibarkan bendera One Piece, itu bisa kita maknai sebagai pencarian identitas: “Apa makna kemerdekaan bagi kami di era ini?”

Kontroversi ini sejatinya bukan hanya tentang pelanggaran protokol pengibaran bendera. Melainkan tentang siapa yang memiliki otoritas atas imajinasi kolektif bangsa. Apakah hanya negara yang berhak menentukan simbol dan narasi resmi? Atau kita bisa membuka ruang bagi generasi muda untuk membayangkan ulang makna kemerdekaan dengan perspektif mereka?

Seruan larangan mencerminkan kecenderungan otoritarian dalam mengelola ruang simbolik. Padahal, dalam demokrasi yang sehat, ruang imajinasi kolektif seharusnya terbuka untuk negosiasi dan reinterpretasi. Pengibaran bendera One Piece adalah sinyal bagi semua pihak, pendidik, pembuat kebijakan, dan pegiat budaya.

Masa Depan Imajinasi Bangsa

Barangkali kita perlu merevitalisasi makna simbol-simbol negara, bukan hanya mempertahankan bentuk formalnya. Bendera merah Putih harus kembali menjadi simbol perjuangan dan harapan yang inklusif, bukan sekadar atribut yang kita kibarkan setiap Agustus lalu terlupakan.

Daripada terburu-buru mengecam aksi generasi muda, barangkali kita perlu merefleksikan beberapa hal. Apakah nilai-nilai kemerdekaan yang terwariskan para founding fathers masih terasa hidup dan relevan hari ini? Apa makna Merah Putih bagi seorang remaja yang hidup dalam kemiskinan, mengalami diskriminasi, atau tidak memiliki akses terhadap pendidikan berkualitas?

Bagaimana kita bisa menjadikan simbol-simbol negara sebagai ruang bersama yang inklusif, terbuka untuk interpretasi beragam, dan memberikan tempat bagi suara-suara yang selama ini terpinggirkan? Sebab pada akhirnya, yang kita pertaruhkan bukan sekadar bendera, melainkan masa depan imajinasi bangsa yang lebih demokratis dan inklusif untuk semua. Wallahu’alam Bishawab. []

 

Tags: Bendera Merah PutihGen ZIndonesiaKebangsaankemerdekaanOne Piece
Kamilia Hamidah

Kamilia Hamidah

Bekerja di Ipmafa Pati - Institut Pesantren Mathali'ul Falah

Terkait Posts

Living Together
Publik

Jangan Pernah Normalisasi Living Together

19 September 2025
Kerudung Pink
Publik

Kerudung Pink Bu Ana: Antara Simbol Perlawanan dan Standar Ganda terhadap Perempuan

17 September 2025
Pengaburan Femisida
Aktual

Di Balik Topeng Penyesalan: Narasi Tunggal Pelaku dan Pengaburan Femisida

15 September 2025
Ojol
Pernak-pernik

Aksi Solidaritas Beli Makanan untuk Ojol di Indonesia dari SIS Forum Malaysia

13 September 2025
Bangladesh
Publik

Bangladesh sebagai Cermin Gejolak Politik Indonesia

12 September 2025
Sri Mulyani
Publik

Reshuffle Sri Mulyani: Krisis Kepercayaan dan Keadilan Fiskal

10 September 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Imajinasi

    Urgensi Imajinasi dan Identitas Manusia Demi Keseimbangan Peradaban

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Batas Aurat Ditentukan oleh Konteks Sosial dan Budaya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film Taare Zameen Par: Setiap Anak Istimewa

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Santri di Era Digital: Mengapa Dakwah Harus Hadir di Media Sosial?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perbedaan Batasan Aurat Menurut Al-Qur’an

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Ketika Hidup Berubah dengan Satu Kalimat: Refleksi Qobiltu Nikaahaa
  • Inklusivitas di Era Digital: Strategi Baru Kampanye di Media Sosial
  • Difabel dan Kesehatan Mental
  • Mari Akhiri Pernikahan Anak di Lingkungan Kita
  • Santri di Era Digital: Mengapa Dakwah Harus Hadir di Media Sosial?

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID