Mubadalah.id – Kita sudah diingatkan loh oleh Rasullullah Saw. Bahwa di antara kita, banyak yang puasanya hanya memperoleh lapar dan dahaga belaka (HR. Ibn Majah, no. 1760). Apa tips agar puasa kita tidak sia-sia? Karena puasa yang dikerjakannya hanya sebatas menjaga dari makan, minum, dan hubungan seks belaka.
Padahal, sebagaimana diharapkan Allah Swt, puasa kita ditujukan untuk meningkatkan ketakwaan (QS. Al-Baqarah, 183). Takwa adalah kualitas komitmen kepribadian seseorang untuk selalu memiliki relasi dengan Allah Swt (hablun minallah) dan selalu berperilaku baik sesama manusia (habl minannas).
Tahukah kita bahwa salah satu kriteria ketakwaan yang diwasiatkan Nabi Saw pada saat Haji Perpisahan (Wada’) adalah berbuat baik kepada perempuan. Dari Ali bin Abi Talib karramallahu wajhah, bahwa Rasulullah Saw bersabda dalam khutbah Haji Wada’:
فَاتَّقُوا اللَّهَ فِى النِّسَاءِ فَإِنَّكُمْ أَخَذْتُمُوهُنَّ بِأَمَانِ اللَّهِ وَاسْتَحْلَلْتُمْ فُرُوجَهُنَّ بِكَلِمَةِ اللَّهِ وَلَكُمْ عَلَيْهِنَّ أَنْ لاَ يُوطِئْنَ فُرُشَكُمْ أَحَدًا تَكْرَهُونَهُ فَإِنْ فَعَلْنَ ذَلِكَ فَاضْرِبُوهُنَّ ضَرْبًا غَيْرَ مُبَرِّحٍ (رواه مسلم). 3009
“Bertakwalah kepada Allah Swt, (dengan berperliaku baik) dalam (berelasi) dengan perempuan (istri), karena kalian telah memegang mereka dengan amanat dari Allah dan mereka halal untukmu dengan kalimat Allah. Kalian berhak agar ranjang kalian (bersama mereka) tidak dicampuri pria lain yang tidak kalian suka. Jika mereka melakukanya, baru kalian boleh memukul mereka yang tanpa meninggalkan luka.” (Riwayat Muslim, no. 3009).
Tentu saja ini wasiat yang sangat revolusioner, yang selalu diingatkan bahkan di saat Haji Perpisahan menjelang Nabi Saw wafat. Wasiat berbuat baik kepada perempuan ini disebutkan Nabi Saw bersamaan dengan wasiat tentang pentingnya prinsip tauhid dalam Islam, prinsip egalitarian, keharaman riba, dan wasiat untuk selalu berpegang teguh dengan Kitab Allah Swt.
Bayangkan, bahkan untuk kasus memukul istri, Rasulullah Saw hanya membolehkan ketika sang istri mengajak pria lain tidur di ranjang suami. Itupun harus pukulan yang tidak melukai. Sisanya harus berbuat baik demi ketakwaan. Ini sangat revolusioner justru ketika laki-laki sangat mudah memukul istri untuk alasan-alasan sepele, bahkan tanpa sebab sama sekali. Saat ini, tentu saja, seperti dikatakan ulama besar Tunisia, Syekh Muhammad Tahir ibn Ashur (w. 1973), pemukulan sama sekali tidak boleh lagi diperkenankan sebagai media solusi konflik oleh suami kepada istri. Dalam keadaan apapun.
Dus, demi ketakwaan yang diwasiatkan Nabi Saw, kita harus menjadikan puasa sebagai pengingat dan pengendali agar kita segera meninggalkan segala bentuk kekerasan dalam keluarga. Oleh siapapun dan kepada siapapun. Kita juga perlu segera memperbaharui komitmen untuk selalu berbuat baik dan menyenangkan, suami kepada istri dan istri kepada suami, juga orang tua kepada anak dan anak kepada orang tua. Jika tidak, puasa kita bisa sia-sia.
Penulis: Faqihuddin Abdul Kodir