Mubadalah.id – Tradisi halal bi halal di Indonesia adalah satu dari ragam budaya yang terus dilestarikan. Tradisi halal bi halal adalah budaya yang telah menyatu dengan agama. Tradisi tersebut merupakan khas tipologi Indonesia yang sampai sekarang terus diaplikasikan setelah bulan Ramadan selesai.
Kearifan lokal yang terus disyiarkan membawa pengaruh positif terhadap pandangan belahan dunia bahwa adanya tradisi halal bi halal tersebut menunjukkan negara Indonesia sebagai negara yang menebarkan visi rahmatallil ‘alamin dengan menampakkan wajah Islam yang ramah tamah.
Halal bi halal yang dijadikan sebagai media silaturrahim mempunyai tujuan yang sangat erat yakni mempererat persaudaraan maupun membangun akhlak karimah dengan dilandasi saling maaf memaafkan. Dengan lahirnya halal bi halal pada momentum Idulfitri seorang mukmin kembali menjadi fitrah. Dosa horizontal antara sesama saling ditiadakan, saling dinolkan, saling dilepaskan. Sehingga dosa yang diemban telah hilang, karena telah saling ridha untuk memaafkan atas kesalahan yang dilakukan.
Dalam al-Qur’an pun telah diperintahkan untuk memaafkan. Salah satunya terdapat pada QS. Ali-‘Imran [3] : 159. Yang artinya “…Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka…” (QS.Ali-‘Imran [3]:159). Dengan ini, Hasby Ash-Shiddieqy dalam tafsirnya Al-Qur’anul Majid An-Nur menafsirkan bahwa indikasinya ayat tersebut diperuntukkan kepada kanjeng nabi untuk memaafkan dan tidaklah boleh menghukum karena kesalahan yang telah dilakukan.
Sebaliknya, memohonlah ampun kepada Allah supaya mengampuni mereka dan tidak menyiksanya. dengan demikian, ayat tersebut memerintahkan kepada pembaca untuk memiliki sifat welas asih saling memafkan sesama, yang melalui diperintahkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan baik.
Pandangan Quraish Shihab Mengenai Makna Halal Bi Halal
Apabila mengacu pada rumus bahasa Arab, ketika terdapat satu kata yang sama terulang dalam satu susunan dan berbentuk nakirah, maka kata yang pertama berbeda dengan kata yang kedua. Sedangkan ketika berbentuk ma’rifah, maka yang pertama sama dengan yang kedua.
Dengan demikian, jika halal bi halal tidak memakai “al” ini berarti halal dihadapkan dengan halal. Tentunya kata yang terulang tersebut berbeda dengan kata yang pertama. Hal ini menyimpan makna “memaafkan kesalahan yang berbeda”. Maksudnya adalah halal yang dilakukan orang yang meminta maaf tentunya menyangkut kesalahan-kesalahan yang dialami, sedangkan halal yang dimintai maaf menyangkut kesalahan-kesalahannya yang telah dilakukan. Hal ini berbeda dalam konteks kesalahannya.
Quraish Shihab juga menambahkan dalam channel Youtubenya terdapat tiga makna halal bi halal yaitu mengurai yang kusut, menghangatkan yang dingin, dan mencairkan yang beku. Dalam penjelasannya juga mengkaitkan bahwa halal bi halal disini tidak dimaksudkan dalam pengertian hukum Islam.
Singkatnya, jika dikaitkan dengan pengertian hukum syariat hal tersebut berarti bolehnya memutus hubungan dengan orang lain. Dengan ini, jika mengacu pada hukum Islam. Sebagai contoh, secara yang diketahui hal yang halal tetapi tidak disukai oleh Allah yakni sebuah perceraian, pemutus hubungan.
Maka apabila mengambil dalam pengertian hukum Islam malah halal bi halal justru memperbolehkan memutus hubungan. Padahal esensi makna yang terkandung di dalamnya adalah menyambung yang putus.
Halal Bi Halal di Indonesia
Tradisi halal bi halal di Indonesia dari pandangan Quraish Shihab diatas mengenai halal bi halal. Jikalau menelisik lebih jauh secara terstruktur bahasa Arab, sebenarnya tidak ditemukan pengertian halal bi halal. Karena istilah dan tradisi tersebut merupakan ciri khas Indonesia. dari beberapa penelusuran kata “halal bi halal” penggagas pertamanya adalah KH Wahab Hasbullah (Motor Penggerak Berdirinya Nahdatul ‘Ulama). Sedangkan ketika berbicara dalil, maka sesungguhnya apabila tidak ada perintah atau larangan boleh untuk dilakukan. Selagi terdapat sebuah kemaslahatan dan tujuan yang baik.
Tetapi istilah halal bi halal yang mempunyai arti sama dengan silaturrahim, pada hakekatnya tidak hanya dilakukan setelah bulan puasa. Karena menyambung persaudaraan adalah bentuk kewajiban bagi hamba untuk menebarkan perdamaian.
Memang pada dasarnya halal bi halal diaplikasikan pada momentum yang pas sesuai dengan hari besar Islam yakni hari raya Idulfitri yang bertujuan kembali ke fitrah, saling ridha memaafkan kesalahan sesama dengan diringi hati yang tulus.
Halal bi halal dengan ini juga sebagai bentuk upaya membangun akhlak karimah, yang secara spiritual dapat meningkatkan menjadi hamba yang shaleh, tawakal, status di depan Allah menjadi baik, bahkan menjadi hamba yang bersyukur.
Dengan begitu, tradisi halal bi halal di Indonesia harus tetap dipertahankan supaya tidak memperparah hubungan maupun gesekan-gesekan antar manusia yang lainnya dan tidak pula terjadi kesalahpahaman. Semoga adanya tradisi yang mengakar tersebut negara Indonesia menjadi negara yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. Wallahu A’lam. []