• Login
  • Register
Sabtu, 5 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Pernak-pernik

Tradisi Nyadran: Meramu Rasa Syukur Sampai Merawat Kerukunan

Tidak akan bertahan sebuah tradisi jika bukan karena kebermanfaatan yang terus diupayakan secara turun-temurun. Begitu juga dengan tradisi nyadran

Khoiriyasih Khoiriyasih
12/02/2024
in Pernak-pernik
0
Tradisi Nyadran

Tradisi Nyadran

576
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Nyadran termasuk dalam tradisi rutin bulan Sya’ban yang dilakukan oleh masyarakat Jawa, seperti di Magelang, Jawa Tengah. Tradisi ini merupakan perpaduan dialog tradisi lokal bertahun-tahun dengan ajaran agama Islam yang Walisongo sebarkan pada abad 15.

Nyadran berasal dari bahasa Sansekerta, Sraddha yang artinya keyakinan. Dalam bahasa Jawa, nyadran berasal dari kata sadran yang berarti Ruwah Sya’ban.

Hamidulloh melalui website NU Online, mengungkapkan bahwa nyadran dapat membangun masyarakat menjadi seimbang dan sesuai ruh Islam. Lewat nyadran, mereka mampu menciptakan kemesraan ruhani antara manusia (hablum minannas), Tuhan (hablum minallah) dan alam (hablum minalalam).

Nyadran meliputi serangkaian acara, seperti membersihkan makam, tabur bunga, mendoakan arwah, dan puncaknya berupa kenduri selamatan di sekitar makam atau di halaman masjid.

Mengawali kenduri dengan membaca Al-Quran, zikir, tahlil, tausiyah ulama, doa dan makan bersama. Sebelum makan bersama, tokoh agama akan menyampaikan nasehat perdamaian untuk para hadirin.

Baca Juga:

Menemukan Wajah Sejati Islam di Tengah Ancaman Intoleransi dan Diskriminasi

Egoisme dan Benih Kebencian Berbasis Agama

Belajar Nilai Toleransi dari Film Animasi Upin & Ipin

Merariq Kodek: Ketika Pernikahan Anak Jadi Viral dan Dinormalisasi

Makanan kenduri, pada zaman dulu menggunakan wadah tenong. Kalau di Magelang, sudah jarang makanan yang menggunakan wadah tenong. Masyarakat sudah umum menggunakan nampan plastik dengan alasan memudahkan persiapan dan rangkaian acara.

Menyusul makan bersama, para hadirin akan membawa pulang bingkisan yang disebut berkatan berisi bahan makanan pokok. Momen ini tidak kalah membahagiakan bagi jamaah nyadran.

Acara nyadran biasa diikuti oleh seluruh warga desa mulai dari anak-anak, remaja, orang dewasa, dan orang tua. Tidak jarang juga, sanak saudara dari luar daerah turut merayakan tradisi nyadran sampai selesai.

Hikmah Tradisi Nyadran

Tidak akan bertahan sebuah tradisi jika bukan karena kebermanfaatan yang terus kita upayakan secara turun-temurun. Begitu juga dengan tradisi nyadran. Memiliki hikmah yang bisa terasa oleh seluruh lapisan masyarakat. Hikmah yang dapat kita pelajari dari tradisi nyadran antara lain:

Pertama, rasa gembira menyambut bulan Ramadan dan syukur atas nikmat yang Allah Swt berikan. Nabi Muhammad Saw bersabda, “Barang siapa bergembira dengan kehadiran Ramadhan, Allah mengharamkan jasadnya disentuh api neraka,” tak ada orang nyadran susah, justru masyarakat merasa bungah lewat sedekah. Mereka juga gembira menyambut bulan Ramadan.

Kedua, mengingat gaya dakwah Walisongo. Walisongo menyebarkan agama Islam menggunakan pendekatan kebudayaan dengan menyerap seni budaya lokal (ajaran Hindu-Budha) yang dipadukan dengan ajaran Islam seperti tradisi nyadran. Mereka memasukan nilai-nilai agama Islam ke dalam budaya. Sehingga kedua unsur membentuk sebuah keserasian.

Ketiga, sounding tradisi ke anak usia dini. Tradisi nyadran hadir tidak hanya untuk kalangan dewasa, melainkan bisa juga anak-anak mengikutinya. Menjadi kesempatan orang tua memberikan pemahaman mengenai tradisi nyadran agar anak mengenal budaya sekitarnya. Tidak hanya mengenalkan tradisi, tetapi juga sounding mengenai silaturahmi.

Keempat, menjaga kerukunan umat. Tidak hanya mendoakan arwah, nyadran menjadi media dialog antar warga. Hal ini yang menjadi kebahagiaan banyak orang karena bisa saling menyapa, menanyakan kabar, atau tidak jarang mengingat masa ketika mereka masih anak-anak.

Kelima, bukti mencintai alam. Selain memupuk welas asih sesama manusia, melalui bersih-bersih makam juga memberikan gambaran welas asih manusia kepada alam.

Banyak manfaat tradisi nyadran merupakan buah keberhasilan penggerak dalam melestarikan tradisi di tengah modernisasi. Semua merasakan syukur dan gembira berkat tradisi nyadran. Kalau di tempat kalian ada nyadran, jangan lupa ikut meramaikan, ya! []

 

 

 

Tags: adatBudayakeberagamanLokalNusantaraTradisi Nyadran
Khoiriyasih

Khoiriyasih

Alumni Akademi Mubadalah Muda tahun 2023. Suka membaca dan menulis.

Terkait Posts

Bekerja

Jangan Malu Bekerja

5 Juli 2025
Bekerja dalam islam

Islam Memuliakan Orang yang Bekerja

5 Juli 2025
Kholidin

Kholidin, Disabilitas, dan Emas : Satu Tangan Seribu Panah

5 Juli 2025
Sekolah Tumbuh

Belajar Inklusi dari Sekolah Tumbuh: Semua Anak Berhak Untuk Tumbuh

4 Juli 2025
Oligarki

Islam Melawan Oligarki: Pelajaran dari Dakwah Nabi

4 Juli 2025
Islam Harus

Mengapa Islam Harus Membela Kaum Lemah?

3 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Gerakan KUPI

    Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kisah Jun-hee dalam Serial Squid Game dan Realitas Perempuan dalam Relasi yang Tidak Setara

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ISIF akan Gelar Halaqoh Nasional, Bongkar Ulang Sejarah Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Islam Memuliakan Orang yang Bekerja

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kholidin, Disabilitas, dan Emas : Satu Tangan Seribu Panah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menemukan Wajah Sejati Islam di Tengah Ancaman Intoleransi dan Diskriminasi
  • Jangan Malu Bekerja
  • Yang Benar-benar Seram Itu Bukan Hidup Tanpa Nikah, Tapi Hidup Tanpa Diri Sendiri
  • Islam Memuliakan Orang yang Bekerja
  • Kholidin, Disabilitas, dan Emas : Satu Tangan Seribu Panah

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID