Senin, 15 September 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Pengaburan Femisida

    Di Balik Topeng Penyesalan: Narasi Tunggal Pelaku dan Pengaburan Femisida

    Bincang Syariah Goes to Campus

    Kemenag Gelar Blissful Mawlid “Bincang Syariah Goes to Campus” Ajak Generasi Muda Rawat Bumi

    Ulama Perempuan KUPI

    Doa, Seruan Moral, dan Harapan Ulama Perempuan KUPI untuk Indonesia

    Ulama Perempuan KUPI yang

    Nyai Badriyah Fayumi: Maklumat Ulama Perempuan KUPI untuk Menyelamatkan Indonesia

    Ekoteologi

    Forum Rektor Bersama Gusdurian Dorong Ekoteologi Kampus

    Tuntutan 17+8

    Kamala Chandrakirana: Demokrasi Indonesia Hadapi “Krisis dalam Krisis”

    Keselamatan Bangsa

    Jaringan KUPI Akan Gelar Doa Bersama dan Maklumat Ulama Perempuan Indonesia

    Deligitimasi Otoritas

    Agama, Rakyat, dan Proses Delegitimasi Otoritas

    Nyai Badriyah

    Nyai Badriyah Fayumi: Gus Dur Selalu Letakkan Kemanusiaan di Atas Politik

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Nilai Asih-asuh

    Integrasi Nilai Asih-asuh dalam Tafsir Al-Qur’an: Sebuah Telaah Tematik

    Akurasi data

    Akurasi Data Masih Jadi Problematika, Kapan Inkusivitas akan Mengada?

    Terjebak dalam Kehidupan

    Mengapa Kita Sering Terjebak dalam Kehidupan?

    Pengguna Kursi Roda

    Salatnya Pengguna Kursi Roda itu Bukan Ruhsah, tapi Azimah

    Korban Femisida

    Stop Bullying Korban Femisida!

    Bincang Syariah Goes to Campus

    Kemenag Gelar Blissful Mawlid “Bincang Syariah Goes to Campus” Ajak Generasi Muda Rawat Bumi

    Negara, Kekuasaan

    Negara, Kekuasaan, dan Problematika Kemanusiaan

    Keadilan iklim

    Suara Disabilitas Untuk Keadilan Iklim 

    Gus Dur dengan Rakyat Papua

    Melihat Matahari Terbit di Timur Indonesia: Dialog Gus Dur dengan Rakyat Papua

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Malaysia

    SIS Forum Peringatkan: RUU Mufti 2024 Bisa Menyeret Malaysia ke Arah Otoritarianisme

    Pasca Perceraian

    SIS Forum Mari Perjuangkan Hak Finansial Perempuan Malaysia Pasca Perceraian  

    Anak

    Jangan Didik Anak dengan Cara Kekerasan

    Ojol

    Aksi Solidaritas Beli Makanan untuk Ojol di Indonesia dari SIS Forum Malaysia

    Abul ‘Ash

    Abul ‘Ash bin Ar-Rabi’: Menantu Nabi yang Tetap Menjaga Pernikahan Meski Beda Keyakinan

    Makkah

    Ketika Nabi Muhammad Saw Pulang ke Makkah

    Saling Menyayangi

    Menyayangi Semua Orang

    Mencaci Maki

    Nabi Saw Tak Pernah Mencaci Maki Orang

    Kemanusiaan Muhammad

    Kemanusiaan Nabi Muhammad Saw

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Pengaburan Femisida

    Di Balik Topeng Penyesalan: Narasi Tunggal Pelaku dan Pengaburan Femisida

    Bincang Syariah Goes to Campus

    Kemenag Gelar Blissful Mawlid “Bincang Syariah Goes to Campus” Ajak Generasi Muda Rawat Bumi

    Ulama Perempuan KUPI

    Doa, Seruan Moral, dan Harapan Ulama Perempuan KUPI untuk Indonesia

    Ulama Perempuan KUPI yang

    Nyai Badriyah Fayumi: Maklumat Ulama Perempuan KUPI untuk Menyelamatkan Indonesia

    Ekoteologi

    Forum Rektor Bersama Gusdurian Dorong Ekoteologi Kampus

    Tuntutan 17+8

    Kamala Chandrakirana: Demokrasi Indonesia Hadapi “Krisis dalam Krisis”

    Keselamatan Bangsa

    Jaringan KUPI Akan Gelar Doa Bersama dan Maklumat Ulama Perempuan Indonesia

    Deligitimasi Otoritas

    Agama, Rakyat, dan Proses Delegitimasi Otoritas

    Nyai Badriyah

    Nyai Badriyah Fayumi: Gus Dur Selalu Letakkan Kemanusiaan di Atas Politik

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Nilai Asih-asuh

    Integrasi Nilai Asih-asuh dalam Tafsir Al-Qur’an: Sebuah Telaah Tematik

    Akurasi data

    Akurasi Data Masih Jadi Problematika, Kapan Inkusivitas akan Mengada?

    Terjebak dalam Kehidupan

    Mengapa Kita Sering Terjebak dalam Kehidupan?

    Pengguna Kursi Roda

    Salatnya Pengguna Kursi Roda itu Bukan Ruhsah, tapi Azimah

    Korban Femisida

    Stop Bullying Korban Femisida!

    Bincang Syariah Goes to Campus

    Kemenag Gelar Blissful Mawlid “Bincang Syariah Goes to Campus” Ajak Generasi Muda Rawat Bumi

    Negara, Kekuasaan

    Negara, Kekuasaan, dan Problematika Kemanusiaan

    Keadilan iklim

    Suara Disabilitas Untuk Keadilan Iklim 

    Gus Dur dengan Rakyat Papua

    Melihat Matahari Terbit di Timur Indonesia: Dialog Gus Dur dengan Rakyat Papua

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Malaysia

    SIS Forum Peringatkan: RUU Mufti 2024 Bisa Menyeret Malaysia ke Arah Otoritarianisme

    Pasca Perceraian

    SIS Forum Mari Perjuangkan Hak Finansial Perempuan Malaysia Pasca Perceraian  

    Anak

    Jangan Didik Anak dengan Cara Kekerasan

    Ojol

    Aksi Solidaritas Beli Makanan untuk Ojol di Indonesia dari SIS Forum Malaysia

    Abul ‘Ash

    Abul ‘Ash bin Ar-Rabi’: Menantu Nabi yang Tetap Menjaga Pernikahan Meski Beda Keyakinan

    Makkah

    Ketika Nabi Muhammad Saw Pulang ke Makkah

    Saling Menyayangi

    Menyayangi Semua Orang

    Mencaci Maki

    Nabi Saw Tak Pernah Mencaci Maki Orang

    Kemanusiaan Muhammad

    Kemanusiaan Nabi Muhammad Saw

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Tragedi Kanjuruhan, Kilometer 50, dan Brigadir J: Buruknya Strategi Penyelesaian Masalah

Sebagai institusi yang sangat maskulin, perubahan sudut pandang cara kerja kepolisian dapat menjadi salah satu saran. Empati serta edukasi dapat menjadi kunci untuk masalah ini

Retno Daru Dewi G. S. Putri Retno Daru Dewi G. S. Putri
11 November 2022
in Publik
0
Tragedi Kanjuruhan

Tragedi Kanjuruhan

395
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Hingga saat ini masih saja lini masa saya ramai akan berita penanganan kerumunan yang berkaitan dengan Tragedi Kanjuruhan yang memilukan. Berbagai acara musik yang dianggap tidak terkendali segera pihak kepolisian hentikan karena trauma penanganan massa yang tidak sempurna.

Berada di posisi yang serba salah, Kepolisian Negara Republik Indonesia sudah kadung memiliki citra yang dipandang sebelah mata namun tetap harus menjalankan tugas dalam memastikan kerumunan tidak bersifat mematikan.

Bagaimana masyarakat tidak meremahkan, gas air mata yang aparat kepolisian tembakkan menjadi alat pembunuh 135 orang pada 1 Oktober yang lalu.  Tindakan yang katanya sudah sesuai prosedur tersebut menambah kebobrokan citra kepolisian yang seolah-olah tidak ada habisnya. Pasalnya pada tahun ini keburukan polisi turut terkuak melalui film dokumenter Kilometer 50 oleh Tempo pada 15 September yang lalu.

Film tersebut mengungkap penembakan sepihak yang pihak kepolisian lakukan terhadap anggota Laskar Front Pembela Islam (FPI) di tahun 2020. Sebanyak 6 orang anggota FPI meninggal di kilometer ke-50 ruas jalan tol Jakarta – Cikampek. Dan tentunya rakyat Indonesia tidak akan melupakan kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, atau Brigadir J oleh atasannya, mantan Inspektur Jenderal Ferdy Sambo, pada bulan Juli 2022.

Menurut Amnesty International, lethal force atau kekerasan yang mematikan seharusnya menjadi senjata terakhir yang pihak kepolisian gunakan. Namun, dari tiga contoh kasus di atas, nampaknya tidak demikian penerapannya di Indonesia.

Kekerasan sebagai Penyelesaian Masalah bagi Polisi

Desember 2021 saya ngobrol dengan seorang teman yang berkantor di tengah kota Jakarta. Hari itu bertepatan dengan Reuni 212 yang asal muasalnya adalah aksi bela agama oleh FPI. Teman saya kemudian ingat cerita rekan kerjanya yang pernah terjebak di tengah kemacetan akibat demonstrasi 212 besar-besaran tahun 2018 silam. Pasalnya rekannya tersebut sedang mengantarkan jenazah ayahnya untuk dikuburkan. Walau sesama Islam, rekan kerja teman saya merasa sangat dirugikan.

Sebanyak lebih dari 700 orang Laskar FPI juga pernah melumpuhkan bandara Soekarno-Hatta di masa pandemi COVID-19. Tidak hanya menyebabkan kemacetan, mereka juga berkerumun dan sebagian tidak mengenakan masker ketika menyambut imam besar mereka, Habib Rizieq, pulang ke Indonesia November 2020 yang lalu.

Memang tingkah laku FPI tidak selalu menyenangkan. Namun apakah pendisiplinan harus dilakukan dengan kekerasan hingga pembunuhan? Pada film Kilometer 50, Usman Hamid, selaku Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia menyampaikan adanya kejanggalan dalam penembakan yang terjadi.

Mulai dari kronologi yang ditutup-tutupi hingga pensterilan tempat kejadian perkara (TKP) yang tidak dilakukan sesuai prosedur. Pada konferensi pers pihak kepolisian menunjukkan barang bukti senjata api milik FPI. Namun saksi lain menyatakan bahwa dia tidak melihat adanya senjata api milik FPI sama sekali di TKP. Hal ini tentu menimbulkan kecurigaan terhadap cara kepolisian dalam menyikapi organisasi masyarakat yang dianggap mengganggu ketentraman.

Penggunaan Kekerasan

Penggunaan kekerasan tidak dilakukan kepada masyarakat sipil saja. Pembunuhan Brigadir J oleh Ferdy Sambo menjadi bukti bahwa kekerasan juga terjadi di dalam tubuh kepolisian sendiri. Brigadir J tewas dengan 7 luka tembakan di tubuhnya.

Motif pembunuhan mereka isukan mulai dari pelecehan seksual terhadap Putri Chandrawati, istri Sambo, hingga perselingkuhan yang pasangan suami istri tersebut lakukan. Konflik yang seharusnya dapat mereka pecahkan menggunakan perangkat hukum dan undang-undang malah mereka selesaikan dengan jalan kekerasan.

Kini perhelatan sepak bola menjadi korban kebrutalan polisi berikutnya. Pada tragedi Kanjuruhan, alasan pihak kepolisian yang mengecewakan masyarakat adalah prosedur penembakan gas air mata yang katanya wajar mereka lakukan. Akan tetapi, kurangnya perhitungan membuat ratusan orang, termasuk 35 orang anak-anak menjadi korban.

Dalam satu tahun saja, sudah ada tiga bukti bobroknya institusi kepolisian di negara ini. Layakkah mereka berdiam diri?

Empati dan Edukasi sebagai Solusi

Sebagai institusi yang sangat maskulin, perubahan sudut pandang cara kerja kepolisian dapat menjadi salah satu saran. Empati serta edukasi dapat menjadi kunci untuk masalah ini.

Misalnya FPI, jika kita telusuri ternyata ada unsur kekecewaan politik yang membuat mereka secara radikal membela diri. Selama Orde Baru presiden Soeharto membatasi segala ekspresi keagamaan di kegiatan bermasyarakat termasuk FPI.

Selain dibatasi ekspresi dan kegiatannya, cikal bakal perlawanan FPI adalah pelanggaran HAM yang dilakukan oleh rezim Orde Baru. Sehingga ketika Soeharto lengser, era Reformasi menjadi kesempatan bagi mereka untuk muncul dan menjadi organisasi masyarakat yang mandiri.

Namun seiring berjalannya waktu, kegiatan FPI ternyata merambah ke urusan-urusan yang lain. Salah satunya adalah menjadi ‘polisi moral’ yang hobi sweeping tempat-tempat hiburan malam. Bahkan tak jarang patroli mereka tersebut dibarengi dengan tindakan perusakan. Maka premanisme ikut menjadi citra FPI hingga dibubarkannya mereka pada Desember 2020 yang lalu. Lantas apakah penembakan terhadap mereka layak dibenarkan?

Memang mengambil keputusan secara politis tidak selalu menjadi ranah polisi. Sehingga salah satu strategi pihak kepolisian yang dapat mereka lakukan adalah memahami sejarah dan latar belakang organisasi masyarakat seperti FPI. Selain koordinasi setiap kegiatan di muka publik, edukasi dan terciptanya dialog seharusnya dapat menjadi ide selanjutnya.

Imam besar dan pejabat-pejabat FPI lainnya paling paham agenda politik apa yang mereka lakukan. Namun para jamaah dan pengikutlah yang butuh dialog dan diskusi mengenai Islam yang moderat dan tidak merugikan orang lain. Esensi dari FPI yang melawan penindasan dari penguasa yang tidak adil harus mereka kembalikan.

Pun tidak dapat terwujud, membuntuti serta menembaki Laskar FPI ketika akan menghadiri pernikahan anak dari imam besar mereka tentu tidak tepat. Empati terhadap isu keluarga oleh polisi tidak terlihat di sini.

Dekonstruksi Sudut Pandang

Begitu pula dengan kasus pembunuhan Brigadir J. Jika memang ada isu perselingkuhan, apakah 7 peluru yang bersarang di tubuh korban bisa menyelesaikan masalah? Lalu jika benar ada kasus kekerasan seksual, mengapa tidak langsung menggunakan UU TPKS sebagai alat hukum terduga pelaku? Apabila alasannya adalah aib dan malu, maka isu sensitif gender seperti kekerasan seksual masih menjadi PR bagi kepolisian di negara ini.

Perihal penanganan pertandingan sepak bola, seorang sahabat bercerita bahwa pertandingan yang ia hadiri pada 2011 silam juga polisi disiplinkan menggunakan gas air mata. Padahal para penonton tidak melakukan kekerasan dan vandalisme apapun. Mereka hanya mengekspresikan rasa senang dengan wajar, semangat, dan lantang.

Pemahaman akan pack mentality dari penonton sepak bola harus kita pelajari dengan baik oleh pihak kepolisian. Euphoria yang seringkali terlihat berbahaya mungkin bisa kita siasati dengan gertakan serta pemisahan yang membuat potensi keroyokan berkurang, tata ruang stadion yang membatasi pergerakan penonton, dan penyelenggara yang memperbanyak tim pengamanan.

Maka pihak kepolisian tidak perlu memfasilitasi rasa takut mereka sendiri akan jumlah yang kalah banyak dari penonton. Sehingga gas air mata dalam tragedi Kanjuruhan tidak lagi menjadi solusi.

Konsultasi dan sensitivity training yang memakan waktu panjang memang tidak mungkin kita lakukan dalam waktu yang singkat dan padat. Dekonstruksi sudut pandang kepolisian yang patriarki juga sangat kita butuhkan. Tanpa adanya usaha untuk memahami masyarakat secara menyeluruh, maka adaptasi slogan “Mengayomi dan Melayani” yang mereka adaptasi dari UUD 1945 Pasal 30 ayat 4 nampaknya harus kita revisi. []

 

Tags: edukasiempatihukumIndonesiakemanusiaanKilometer 50politikTragedi Kanjuruhan
Retno Daru Dewi G. S. Putri

Retno Daru Dewi G. S. Putri

Daru adalah staf redaksi Jurnal Perempuan dan seorang pengajar bahasa Inggris di Lembaga Bahasa Internasional, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia. Anggota Puan Menulis ini memiliki minat seputar topik gender, filsafat, linguistik, dan sastra.

Terkait Posts

Pengaburan Femisida
Aktual

Di Balik Topeng Penyesalan: Narasi Tunggal Pelaku dan Pengaburan Femisida

15 September 2025
Ojol
Pernak-pernik

Aksi Solidaritas Beli Makanan untuk Ojol di Indonesia dari SIS Forum Malaysia

13 September 2025
Negara, Kekuasaan
Publik

Negara, Kekuasaan, dan Problematika Kemanusiaan

12 September 2025
Bangladesh
Publik

Bangladesh sebagai Cermin Gejolak Politik Indonesia

12 September 2025
Sri Mulyani
Publik

Reshuffle Sri Mulyani: Krisis Kepercayaan dan Keadilan Fiskal

10 September 2025
Reshuffle Kabinet
Uncategorized

Reshuffle Kabinet, Ketika Kesempatan Perempuan Kian Menyempit di Lingkar Kekuasaan

9 September 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Film Girl in The Basement

    Kekerasan dalam Film Girl in The Basement

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Akurasi Data Masih Jadi Problematika, Kapan Inkusivitas akan Mengada?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Jangan Didik Anak dengan Cara Kekerasan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • SIS Forum Mari Perjuangkan Hak Finansial Perempuan Malaysia Pasca Perceraian  

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Di Balik Topeng Penyesalan: Narasi Tunggal Pelaku dan Pengaburan Femisida

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Integrasi Nilai Asih-asuh dalam Tafsir Al-Qur’an: Sebuah Telaah Tematik
  • SIS Forum Peringatkan: RUU Mufti 2024 Bisa Menyeret Malaysia ke Arah Otoritarianisme
  • Di Balik Topeng Penyesalan: Narasi Tunggal Pelaku dan Pengaburan Femisida
  • SIS Forum Mari Perjuangkan Hak Finansial Perempuan Malaysia Pasca Perceraian  
  • Jangan Didik Anak dengan Cara Kekerasan

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID