Mubadalah.id – Imam Syatibi dalam kitabnya menjelaskan tentang Maqasid al-syari’ah, setidaknya ada lima hal yang harus dilindungi yaitu hifdzu al-din (menjaga agama), Hifdzu al-Mal (menjaga harta), hifdzu al-nafs wa al-‘ird (menjaga jiwa dan kehormatan individu), hifdzu al-‘aql (menjaga kebebasan berpikir) dan hifdzu al-Nasl (menjaga keturunan), termasuk di dalamnya melindungi perempuan dari kekerasan.
Konsep ini memang umum dan tidak secara spesifik untuk laki-laki dan perempuan. Namun dari keumumannya itu justru kelompok perempuan ikut masuk di dalam kategori kelompok yang mendapatkan perlindungan dan kebebasan. Begitu juga dengan Islam yang memberi pandangan kepada manusia bahwa hukumnya wajib melindungi hak setiap manusia tanpa terkecuali. Hak-hak tersebut juga terangkum dalam tujuan syariat, termasuk melindungi perempuan dari kekerasan.
(baca: https://mubaadalahnews.com/2016/12/sikap-anda-pada-perempuan-tentukan-kualitas-iman-dan-taqwa/ )
Di mulai dari pengertian hifdzu al-din (menjaga agama). Islam memandang bahwa manusia wajib menjaga agamanya dan tidak diperintahkan untuk mengganggu agama orang lain. Di sini termasuk menghargai kebebasan dan kemerdekaan dalam memeluk agama. Islam juga melarang umatnya memaksa orang lain dalam memeluk agama. Konteks saat ini ketika ada kelompok lain melakukan pemaksaan, pelarangan beribadah hingga melakukan kekerasan maka yang paling mengalami dampaknya adalah perempuan. Untuk itu menjaga agama berarti menjaga perempuan dari dampak kekerasan.
Kedua, Hifdzu al-Mal (menjaga harta). Islam menjelaskan bahwa menjaga harta benda juga termasuk hak yang mendasar yang harus dilindungi. Tidak boleh orang lain mengganggu harta benda yang telah dimiliki individu apalagi merusaknya. Manusia mempunyai hak penuh atas kepemilikan. Jika ada orang lain yang mengganggu atau merusak berarti melanggar tujuan syariat Islam. Ketika aset rusak maka yang paling terkena dampak adalah perempuan. Sebagai contoh, di sebuah rusun tingkat tiga di Surabaya saat pompa air rusak maka yang mengambil air dari bawah ke atas kebanyakan perempuan. Untuk itu menjaga harta juga berarti menjaga perempuan dari dampak kerusakan.
(baca: https://mubaadalahnews.com/2016/12/hubungan-suami-istri-bukan-hubungan-majikan-budak/ )
Ketiga, hifdzu al-nafs wa al-‘ird (menjaga jiwa dan kehormatan individu). Menjaga jiwa dan kehormatan juga merupakan tujuan pokok syariat. Syariat Islam tidak membenarkan orang lain mengganggu jiwa seseorang apalagi melakukan kekerasan fisik karena hal itu merupakan pelanggaran hak dan menghambat tujuan syariat itu sendiri. Jika ini dijalankan dan saling menjaga maka tidak ada lagi kekerasan terhadap perempuan seperti yang saat ini marak terjadi. Setiap tahun kekerasan terhadap perempuan meningkat.
Keempat, hifdzu al-‘aql (menjaga kebebasan berpikir). Setiap orang mempunyai hak untuk berpendapat dan menyatakan pendapatnya dalam batas-batas yang ditentukan hukum. Dalam konteks ini perempuan juga mempunyai posisi yang sama dalam mengekspresikan pendapatnya. Jadi tidak dibedakan wilayah domestik dan publik.
Kelima, hifdzu al-Nasl (menjaga keturunan). Artinya adalah menjaga generasi penerus, termasuk dalam konteks biologis adalah menjaga kesehatan reproduksi. Ini bukan hanya tanggung jawab perempuan namun juga laki-laki.