Mubadalah.id – Sejak awal abad 20 hingga sekarang, di berbagai belahan dunia Muslim banyak ulama perempuan kembali tampil ke panggung sejarah.
Pengetahuan mereka dalam bidang agama (Islam) sangat mendalam dan luas. Beberapa di antaranya adalah Huda Sya’rawi, Batsinah, Nabawiyah Musa, Aisyah binti Syathi, Zainab al-Ghazali, dan Aminah Wadud.
Salah seorang ulama perempuan abad 20 tersebut, Nabawiyah Musa, menuntut dibukanya akses pendidikan bagi kaum perempuan negerinya (Mesir). Dalam sebuah ceramahnya dia mengatakan:
“Aku ingin kaum perempuan Mesir bisa hidup dengan baik. Mereka mengapresiasi ilmu pengetahuan dan bekerja keras tanpa henti, sampai tiba masanya aku dapat melihat lahirnya ratusan tokoh perempuan dalam negeri tercinta ini”.
Tak kalah menariknya adalah Nazhirah Zainuddin (1908-1976), salah seorang ulama perempuan Mesir yang cerdas dan gagah. Nazhirah menguasai pengetahuan dari sumber-sumber keislaman klasik dengan sangat baik.
Beliau amat sadar bahwa perempuan muslim selama berabad-abad tidak memiliki ruang untuk menjadi cerdas, apalagi menjadi ulama. Dengan lantang, dalam karyanya yang diberi nama Sufur wa al-Hijab, Nazhirah mengkritik keras pandangan ulama pada masanya terutama para ulama besar al-Azhar tentang Hijab, Jilbab, dan isu-isu perempuan lain yang masih ditafsirkan secara konservatif.
Nazhirah acap mengajak debat para ulama laki-laki sambil mengajukan atgumen-argumen dengan referensi-referensi otoritatif Islam: al-Qur’an dan hadis Nabi saw dan mengemukakan studi komparasi terhadap kitab-kitab tafsir klasik seperti tafsir Baidhawi, Khazin, Nasafi, Thabari, dan kitab-kitab fikih klasik lainnya.
Ulama perempuan kelahiran Aleppo ini banyak mengutip sekaligus menganalisis pikiran-pikiran para tokoh dan cendikiawan besar Islam klasik. Antara lain Muhyiddin ibnu Arabi, sang guru terbesar mistisisme Islam.
Kemampuannya dalam memahami kitab-kitab klasik tidak kita ragukan lagi.
Nazhirah mengajak para ulama untuk melakukan reinterpretasi dan rekonstruksi wacana keagamaan berdasarkan fakta-fakta perkembangan dan perubahan sosial, budaya, dan politik yang tidak bisa kita lawan.*
*Sumber: tulisan KH. Husein Muhammad dalam buku Ijtihad Kyai Husein, Upaya Membangun Keadilan Gender.