Mubadalah.id – Pembatalan pemberangkatan ibadah haji Indonesia pada tahun 2020 ini tentunya membuat sedih banyak pihak, terlebih kepada jamaah yang sudah dijadwalkan dapat menunaikan ibadah mulia tersebut. Kenyataan ini sudah seharusnya dapat diterima, sebagaimana disampaikan oleh Prof. Oman Faturahman, Guru Besar Filologi FAH UIN Jakarta sekaligus staf ahli Kementrian Agama, pada Republika.co.id bahwa pembatalan keberangkatan jamaah haji tahun ini mungkin akan dicatat sejarah sebagai hal menyedihkan, namun potret sejarah bisa saja lebih kelam ketika jamaah tetap diberangkatkan tetapi menimbulkan banyak korban.
Pernyataan tersebut disampaikannya didasarkan pada historis yang ada. Dalam sejarah tercatat, pelaksanaan ibadah haji di masa wabah menyerang berubah menjadi kuburan masal. Seperti pada pelaksanaan haji tahun 749 H yang menyebabkan jamaah haji bergelimpangan, kolera abad 1865 M menjadikan rute perjalanan haji sebagai kluster penyebaran wabah, juga pada tahun 2009, WHO mencatat korban sebanyak 17.000 jamaah haji yang menjadi korban flu A H1N1.
Terlebih haji merupakan ibadah masal dan komunal, sehingga sangat tidak memungkinkan bagi jamaah untuk melakukan jaga jarak fisik. Dari segi waktupun sangat mustahil bagi pemerintah untuk mempersiapkan segala sesuatunya, karena adanya masa karantina pada tahap persiapan dan setibanya di tempat suci.
Melihat pro kontra di awal disebarluaskannya hal ini oleh Menteri Agama, tampaknya saat ini masyarakat Indonesia sudah dapat menerima dan merelakan keputusan yang ditujukan untuk kemaslahatan bersama tersebut. Toh, sehat dan terjaminnya kesehatan selama haji termasuk dalam syarat haji, jika hal ini tidak dapat dipenuhi maka gugurlah kewajiban haji. Eits, jangan bermuram durja dulu, ternyata banyak amalan masyhur yang memiliki pahala sama dengan haji. Dan ini dapat dilakukan oleh siapa saja dan dalam kondisi apa saja, dengan kata lain tidak memiliki batas waktu dan tempat.
Apa saja amalan tersebut? Tentunya amalan-amalan ini merupakan amalan yang telah diketahui dan masyhur di kalangan umat Muslim Indonesia. Seperti yang ditulis oleh Dr. Ahmad Kusyairi Suhail, Lc, MA, dosen FDI UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus Sekjen Ikatan Dai Indonesia, pada laman detiknews, di antara amalan-amalan berpahala haji ialah; Melaksanakan salat fardu berjamaah di masjid. (HR. Thabrani), Berbuat baik kepada kedua orang tua. (HR. Thabrani), Menghadiri majlis ilmu di masjid. (HR. Thabrani), Melaksanakan umroh di bulan Ramadan.(HR. Bukhori), Salat Israq (ketika Matahari terbit). (HR. Tirmidzi), Zikir setiap selesai salat. (HR. Muslim), Bertekad/berniat/berazam untuk haji. (HR. Muslim), dan terakhir membantu orang yang menunaikan ibadah haji.
Jika melihat kepada amalan-amalan yang tertera di atas, maka dapat dikategorikan menjadi dua perkara, yakni amalan yang bersifat vertikal, dan amalan yang bersifat horizontal. Amalan yang bersifat vertikal adalah amalan yang berkaitan dengan relasi makhluk kepada Khaliqnya, sedangkan amalan yang bersifat horizontal adalah amalan yang berkenaan dengan relasi makhluk dengan sesamanya, juga yang terdiri dari gabungan keduanya.
Adanya amalan-amalan yang memiliki pahala sama dengan haji ini memberikan isyarah pada umat Muslim, untuk senantiasa memperhatikan substansi-substansi penting yang terdapat dalam amalan tersebut. Bagaimana kita memberikan prioritas kepada solat sunah dan fardu, upgrading diri dalam mencari ilmu, berbuat baik kepada orang yang paling banyak kita repotkan selama hidup (orang tua), juga tentunya dalam keterlibatan-Nya di segala gerak-gerik jasad dan ruh yang kita miliki.
Pertama, perhatian kepada salat dan mencari ilmu adalah peringatan, sejauh mana ilmu syariah kita telah mumpuni untuk dipelajari dan diamalkan. Tentunya banyak ayat dalam Alquran maupun Hadis yang menjelaskan tentang arti penting salat manfaatnya, salah satunya ialah QS. Al-Ankabut ayat 45 yang artinya:
“Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan munkar.” Muslim yang memperhatikan salat fardu dan sunnahnya disertai dengan ilmu tentu memiliki tingkat kedisiplinan yang tinggi. Karakter jiwa ini memberikan dampak pada pola fikir, pola tindak, dan pola ucap yang demikian pula. Sehingga maksud dari mencegah hal keji dan munkar tentunya dapat diwujudkan dengan baik.
Kedua, memberikan perhatian khusus atau beramal baik kepada kedua orang tua merupakan simbol dari kebahagian. Kebahagiaan hidup dapat tercipta dan dirasakan dari hal terkecil, yakni keluarga. Adanya kedua orang tua menunjukkan adanya suatu pernikahan, adanya suami, istri, dan anak. Bagaimana kita bisa beramal baik kepada suami, istri, anak, dan orang tua merupakan hal penting yang harus kita prioritaskan dalam hidup, tidak lain supaya kemaslahatan dan kasing sayang Tuhan dapat dirasakan oleh seluruh makhluknya, dan semuanya di mulai dari lini terkecil masyarakat, yakni keluarga. Ketika manusia mendapatkan ketenangan di dalam keluarga, dia juga akan memberikan ketenangan di luar keluarga. Dan ini adalah tugas bersama yang akan terus berlangsung selama hayat masih di kandung badan.
Ketiga, ilmu dan amal di atas tentunya tidak akan bermanfaat jika kita tidak melakukannya semata-mata karena-Nya. Oleh karena itu, segala hal yang dilakukan makhluk haruslah mengikuti aturan yang telah ditentukan olehnya dengan mempertimbangkan kondisi dan kemampuan yang ada.
Pada akhirnya, semua hal ini, yakni berhaji dan amalan berpahala haji memiliki kedudukan dan keistemewaan yang sama, sehingga tidak melulu menghebohkan diri untuk berangkat haji, sedangkan hal-hal penting ini masih dilalaikan. Perlu ditekankan di sini, amalan berpahala haji tentunya tidak perlu dibenturkan dan dibandingkan dengan kewajiban pelaksanaan haji bagi yang mampu, keduanya sama pentingnya dan hendaknya dilaksanakan sebagai bentuk peribadatan kepada Tuhan YME.
Adanya amalan ini pula memberikan peluang bagi umat Muslim yang tidak dapat melaksanakan ibadah haji disebabkan berbagai faktor, sehingga siapapun berhak mendapatkan kedudukan yang sama di ranah spiritualnya. Alangkah Maha Kasihnya Sang Kuasa, tidak membeda-bedakan dan memberi ruang yang sama untuk semua makhluk-Nya. Dengan demikian, kita semua akan senantiasa ditunggu kehadirannya sebagai tamu-tamu yang dinanti kedatangannya oleh-Nya di setiap tempat dan masa.
Ringkasnya, Yuk bersama-sama melakukan ibadah haji secara syariat atau setaranya. Tidak lupa untuk terus memperbaiki kualitas diri dengan ilmu, amal, dan peningkatan spiritual untuk mencapai hakikat berhaji yang sesungguhnya, yakni wusul kepada Allah swt. Selamat Hari Raya Idul Adha. Selamat membangun relasi yang baik kepada Tuhan dan sesama. []