• Login
  • Register
Sabtu, 4 Februari 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hukum Syariat

Menyoal Harta Gono-Gini Suami Istri

Badriyah Fayumi Badriyah Fayumi
29/07/2020
in Hukum Syariat
0
77
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Sudah menjadi tradisi keluarga di Indonesia selama berabad-abad, untuk memenuhi kebutuhan keluarga, suami-isteri bekerja sama atau berkerja bersama-sama. Perempuan dalam masyarakat agraris maupun industri di Indonesia memiliki peran, tanggung jawab dan kontribusi ekonomi yang signifikan.

Dalam budaya Indonesia anak perempuan seringkali menjadi “tumpuan harapan” orang tua yang sudah manula. Saudara perempuan juga menjadi tempat yang nyaman untuk “bernaung” keluarganya yang belum mapan. Bahkan banyak keluarga yang kepala keluarganya perempuan. Data BPS dalam Susenas tahun 2007 menyebutkan 13,6% persen dari keluarga di Indonesia kepala keluarganya perempuan.

Angka ini mencakup 6 juta keluarga dengan 30 juta anggota keluarga. Angka ini bertambah pada Susenas 2012. Terdapat 14,85% kepala rumah tangga perempuan atau setara dengan 8,91 juta keluarga. Ini bukan jumlah yang kecil. Tradisi dan fakta ini menunjukan bahwa dalam masyarakat Indonesia suami-isteri sama-sama menanggung beban ekonomi keluarga.

Akibat Kebersamaan

Sebagai akibat dari tanggungjawab dan kebersamaan tersebut, harta yang diperoleh selama perkawinan, selain harta bawaan, hibah dan warisan atau harta lain yang disepakati menjadi milik masing-masing, menjadi harta bersama atau harta gono-gini. Jika suatu saat terjadi perceraian hidup, maka harta itu dibagi dua antara suami-isteri. Jika terjadi kematian, harta setengahnya untuk pasangan yang hidup lebih lama. Setengah dari harta gono-gini yang menjadi milik si mayit menjadi harta warisan bersama dengan harta milik pribad si mayit, pasangan yang masih hidup berhak atas warisan tersebut selin harta gono-gini yang menjadi haknya.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Pada Masa Nabi Saw, Para Perempuan Ikut Aktif Terlibat Dalam Politik
  • Hari Kanker Sedunia: Pentingnya Deteksi Dini untuk Cegah Kanker
  • Kisah Saat Para Perempuan Menjadi Saksi Kelahiran Nabi Muhammad Saw
  • Lima Pilar Penyangga Dalam Kehidupan Rumah Tangga

Baca Juga:

Pada Masa Nabi Saw, Para Perempuan Ikut Aktif Terlibat Dalam Politik

Hari Kanker Sedunia: Pentingnya Deteksi Dini untuk Cegah Kanker

Kisah Saat Para Perempuan Menjadi Saksi Kelahiran Nabi Muhammad Saw

Lima Pilar Penyangga Dalam Kehidupan Rumah Tangga

Praktek ini sudah hidup selama berabad-abad, dan diterima secara luas karena ada keadilan di dalamnya dan terbukti membawa kemaslahatan. Atas dasar alasan itulah para ulama Indonesia dengan pertimbangan hukum dan kearifannya bersepakat bahwa harta bersama dalam perkawinan (harta gono-gini) secara resmi dijadikan norma hukum positif dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang berlaku sejak tahun 1991. Sejak itu saat itu pula Pengadilan Agama di Indonesia menggunakan KHI sebagai referensi hukum dalam menyelesaikan masalah harta gono-gini yang masuk di pengadilan.

Ketentuan mengenai harta gono-gini secara rinci diatur dalam Kompilasi Hukum Islam tentang Perkawinan pasal 85 s/d 97. Selain pembagian fifty-fifty sebagaimana disebutkan di atas dalam pasal-pasal tersebut juga dijelaskan bahwa adanya harta gono-gini tidak menutup kemungkinan adanya harta milik masing-masing, karena pada dasarnya perkawinan bukan penyebab terjadinya percampuran harta. Dengan kata lain suami-isteri bisa memiliki harta bersama dan sekaligus harta pribadi masing-masing sesuai kesepakatan.

Harta gono-gini dihitung sejak tanggal perkawinan dilangsungkan tanpa mempersoalkan siapa yang mencari dan atas nama siapa yang mendaftar. Dalam perkawinan poligami harta bersama terpisah antara suami dengan isteri pertama, suami dengan isteri kedua dan seterusnya dan dihitung mulai berlangsungnya akad perkawinan masing-masing. Salah satu pasangan berhak mengajukan sita marital atas harta gono-gini tanpa mengajukan gugat cerai jika pasangannya melakukan perbuatan yang merugikan dan membahayakan harta gono-gini. Demikian antara lain hal-hal yang diatur dalam KHI.

Wilayah Ijtihadi

Secara eksplisit aturan mengenai harta bersama dalam perkawinan tidak terdapat dalam al-qur’an, as-sunah maupun fiqh klasik. Oleh karena itu wajar jika ada orang yang mengatakan bahwa harta gono-gini atau harta bersama dalam perkawinan tidak ada ketentuan dalam syariat. Meskipun demikian tidak berarti bahwa hal yang tidak ada nash-nya dalam al-Qur’an dan as-Sunnah adalah tidak sesuai dengan syariat. Sebab, problem yang muncul seiring dengan perkembangan zaman tidak semuanya ada rinciannya dalam al-Qur’an. Justru di situlah wilayah ijtihad umat Islam.

Harta bersama dalam perkawinan memang merupakan wilayah ijtihadi. Keberadaannya sebagai sebuah hukum adat yang hidup dalam kesadaran masyarakat Indonesia dan terbukti membawa kemaslahatan selama berabad karena menegakkan asas keadilan, keseimbangan, persamaan hak dan kedudukan serta kewajiban suami-isteri dalam kehidupan rumah tangga. Fakta ini jika dicampakkan begitu begitu saja dengan alasan tidak ada nash-nya dalam al-Qur’an dan as-Sunnah, diperkirakan dapat merusak tatanan kesimbangan persamaan hak dan derajat suami-isteri, bahkan mendatangkan mudaharat dalam bentuk diskriminasi, ketidakadilan, dan disharmoni keluarga.

Kenyataan inilah yang menyebabkan masalah harta gono-gini ini diangkat dan dimasukkan dalam wilayah pemasukan hukum Islam. Cara atau metodologi perumusan hukum seperti ini dalam ushul fiqh dikenal dengan istilah istishlah dan ‘urf. Dalam kaedah fiqhiyah pengadaptasian hukum adat dan Islam sebagaimana yang terjadi dalam soal harta gono-gini ini sesuai dengan kaidah al-‘adah muhakkamah (adat yang tidak bertentangan dengan syariat bisa dijadikan hukum).

Yang penting untuk diperhatikan dalam kompromi antara hukum adat dan hukum Islam adalah hukum yang lahir dari kompromi tersebut harus berada dalam kerangka kemaslahatan atau mashlahah mursalah. Atas dasar metodologi istishlah, mashlahah mursalah dan ‘urf serta kaidah al-‘adah muhakkamah inilah, KHI melakukan pendekatan kompromistis dengan hukum adat. Tujuannya agar ketentuan hukum Islam lebih dekat dengan kesadaran hidup masyarakat.

Syirkah dan Ma’ruf

Adanya harta gono-gini merupakan konsekuensi logis dari proses yang dibangun dalam sebuah keluarga yang disangga secara bersama-sama oleh suami dan isteri. Ketika suami dan isteri berada dalam sebuah perkawinan, keduanya terikat dalam sebuah perkongsian atau syirkah dengan perannya masing-masing. Bisa jadi suami yang bekerja dan isteri yang memanejemen pengelolahan dan distribusinya, bisa jadi keduanya bekerja bersama-sama sehingga penghasilannya merupakan jerih payah berdua, dan bisa jadi masing-masing bekerja dan saling membahu dalam menghidupi keluarga.

Beragam model syarikat ini menunjukan bahwa isteri dan suami sama-sama berperan dalam pencarian mata pencaharian. Karena itulah ketika salah satu meninggal atau terjadi perceraian, sangat logis jika masing-masing memiliki hak atas harta tersebut masing-masing setengah dengan asumsi bahwa kontribusinya sama-sama penting.

Jika ekonomi sebuah keluarga sepenuhnya bertumpu pada isteri, misalnya, karena suaminya tidak mau bekerja, tidak memberi nafkah dan tidak mau mengerjakan urusan rumah tangga, maka harta gono-gini pun tidak layak dimiliki suami yang demikian, sebab harta gono-gini merupakan akibat dari kerjasama dalam sebuah perkongsian yang terjadi dalam perkawinan.

Ilustrasi di atas menunjukkan bahwa keberadaan dan pembagian harta gono-gini sebagaimana yang lazim berlaku memiliki landasan hukum dan logika yang dapat dibenarkan menurut syariat dan akal sehat. Hal ini sesuai dengan konsep ma’ruf dalam al-Quran, yaitu sebuah konsep penyelesaian masalah atau kasus yang didasarkan pada syariat, akal sehat dan asas kepatutan lokal. Ma’ruf itu sendiri merupakan cara penyelesaian masalah yang barangkali dikemukakan al-Qur’an dalam berbagai persoalan keluarga.

Berdasarkan argumen-argumen diatas institusi harta bersama dalam perkawinan atau harta gono-gini yang sudah menjadi hukum positif di Indonesia merupakan ijtihad yang tidak bertentangan dengan syari’ah, karena sesuai dengan prinsip kemashlahatan, keadilan, serta konsep ma’ruf dalam al-Qur’an. Dengan demikian institusi ini perlu dipertahankan sepanjang keadilan dan kemaslahatan masih melekat di dalamnya. Wallahu ‘Alam. []

*) Tulisan yang sama pernah dimuat di Majalah Noor

Badriyah Fayumi

Badriyah Fayumi

Ketua Alimat/Pengasuh Pondok Pesantren Mahasina Bekasi

Terkait Posts

Pernikahan tanpa Wali

Kritik Ibn Hazm aẓ-Ẓahiri Terhadap Ulama yang Membolehkan Pernikahan Tanpa Wali

3 Februari 2023
Hukum Aborsi

Fatwa KUPI (Bukan) Soal Hukum Aborsi

29 Desember 2022
Khitan Perempuan

OIAA-Cairo: Mengharamkan Khitan Perempuan Sesuai Syari’ah Islam

19 Desember 2022
Khitan Perempuan

Ulama Dunia Desak Hentikan Khitan Perempuan

13 Desember 2022
Hukum Perempuan Haid Membaca Al-Quran

Hukum Perempuan Haid Membaca Al-Quran Menurut Syekh As-Sya’rawi

2 Desember 2022
Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

9 November 2022
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Nabi Saw Menghormati Anak Perempuan

    Kisah Anak Perempuan yang Nabi Muhammad Saw Hormati

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gaya Hidup Minimalis Dimulai dari Meminimalisir Pakaian

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kisah Saat Perempuan Berbicara dan Berpendapat di Depan Nabi Saw

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 5 Penyebab Su’ul Khatimah yang Dilalaikan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kritik Ibn Hazm aẓ-Ẓahiri Terhadap Ulama yang Membolehkan Pernikahan Tanpa Wali

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Pada Masa Nabi Saw, Para Perempuan Ikut Aktif Terlibat Dalam Politik
  • Hari Kanker Sedunia: Pentingnya Deteksi Dini untuk Cegah Kanker
  • Kisah Saat Para Perempuan Menjadi Saksi Kelahiran Nabi Muhammad Saw
  • Lima Pilar Penyangga Dalam Kehidupan Rumah Tangga
  • Makna Hijab Menurut Para Ahli

Komentar Terbaru

  • Refleksi Menulis: Upaya Pembebasan Diri Menciptakan Keadilan pada Cara Paling Sederhana Meneladani Gus Dur: Menulis dan Menyukai Sepakbola
  • 5 Konsep Pemakaman Muslim Indonesia pada Cerita Singkat Kartini Kendeng dan Pelestarian Lingkungan
  • Ulama Perempuan dan Gerak Kesetaraan Antar-umat Beragama pada Relasi Mubadalah: Muslim dengan Umat Berbeda Agama Part I
  • Urgensi Pencegahan Ekstrimisme Budaya Momshaming - Mubadalah pada RAN PE dan Penanggulangan Ekstrimisme di Masa Pandemi
  • Antara Ungkapan Perancis La Femme Fatale dan Mubadalah - Mubadalah pada Dialog Filsafat: Al-Makmun dan Aristoteles
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist