• Login
  • Register
Rabu, 18 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Urgensi Pengesahan RUU PPRT di Hari Buruh

Pengesahan RUU PPRT bukan semata-mata tentang menambahkan satu undang-undang baru, melainkan tentang mengakui keberadaan PRT sebagai pekerja yang sah, yang berhak atas perlakuan yang adil dan manusiawi.

Fuji Ainnayah Fuji Ainnayah
02/05/2025
in Publik
0
Hari Buruh

Hari Buruh

1.2k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Setiap tanggal 1 Mei, masyarakat dunia memperingati Hari Buruh Internasional sebagai bentuk penghormatan terhadap perjuangan para pekerja.

Momentum ini digunakan untuk menyuarakan tuntutan akan kondisi kerja yang adil, upah layak, serta perlindungan hak-hak buruh. Namun, di tengah perbincangan besar mengenai buruh pabrik, pekerja formal, dan pegawai sektor industri, ada kelompok pekerja yang kerap luput dari perhatian yaitu para pekerja rumah tangga (PRT).

Pekerja rumah tangga (PRT) adalah bagian penting dari sistem sosial kita. Mereka menjaga rumah, merawat anak, memasak, membersihkan, dan mendukung keseharian keluarga-keluarga di kota-kota besar maupun daerah.

Sayangnya, meskipun pekerjaan mereka sangat vital, PRT masih belum mendapatkan perlindungan hukum yang memadai. Inilah yang menjadikan pengesahan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) menjadi kebutuhan yang sangat mendesak.

Seperti kita ketahui bersama, RUU PPRT bertujuan memberikan payung hukum bagi jutaan pekerja rumah tangga di Indonesia dengan mayoritas di antaranya adalah perempuan. Tanpa perlindungan hukum, banyak dari mereka bekerja dalam kondisi yang tidak manusiawi seperti tanpa kontrak kerja, upah yang sangat rendah, jam kerja panjang tanpa batas, serta tanpa jaminan sosial, cuti, maupun waktu istirahat.

Baca Juga:

Urgensi Fikih Haji Perempuan dalam Pandangan Nyai Badriyah Fayumi

Ibu, Aku, dan Putriku: Generasi Pekerja Rumah Tangga

Hari Buruh dan Luka Pekerja Rumah Tangga: Sampai Kapan RUU PPRT Dibiarkan Menggantung?

Refleksi May Day: Sudahkah Pemerintah Indonesia Berpihak Pada Buruh?

Kekerasan di Tempat Kerja

Kondisi rentan ini membuka ruang bagi terjadinya berbagai bentuk kekerasan di tempat kerja. Perempuan PRT sangat berisiko mengalami pelecehan verbal, kekerasan fisik, kekerasan seksual, hingga eksploitasi ekonomi. Posisi mereka yang lemah dan tidak terlindungi membuat banyak dari mereka tidak berani melawan atau melaporkan ketidakadilan yang mereka alami.

Salah satu kasus kekerasan yang mengerikan terjadi pada Juni 2022 di Cengkareng, Jakarta Barat. Seorang PRT perempuan berusia 19 tahun mengalami kekerasan seksual oleh majikannya sejak ia berusia 16 tahun. Ia diperkosa berulang kali, tidak menerima upah, dan diancam tidak diberi makan jika menolak berhubungan seksual. Ia juga mengalami kekerasan fisik.

Korban tidak hanya kehilangan masa remajanya, tapi juga dipaksa menjalani kehidupan yang penuh trauma. Ia hamil akibat perbuatan bejat majikannya, dan tetap tidak memiliki ruang aman untuk menyuarakan penderitaannya. Rumah yang seharusnya menjadi tempat bekerja dengan aman, justru berubah menjadi penjara penderitaan.

Kasus ini adalah potret dari betapa gentingnya situasi PRT di Indonesia. Tanpa perlindungan hukum, pelaku kekerasan bisa bertindak sewenang-wenang, sementara korban tidak tahu harus mencari keadilan ke mana. Banyak PRT yang akhirnya diam karena takut, atau karena tidak punya akses untuk melapor.

Bahkan masih banyak kasus serupa yang tak terangkat ke permukaan. Sebagian besar korban adalah perempuan muda, bahkan anak-anak, yang berasal dari desa dan tidak mengetahui hak-haknya. Mereka sering kali dijanjikan pekerjaan layak di kota, namun berakhir sebagai korban perdagangan manusia atau kekerasan berlapis.

Data JALA PRT

Data dari Jaringan Advokasi Nasional Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) menunjukkan bahwa dalam rentang 2021 hingga awal 2024, terdapat lebih dari 3.000 kasus kekerasan terhadap PRT yang tercatat. Jenis kekerasannya beragam: mulai dari fisik, psikis, seksual, hingga ekonomi. Dan bisa dibayangkan, berapa banyak kasus yang tidak pernah tercatat karena tidak dilaporkan.

Dari data tersebut menunjukan bahwa perempuan pekerja rumah tangga sangat rentan karena ketidakhadiran sistem perlindungan yang melindungi mereka. Rumah tempat mereka bekerja sering dianggap “ruang privat”, yang membuat pengawasan sangat minim.

Oleh sebab itu, hal inilah memperkuat urgensi untuk segera menghadirkan RUU PPRT sebagai perlindungan menyeluruh yang tidak bisa ditunda lagi.

RUU PPRT menawarkan berbagai solusi konkret yaitu memberikan kontrak kerja tertulis, batasan jam kerja yang manusiawi, hak atas upah layak, cuti tahunan, jaminan kesehatan dan ketenagakerjaan, serta mekanisme pengaduan dan sanksi hukum terhadap pemberi kerja yang melanggar.

Pengesahan RUU PPRT bukan semata-mata tentang menambahkan satu undang-undang baru, melainkan tentang mengakui keberadaan PRT sebagai pekerja yang sah, yang berhak atas perlakuan yang adil dan manusiawi. Ini juga bagian dari pengakuan negara terhadap kerja-kerja domestik yang selama ini dianggap tidak bernilai.

Maka dari itu, Hari Buruh harus menjadi titik tolak untuk memperluas makna keadilan bagi semua pekerja, termasuk mereka yang bekerja di rumah tangga. Ini bukan soal besar atau kecilnya ruang kerja, melainkan soal hak yang setara dan perlindungan yang adil untuk semua orang.

RUU PPRT Terkantung-kantung di Parlemen

Namun, sayangnya, hingga kini, RUU PPRT masih terkatung-katung di parlemen. Berbagai organisasi masyarakat sipil, aktivis buruh, dan lembaga negara seperti Komnas Perempuan sudah berkali-kali mendesak pengesahannya, akan tetapi belum juga menemui titik terang.

Meskipun demikian, kita semua, sebagai masyarakat, memiliki peran untuk mendorong perubahan ini. Mulai dari menghargai dan memperlakukan PRT di rumah secara manusiawi, memastikan mereka mendapat hak-hak dasarnya, hingga ikut serta dalam kampanye pengesahan RUU PPRT di berbagai platform.

Dengan begitu, momentum Hari Buruh adalah saat yang paling tepat untuk menegaskan bahwa semua pekerja, termasuk PRT, berhak mendapatkan keadilan. Tidak boleh ada lagi pekerja yang bekerja dalam ketakutan, tanpa perlindungan, dan tanpa masa depan yang jelas.

Mari kita suarakan bersama bahwa perlindungan PRT bukan sekadar tuntutan kaum buruh, tetapi bagian dari perjuangan kita untuk mewujudkan masyarakat yang adil, setara, dan beradab. Tidak ada kerja yang remeh, dan tidak ada pekerja yang boleh diperlakukan semena-mena.

Sekali lagi, dengan mendesak pengesahan RUU PPRT, artinya kita sedang memperjuangkan martabat dan hak dasar bagi jutaan buruh perempuan. []

 

Tags: hari buruhPengehasanRUU PPRTUrgensi
Fuji Ainnayah

Fuji Ainnayah

Saya adalah mahasantriwa Sarjana Ulama Perempuan Indonesia (SUPI) Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Cirebon.

Terkait Posts

Raja Ampat

Surga Raja Ampat dan Ancaman Pertambangan Nikel

18 Juni 2025
Dokumen Abu Dhabi

Dokumen Abu Dhabi: Warisan Mulia Paus Fransiskus dan Imam Besar Al-Tayyeb Bagi Dunia

17 Juni 2025
Ahmadiyah

Penyegelan Masjid Ahmadiyah di Banjar: Negara Masih Gagal Menjamin Kebebasan Beragama

17 Juni 2025
Raja Ampat

Tambang Nikel dan Masa Depan yang Terancam di Raja Ampat

17 Juni 2025
Raja Ampat yang

Melihat lebih Dekat Tradisi Sasi: Kearifan Lokal yang Melestarikan Laut Raja Ampat

16 Juni 2025
Tragedi Perkosaan Massal

Tragedi Perkosaan Massal Mei 1998 itu Nyata !!!

16 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Istri Marah

    Melihat Istri Marah, Benarkah Suami Cukup Berdiam dan Sabar agar Berpahala?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hiburan Walimah yang Meriah, Apakah Membawa Berkah?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tambang Nikel dan Masa Depan yang Terancam di Raja Ampat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Penyegelan Masjid Ahmadiyah di Banjar: Negara Masih Gagal Menjamin Kebebasan Beragama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dokumen Abu Dhabi: Warisan Mulia Paus Fransiskus dan Imam Besar Al-Tayyeb Bagi Dunia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Nabi Tak Pernah Membenarkan Pemukulan Terhadap Perempuan
  • Surga Raja Ampat dan Ancaman Pertambangan Nikel
  • Jangan Membedakan Perlakuan antara Anak Laki-laki dan Perempuan
  • Dokumen Abu Dhabi: Warisan Mulia Paus Fransiskus dan Imam Besar Al-Tayyeb Bagi Dunia
  • Penyegelan Masjid Ahmadiyah di Banjar: Negara Masih Gagal Menjamin Kebebasan Beragama

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID