• Login
  • Register
Selasa, 20 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Yang Pantas Dibela itu Korban, Bukan Predator Seks

Korban yang pantas mendapatkan dukungan dari lingkungan sekitar. Jangan sampai korban mengalami pemerkosaan kedua oleh masyarakat, berupa bully atau hinaan terhadap dirinya yang telah diperkosa

Moh. Rivaldi Abdul Moh. Rivaldi Abdul
08/12/2021
in Publik
0
Korban

Korban

316
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

“Diselesaikan dengan cara kekeluargaan saja.”

Mubadalah.id – Demikian yang dipikirkan oleh orang tua pelaku terhadap korban yang telah diperkosa oleh anaknya. Kelakuan bejat yang coba dilindungi keluarga. Teman saya menjelaskan bahwa pihak keluarga predator (pelaku) ingin menyelesaikan masalah dengan cara kekeluargaan.

Mendengar penuturan itu, saya refleks berkata: “Predator seks tidak layak dibela, dan kasus kekerasan seksual juga bukan persoalan yang dengan sederhana selesai secara kekeluargaan.”

Pikirkan, nasib korban pasca diperkosa. Seorang gadis belia yang direnggut tubuhnya dengan paksa oleh tiga orang laki-laki. Tubuhnya lebam, akibat terkaman para predator seks saat memangsanya. Selain itu, betapa besar luka psikologis yang membekas dalam jiwa korban. Dan, berbagai kerugian lain yang hanya korban yang paham betul bagaimana sakitnya. Lantas, dengan entengnya pihak pelaku pemerkosa berpikir kalau semua bakal selesai dengan kata “kekeluargaan”.

Tidak bisa dipungkiri bahwa ada-ada saja dalih yang dikeluarkan pihak tertentu untuk melindungi predator seks. Entah untuk melindungi pribadi pelaku atau dalih menjaga nama baik suatu lembaga, sering membuat keadilan terhadap korban kekerasan maupun pelecehan seksual diabaikan.

Pada kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh tiga orang laki-laki terhadap seorang gadis yang terjadi belum lama ini di desa saya, pihak keluarga pelaku mencoba melindungi anak mereka yang telah melakukan perbuatan bejat. Alasannya, memikirkan masa depan anak (yang adalah pelaku pemerkosa). Mereka ingin memikirkan masa depan anaknya, tapi lupa dengan masa depan korban yang terenggut.

Baca Juga:

Film Bhakshak: Bicara Eksploitasi Anak dan Keberanian Jurnalis

Kekerasan terhadap Perempuan, Mengapa Masih Marak Terjadi?

Menilik Femisida dan Solusi Pendekatan Perdamaian An’an Yuliati

Dehumanisasi Menebalkan Problem Kekerasan dalam Pendidikan

Ibu (perempuan) dari salah seorang pelaku ingin menikahkan putranya dengan korban, katanya agar masalah dapat diselesaikan secara kekeluargaan. Tak sampai di situ, pihak korban juga diimingi dengan sebidang tanah. Ah, dasar. Untung saja keluarga korban tidak menyetujuinya, dan tetap memproses perkara itu dengan cara hukum.

Menikahkan korban dengan pelaku pemerkosa bukan hal bijak. Kasus pemerkosaan sama sekali berbeda dengan hamil duluan yang mana laki-laki dituntut harus menikahi perempuan (kalimat ini bukan berarti saya membenarkan seks pasangan di luar nikah).

Kasus pemerkosaan jelas sangat berbeda. Menikahkan korban dengan pelaku sama saja memberikannya kepada predator seks. Apalagi pada kasus pemerkosaan yang dilakukan beramai-ramai, dan lantas memilih satu lelaki dari para pelaku untuk dinikahkan dengan korban. Ah, amat ngeri rasanya, jika seorang perempuan diserahkan kepada lelaki yang memperkosanya beramai-ramai.

Bagaimana jadinya ketika predator seks punya legalitas kuasa (lewat pernikahan) atas tubuh si korban?

Coba pikirkan, akan bagaimana nasib korban setelah menikah dengan predator seks yang memangsanya?

Pernikahan atas nama menyelesaikan perkara lewat kata “kekeluargaan” bukan solusi atas kasus pemerkosaan. Yang perlu dilakukan adalah memproses para pelaku lewat jalur hukum. Upaya-upaya membela predator seks tidak perlu dilakukan, sebab yang perlu dibela dan diberi perlindungan serta dukungan adalah korban bukan malah predator.

Korban yang pantas mendapatkan dukungan dari lingkungan sekitar. Jangan sampai korban mengalami pemerkosaan kedua oleh masyarakat, berupa bully atau hinaan terhadap dirinya yang telah diperkosa. Juga jangan sampai mengalami pemerkosaan ketiga oleh negara, berupa ketidakadilan hukum atas diri korban.

Upaya untuk memberi penguatan kepada korban amatlah perlu. Dan, salah satu support yang dapat diberikan negara adalah memberi keadilan hukum bagi korban, serta dukungan yang dapat diberikan masyarakat adalah dengan tidak menghakimi korban. Sayangnya, negara sering ompong membela korban kekerasan maupun pelecehan seksual. Pun, masyarakat juga masih sering menghakimi korban pemerkosaan.

Selain tidak adil bagi korban, jika para predator seks kasus pemerkosaan hanya dibiarkan dengan dalih telah diselesaikan secara “kekeluargaan”, aduh bahaya, sebab itu sama halnya membiarkan dan menyuburkan perbuatan bejat tersebut. Bayangkan saja, predator tidak mendapatkan hukuman yang pantas, dan bebas berkeliaran di tengah masyarakat yang penuh dengan perempuan (mangsa baginya).

Maka pahamilah bahwa predator tidak layak dibela. Pun, tidak pantas disembunyikan namanya dengan kata “oknum”, sebab masyarakat harus tahu dan berhati-hati terhadap predator seks.

Oh, tentu ini bukan berarti menafikan tobat bagi pelaku. Predator bisa bertobat, dan itu baik. Namun, ini bukan sekadar soal penyesalan pelaku, melainkan hak keadilan untuk korban yang mendapatkan kekerasan maupun pelecehan seksual. Maka hukum harus tetap ditegakkan. Dan, itu termasuk upaya memberantas predator-predator kekerasan maupun pelecehan seksual, agar ruang aman bagi perempuan di negeri ini semakin baik. []

Tags: Kasus kekerasankekerasan terhadap perempuankorban kasus kekerasanpemerkosaanperempuan korban kekerasanstop kekerasan terhadap perempuan
Moh. Rivaldi Abdul

Moh. Rivaldi Abdul

S1 PAI IAIN Sultan Amai Gorontalo pada tahun 2019. S2 Prodi Interdisciplinary Islamic Studies Konsentrasi Islam Nusantara di Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Sekarang, menempuh pendidikan Doktoral (S3) Prodi Studi Islam Konsentrasi Sejarah Kebudayaan Islam di Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Terkait Posts

Inses

Grup Facebook Fantasi Sedarah: Wabah dan Ancaman Inses di Dalam Keluarga

17 Mei 2025
Dialog Antar Agama

Merangkul yang Terasingkan: Memaknai GEDSI dalam terang Dialog Antar Agama

17 Mei 2025
Inses

Inses Bukan Aib Keluarga, Tapi Kejahatan yang Harus Diungkap

17 Mei 2025
Kashmir

Kashmir: Tanah yang Disengketakan, Perempuan yang Dilupakan

16 Mei 2025
Nakba Day

Nakba Day; Kiamat di Palestina

15 Mei 2025
Nenek SA

Dari Kasus Nenek SA: Hukum Tak Lagi Melindungi yang Lemah

15 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual Sedarah

    Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman
  • Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!
  • KB dalam Pandangan Islam
  • Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan
  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version