Mubadalah.id – Zubaidah binti Abu Ja’far merupakan pribadi yang amat dermawan. Ia menggunakan kekayaan dan kedudukannya di Dinasti Abbasiyah untuk kepentingan sosial dan kemanusiaan, yang konon tak tertandingi oleh kaum laki-laki.
Ia juga membiayai ratusan orang yang beribadah haji. Pada suatu hari, ia pergi berhaji ke Baitullah bersama mereka dan mendapati orang-orang sulit mendapatkan air minum.
Zubaidah binti Abu Ja’far memanggil bendahara dan memerintahkan untuk menyediakan insinyur dan arsitek bangunan. Mereka diperintahkan membuat saluran air sepanjang sepuluh kilometer dari Makkah hingga Hunain.
Disebutkan, untuk keperluan pembangunan saluran air ini, Zubaidah menghabiskan sekitar 1.500.000 dinar. Sumber lain menyebutkan nilainya 1.700.000 dinar.
Dr. Muhammad Ahmad Abdul Hadi, dalam majalah Asy-Syarq berjudul “Perempuan Ulama Islam pada abad Pertengahan”, menulis:
“Lihatlah! Zubaidah istri/permaisuri Harun ar-Rasyid adalah perempuan ulama yang hafal al-Quran, aktif dalam dunia sastra dan seni. Dinding kamar-kamarnya penuh dengan hiasan kaligrafi berisi puisi-puisi yang indah.”
Kemudian, Ibnu Taqhri Bardi menyatakan:
“Zubaidah adalah tokoh besar pada zamannya, baik dari sisi agama/akhlak, keturunannya, kecantikannya, kehormatan, dan kebaikan perilakunya. Ia adalah perempuan terhormat yang pemurah dan membangun peradaban serta mencintai para sastrawan, penyair, dan dokter.”
Zubaidah binti Abu Ja’far mengusulkan dan mendesak suaminya Khalifah Harun ar-Rasyid untuk membangun saluran air yang menghubungkan ke Makkah sepanjang 10 km.
Saluran air yang kemudian terkenal dengan nama “Ain Zubaidah” (mata air Zubaidah) itu sangat bermanfaat bagi jamaah haji selama berabad-abad.
Seorang penulis biografi tokoh perempuan, Al-Yafi’i, dalam bukunya A’lam an-Nisa‘, menyebutkan bahwa mata air Zubaidah tersebut sebagai:
“Sebuah bangunan yang amat kokoh di atas gunung yang sulit untuk digambarkan keindahannya. Jejaknya masih terlihat dan mencakup bangunan besar yang mengagumkan.” []