Mubadalah.Id-Artikel akan membahas tentang ketika para penyintas kekerasan saling bicara dan mendengarkan. Kemarin, tepatnya Sabtu 1 Desember 2018 saya berkesempatan membersamai proses Speak Up bareng sahabat Cherbon Feminist, yang digawangi Nurul Bahrul Ulum. Dalam kesempatan itu, saya mendengarkan seluruh peserta yang hadir untuk bicara, tentang apa yang sudah pernah mereka alami terkait dengan pelecehan dan kekerasan seksual.
Dari semua cerita yang telah mereka sampaikan, saya membuat beberapa catatan. Pertama, kebanyakan pelaku tindak kekerasan adalah orang dekat, tapi belum tentu keluarga. Bisa sahabat, atau tetangga di sekitar rumah.
Kedua, peristiwa pelecehan dan kekerasan lebih sering terjadi di lingkungan pendidikan. Bahkan dalam satu kasus pernah dilakukan oleh oknum guru Pendidikan Agama Islam. Dan di kasus lain pelaku merupakan dosen kampus Islam Negeri yang notebene harusnya memberi contoh bagaimana seharusnya agama memuliakan perempuan, tidak malah menghancurkannya.
Baca juga: Belajar dari Korban Kekerasan Seksual; Waspadai Orang Terdekat
Maka di sinilah menurut saya pentingnya saling bicara dan mendengarkan, agar kita semakin mengetahui jika pelecehan dan kekerasan seksual terhadap perempuan itu ada dan nyata di sekitar. Lekat dan dekat dengan kehidupan kita sehari-hari.
Karena terkadang kita menganggap sesuatu yang mungkin dianggap sebagai pelecehan atau kekerasan seksual itu tindakan yang biasa saja dan lumrah terjadi. Apalagi jika itu juga dialami oleh anak-anak perempuan yang masih bersekolah di tingkat dasar atau sekolah menengah.
Menganggap bahwa apa yang dilakukan oleh oknum guru sebagai bentuk perhatian, padahal senyatanya merupakan tindakan pelecehan seksual. Seperti bersalaman dengan memegang tangan dalam waktu yang lama, sambil menggerak-gerakkan jari tangan, menepuk pantat dan bagian tubuh yang sensitif atau menarik (jepret) tali BH dari balik punggung.
Yang paling berbahaya itu ketika pelecehan dan kekerasan seksual menjadi lumrah terjadi. Dengan alasan “yang penting bukan gue korbannya”, dan bentuk sikap ketidakpedulian lainnya. Bukan tidak mungkin pelecehan dan kekerasan seksual pada akhirnya akan menjadi tradisi serta budaya bangsa ini. Maka takkan ada lagi masa depan yang aman dan gemilang bagi anak-anak perempuan kita.
Mengapa? Karena trauma akibat pelecehan atau kekerasan yang dialami perempuan tak cukup satu atau dua hari untuk terobati. Tak hanya satu atau dua bulan agar bisa sembuh seperti semula. Butuh waktu dan proses bertahun-tahun agar mampu menerima kenyataan jika bagian tubuhnya sudah tak utuh lagi.
Baca juga: Aktivis Cirebon Desak DPR-RI Sahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual
Menyadari hal itu maka penting pula kita mendorong segera disahkannya Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS). Dilansir dari Infografis laman Cherbon Feminist, Komnas Perempuan merilis 15 jenis kekerasan seksual yang tidak bisa dikenali dan belum diatur dalam sistem hukum nasional.
Karena kekerasan seksual semakin berkembang dan beragam bentuknya, sementara payung hukum yang mengaturnya sangat terbatas. Maka dari itu tidak semua jenis kekerasan seksual yang terjadi di masyarakat bisa diproses secara hukum, sebab memang perangkatnya belum ada.
Perubahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) cenderung menempatkan isu kekerasan seksual sebagai persoalan kesusilaan, sehingga pengaturannya lebih melindungi rasa kesusilaan masyarakat daripada rasa keadilan korban.
Padahal kekerasan seksual adalah kejahatan yang melanggar martabat kemanusiaan korban. Sehingga, ketika para penyintas kekerasan saling bicara dan mendengarkan secara tidak langsung turut menyuarakan aspirasi agar RUU PKS segera disahkan.
Baca juga: 5 Alasan Mengapa Kita Membutuhkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual
Harapannya, payung hukum itu akan memenuhi rasa keadilan bagi korban, dan melindungi seluruh perempuan di Indonesia dari ketidaknyamanan akibat tindakan pelecehan dan kekerasan seksual. Jadi mari kita bergerak bersama dan mewujudkannya sekarang juga.
Demikian penjelasan ketika para penyintas kekerasan saling bicara dan mendengarkan. Semoga bermanfaat. []