Mubadalah.id – Kalau melihat laki-laki yang cerdas, alim, bijak, goodlooking, pekerja keras dan akhlaknya bagus, kadang terbersit rasa tertarik ya kan. Tapi seringnya rasa malu menghalangi kita, kaum perempuan untuk mulai ‘move’ duluan buat kemungkinan berlanjut ke arah pernikahan, betul nggak? Padahal ternyata nggak apa-apa banget lho kalau perempuan ‘melamar’ duluan.
Nggak percaya?
Sayyidatina Khadijah bahkan melamar Nabi Muhammad SAW duluan. “Wahai anak saudara pamanku, sesungguhnya aku telah tertarik kepadamu dan kekeluargaanmu, sikap amanahmu, kebaikan akhlakmu, dan benarnya kata-katamu.” Kisahnya ditulis oleh Tarikh Ibn Hisyam. Kemudian Abu Thalib mengantarkan Nabi Muhammad untuk melamar resmi ke rumah Khadijah.
HR Ibnu Majah mengisahkan, Tsabit berkata dia duduk bersama Anas bin Malik, di sebelahnya adalah puterinya. Anas berkata, “Ada seorang perempuan datang kepada Nabi SAW menawarkan dirinya kepada beliau, ia berkata, ‘Wahai Rasulullah, apakah engkau mau menerimaku?'” lantas putri Anas berkata, “Betapa sedikitnya rasa malu yang dimiliki wanita itu!” Kemudian Anas berkata, “Bahkan ia lebih baik darimu, ia menyukai Rasulullah SAW, lalu menawarkan dirinya kepada beliau.”
Jadi perempuan bisa menawarkan diri secara langsung kepada pihak lelaki. Tentu saja kita pilih lelaki yang qualified, terutama baik akhlaknya. Bisa juga melalui sindiran ya kan. Dalam QS Al-Baqarah ayat 253, Allah SWT bersabda, “Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu.” Nah, perempuan bisa menyindir lelaki duluan. Kalau gayung bersambut, bisa lanjut.
Ada beberapa perempuan lain yang juga berani melamar duluan. Dalam kitab Fathul Bari, Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqolani menyebutkan beberapa nama, antara lain Maemunah binti Al-Harits, Khaulah binti Hakim, Ummu Syuraik, Fatimah bin Syuraih, Laila binti Hatim, Zaenab binti Khuzaemah.
Kalau misalnya malu untuk ‘nembung’ langsung, bisa dengan cara melalui perantara yang amanah alias bisa dipercaya. Misalnya orang yang sudah biasa menjadi mak comblang, orang tua, saudara, guru, sahabat atau teman dekat.
Umar bin Khattab RA dalam HR Bukhari bahwa beliau pernah melamar untuk anaknya (Hafshah) agar dinikahi, “Aku datang kepada Ustman bin Affan lalu aku tawarkan hafshah kepadanya, kemudin Ustman menemuiku dan berkata : setelah saya pertimbangkan saya belum berkeinginan untuk menikah. Lalu aku menemui Abu Bakar RA seraya berkata : jika engkau mau, aku ingin mengawinkan engkau dengan Hafshah, Abu Bakar RA diam tanpa menjawab sedikitpun. Maka aku berdiam selama beberapa malam kemudian Rasulullah SAW datang meminangnya lalu aku nikahkan Hafsah dengan beliau.”
Ada beberapa daerah di nusantara yang ternyata punya tradisi perempuan ‘melamar’ duluan juga.
Di Padang, perempuan minang akan ‘membeli’ si laki-laki dengan uang yang disebut uang japuik, membawa seserahan dan cincin emas. Hal ini dilakukan karena laki-laki adalah tumpuan keluarga, sehingga saat akan menikah tumpuan ini berpindah menjadi tumpuan keluarga perempuan.
Kisah Klenting bersaudara yang mendatangi dan meminta Ande-Ande Lumut untuk menikahinya konon menginspirasi tradisi di Tulung Agung. Di Lamongan, calon pengantin perempuan akan menanyakan pada pihak laki-laki sambil membawa seserahan. Nantinya pihak laki-laki akan gantian datang ke rumah perempuan untuk memberikan jawaban.
Ada tradisi di Rembang bernama Ngemblok, pihak perempuam membawa sandang dan pangan, meski nantinya pihak laki-laki yang tetap memberikan mas kawinnya. Di Trenggalek sebelum pihak perempuan memutuskan untuk melamar, calon mempelai laki-laki sudah minta ijin ke orangtua perempuan.
Kemudian calon mempelai perempuan bersama keluarganya akan mendatangi rumah laki-laki membawa seserahan. Beberapa hari kemudian, pihak laki-laki akan bergantian datang ke rumah perempuan membawa jawaban sekaligus menentukan hari pernikahan.
Nggak perlu malu, karena lamaran harus dirahasiakan dari orang banyak kok. Dari Ummu Salamah RA berkata bahwa Rasulullah bersabda, “Kumandangkanlah pernikahan dan rahasiakan peminangan”.
Jadi perempuan melamar duluan bukanlah tindakan tercela jika diniatkan untuk mendapatkan suami sholeh. “Jika seorang anak perempuan dan kerabat datang melamar sedang kalian ridha pada agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah dia”. (HR Tirmidzi).
Tidak ada larangan dari sisi akidah, syariah maupun akhlaq Islamiyah dalam hal ini. Yuk bertawakal pada Allah, dan sampaikan rasa cinta pada laki-laki shalih yang ditaksir menuju upaya menggapai keluarga sakinah mawaddah wa rahmah. []